Senin, 30 Agustus 2010
TANGGA ANAK SHALEH
Jumat, 13 Agustus 2010
PEMUDA MUWAHHID, PEMBERANI, KUAT, DAN CERDAS
Renungilah dengan baik penggalan kisah perjuangan da’wah tauhid nabiyullah Ibrahim ‘Alaihissalam ini. Anda akan dapati banyak pelajaran untuk kehidupan dan perbekalan berharga untuk perjuangan.
Ibrah pertama. Ibrahim seorang muwahhid (bertauhid)
“Dan seseungguh telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran (rusyd).”
Inilah pelajaran pertama yang nampak jelas terlihat dari keseluruhan kisah di atas. Upaya penghancurannya terhadap berhala-berhala yang disembah ayah dan kaumnya, nerupakan rasa ghirah (cemburu) terhadap agama tauhid, agama yang sama sekali tidak mengakui lebih dari satu atau banyak sesembahan, seperti apa pun bentuknya. Ia membersihkan sumber-sumber kemusyrikan yang menodai aqidah tauhid dengan cara benar, berani, dan cerdas. Sehingga Allah Jalla wa ‘
Dan siapakahyang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang iapun mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya. (QS. An Nisa (4): 125)
Bahkan Allah Jalla wa ‘
Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yangshalih.” (QS. Al Baqarah (2): 130)
Maksud dari Kami telah memilihnya di dunia adalah menjadi Imam, Rasul, banyak keturunannya yang menjadi nai, dan diberi gelar khalilullah (kekasih Allah).
Dalam suatu riwayat dari Ibnu ‘Uyainah, dikemukakan bahw Abdullah binj