Penciptaan alam semesta
Versi Bible
Pasal 1, ayat 1 dan 2
- Bahwa pada mula pertama dijadikan Allah akan langit dan bumi.
- maka bumi itu lagi campur baur adanya, yaitu suatu hal yang ketutupan kelam kabut; maka roh Allah berlayang-layang di atas muka air itu.
Kita semua dapat menerima bahwa pada tahap bumi belum diciptakan, apa yang kemudian menjadi alam yang kita ketahui sekarang masih tenggelam dalam kegelapan; akan tetapi tersebut adanya air pada periode tersebut mungkin hanya merupakan alegori (kiasan) belaka dan ini merupakan sebuah kekeliruan.
Ayat 3 sampai 5,
- maka firman Allah: hendaklah ada terang. Lalu terangpun jadilah.
- maka dilihat Allah akan terang itu baiklah adanya, lalu diceraikan Allah terang itu dengan gelap.
- maka dinamai Allah akan terang itu siang dan akan gelap itu malam. Setelah petang dan pagi, maka itulah hari yang pertama.
Cahaya yang menerangi alam adalah hasil daripada reaksi kompleks yang terjadi pada bintang-bintang. Pada tahap penciptaan alam kali ini bintang-bintang belum diciptakan, karena sinar di langit baru disebutkan dalam ayat 14 daripada Kitab Kejadian, yaitu sebagai ciptaan pada hari keempat, untuk “memisahkan siang daripada malam”, “untuk menerangi bumi”. Dan ini semua betul. Tetapi adalah tidak logis untuk menyebutkan efek (sinar) pada hari pertama, dengan menciptakan benda yang menyebabkan sinar (bintang-bintang) tiga hari sesudah itu. Sedangkan menempatkan malam dan pagi pada hari pertama adalah alegori (kiasan) semata-mata, karena malam dan pagi sebagai unsur hari tak dapat digambarkan kecuali sesudah terwujudnya bumi dan beredarnya di bawah sinar planetnya yaitu matahari.
Ayat 6 sampai 8,
- maka firman Allah:hendaklah ada suatu bentangan pada sama tengah air itu supaya diceraikan dengan air.
- maka dijadikan Allah akan bentangan itu serta diceraikan air yang dibawah bentangan itu dengan air yang di atas bentangan. Maka jadilah demikian.
- lalu dinamai Allah akan bentangan itu langit. Setelah petang dan pagi, maka itulah hari yang kedua.
Mitos air diteruskan dalam ayat-ayat tersebut dengan memisahkan air menjadi dua lapis, di tengahnya adalah langit. Gambaran bahwa air terbagi menjadi dua kelompok tidak dapat diterima secara ilmiyah.
Ayat 9 sampai 13,
- Hendaklah segala air yang dibawah langit itu berhimpun pada satu tempat, supaya kelihatan yang kekeringan itu; maka jadilah demikian.
- lalu dinamai Allah akan yang kekeringan itu darat, dan akan perhimpunan segala air itu dinamainya laut; maka dilihat Allah itu baiklah adanya.
- hendaklah bumi itu menumbuhkan rumput dan pokok yang berbiji dan pohon yang berbuah-buah dengan tabiatnya yang berbiji dalamnya diatas bumi itu; maka jadilah demikian.
- yaitu ditumbuhkan bumi akan rumput dan pokok yang berbiji dengan tabiatnya dan pohon-pohon yang berbuah-buah yang berbijidalamnya; maka diliahat Allah itu baiklah adanya.
- setelah petang dan pagi, maka itulah hari yang ketiga.
Fakta bahwa pada suatu periode dalam sejarah bumi, ketika bumi ini masih tertutup dengan air, terjadi bahwa daratan-daratan mulai muncul, adalah suatu hal yang dapat diterima secara ilmiyah. Akan tetapi bahwa pohon yang mengandung biji-biji bermunculan sebelum terciptanya matahari (yang menurut Kitab Kejadian, baru tercipta pada hari keempat), dan juga bahwa siang dan malam silih berganti sebelum terciptanya matahari, hal tersebut sama sekali tidak dapat dipertahankan.
Ayat 14 sampai 19
- hendaklah ada beberapa benda terang dalam bentangan langit supaya diceraikannya siang dengan malam dan menjadi ketentuan masa dan hari dari tahun.
- dan supaya ia itu menjadi benda terang pada bentangan langit akan nerangkan bumi; maka jadilah demikian.
- maka dijadikan Allah akan kedua benda terang yang besar itu, yaitu terang yang besar itu akan memerintahkan siang dan terang yang kecil akan memerintahkan malam, dan lagi segala bintang pun.
- maka ditaruh Allah akan dia dalam bentangan langt akan memberi terang di atas bumi.
- dan akan memerintahkan siang dan malam dan akan menceraikan terang itu dengan gelap maka dilihat Allah itu baik adanya.
- setelah petang dan pagi maka itulah hari yang keempat.
Di dalam ayat yang telah disebut di atas bisa kita terima, akan tetapi ketika bumi dan bulan telah memisahkan diri daripada matahari; menempatkan penciptaan matahari dan bulan sesudah penciptaan bumi adalah bertentangan dengan hal-hal yang sudah disetujui secara pasti dalam ilmu pengetahuan mengenai tersusunnya alam bintang-bintang.
Menurut kitab perjanjian bahwa penciptaan alam selesai dengan tiga ayat pertama daripada fasal kedua.
- demikianlah sudah dijadikan langit dan bumi serta deangn segala isinya.
- maka pada hari yang ketujuh setelah sudah disampaikan Allah pekerjaannya yang telah diperbuatnya itu, maka berhentilah ia pada hari yang ke tujuh itu daripada pekerjaannya, yang telah diperbuatnya.
- maka diberkati Allah akan hari yang ketujuh itu serta disucikannya karena dalamnya ia berhenti daripada pekerjaannya, yang telah diperbuatnya, akan menyempurnakan dia.
- maka demikianlah asalnya langit dan bumi pada masa itu dijadikan tatkala diperbuat Tuhan Allah akan langit dan bumi.
Ayat kedua mengandung kata, berhentilah ia daripada pekerjaannya yang dimaksudkan adalah beristirahatlah, sebagai terjemahan ibrani “chabbat”. Dan sampai hari ini, hari sabtu merupakan hari istirahat bagi orang Yahudi.
Sudah terang bahwa “istirahat” yang dilakukan Tuhan setelah bekerja keras selama enam hari adalah suatu legenda, akan tetapi legenda itu ada tafsirnya. Kita harus ingat bahwa riwayat penciptaan Tuhan yang kita bicarakan ini ditulis oleh para pendeta atau juru tulis yang merupakan pewarisspiritual daripada Yehezkiel, nabi Bani Israil pada waktu pengasingan di Babylon, pada abad VI SM> kita mengetahui bahwa para pendeta menyusunnya menurut selera mereka, dan menurut adat kebiasaan mereka yang mementingkan segi hukum.
Menyelipkan hari ke tujuh dalam tahap-tahap penciptaan alam dengan maksud agar pengikut agama menghormati hari sabtu, hal ini tidak bisa dipertahankan secara ilmiyah. Sekarang semua orang tahu bahwa terciptanya alam, termasuk di dalamnya bumi tempat hidup kita telah trjadi dalam tahap yang waktu yang sangat panjang, yang penyelidikan secara ilmiyah belum dapat memastikan walaupun secara “kurang lebih”.
Seandainya riwayat penciptaan alam selesai pada malam hari yang ke 6, dan tidak menyebutkan hari ke tujuh atau sabat waktu Tuhan beristirahat, riwayat Sakerdotal tetap tidak dapat diterima karena urutan periode-periode tersebut sangat kontradiksi dengan dasar-dasar ilmiyah yang elementer.
Dengan begitu maka riwayat Sakerdotal merupakan kontruksi imaginatif yang lihay mempunyai suatu tujuan, dan tujuan itu bukan untuk memberitahukan suatu kebenaran.
Menurut bahan-bahan yang terdapat dalam Perjanjian Lama, kelender Yahudi menempatkan tahun penciptaan alam semesta ini secara pasti. Pertengahan kedua daripada tahun 1972, sama dengan permulaan tahun yang ke-5736 daripada penciptaan alam. Dalam ilmu pengetahuan yang telah ada bahwa antara waktu terciptanya alam dan waktu sekarang, kira-kira 4½ milliard tahun. Dengan begitu dapat kita ukur perbedaan antara kebenaran yang sudah ditetapkan oleh ilmu pengetahuan dan hal-hal yang dibicarakan Perjanjian Lama.
Versi Al-Qur’an
Riwayat Bibel[1] menyebutkan secara tegas bahwa penciptaan alam itu terjadi selama enam hari dan diakhiri dengan hari istirahat, yaitu hari Sabtu. Jika kita mengikuti faham Bibel, kata “hari” berarti masa antara dua terbit dan terbenamnya matahari berturut-turut. Sedangkan yang memunculkan hari yakni adanya Bumi serta beredarnya sekitar Matahari, belum terciptanya pada tahap-tahap pertama daripada penciptaan menurut riwayat Bibel.
Dalam Qur’an surat al-A’raaf menerangkan:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ….
“Tuhanmu adalah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, ..” (QS al-A’raaf 7: 54).
Sedikit jumlah terjemahan atau tafsir Qur’an yang mengingatkan bahwa kata “hari” harus difahami sebagai “periode”.
Ada orang yang mengatakan bahwa teks Qur’an tentang penciptaan alam membagi tahap-tahap penciptaan itu dalam “hari-hari”. Kita dapat menyelidiki lebih dekat dan meneliti arti yang mungkin diberikan oleh Qur’an sendiri dan oleh bahasa-bahasa pada waktu tersiarnya Qur’an yaitu kata yaum (jamaknya ayyam).
Arti yang paling terpakai daripada yaum adalah hari,. Yang dimaksud dengan ini adalah terangnya waktu siang dan bukan waktu antara terbenamnya matahari sampai terbenamnya lagi. Kata jamak ayyam dapat berarti waktu yang tak terbatas. Dalam ayat lain kata yaum berarti juga periode.
فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
“Dalam suatu hari yang panjangnya seribu tahun dari perhitunganmu. (QS. As-Sajadah 32: 5)
فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Dalam suatu hari yang panjangnya lima puluh ribu tahun.” (QS al-Ma’aarij 70: 4)
Bahwa kata yaum dapat berarti periode yang sangat berbeda dengan hari. kita menyadari bahwa untuk tahap-tahap penciptaan alam, Qur’an menunjukkan jarak waktu yang sangat panjang yang jumlahnya enam (periode).
Allah berfirman didalam Al-Qur’an yang berhubungan dengan penciptaan alam dan merangkaikan riwayat tentang kejadian-kejadian di bumi dan di langit.
قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الْأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَادًا ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ (9) وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ (10) ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ (11) فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (12)
“Katakanlah Hai Muhammad, sesungguhnya patutkah kamu tidak percaya kepada zat yang menciptakan bumi dalam dua periode, dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya. Ia adalah Tuhan semesta alam. Dan Ia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa yang sama (cukup) sesuai bagi segala yang memerlukannya.
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit, dan dia (langit itu masih merupakan) asap lalu Ia berkata kapadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintahKu dengan suka hati atau terpaksa. Keduanya menjawab: Kami datang dengan sukat hati.”
Maka Dia manjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan dari yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (QS. Fush-Shillat 41: 9 – 12).
Empat ayat di atas menunjukkan beberapa aspek; bentuk gas yakni bentuk pertama daripada bahan samawi serta pembatasan secara simbolis bilangan langit sampai tujuh. Percakapan antara Tuhan di satu pihak dan langit dan bumi di pihak lain adalah simbolis; maksudnya adalah untuk menunjukkan bahwa setelah diciptakan Tuhan, langit-langit dan bumi menyerah kepada perintah-perintah Tuhan.
Jadi tidak ada pertentangan antara paragraf yang terdahulu dengan teks-teks yang ada dalam Al-Qur’an, yakni teks yang mengatakan bahwa penciptaan alam itu terjadi dalam enam periode.
Ilmu Pengetahuan yang lain
وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ (88)
"Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan." [QS 27:88]
Bucaille menjelaskan bahwa ternyata gunung-gunung bersama dengan lempeng bumi bergerak. Jadi ayat Al Qur'an di atas sesuai dengan ilmu pengetahuan.
Bucaille juga menjelaskan bahwa ayat Al Qur'an di bawah yang menyatakan bahwa Allah menyelamatkan badan Fir'an hingga bisa dilihat manusia saat ini sesuai dengan kenyataan:
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ….
"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu....." [QS 10:92]
Ternyata para ahli menemukan garam di dalam badan Fir'aun yang menunjukkan bahwa Fir'aun memang pernah tenggelam. Jenazah Fir'aun/Mumi bisa dilihat manusia hingga saat ini.
Di Bibel tidak sebutkan bahwa badan Fir'aun diselamatkan Tuhan. Jadi Al Qur'an sungguh kitab yang otentik.
Referensi:
Bucaille, Maurice, Bibel, Qur’an dan Sains Modern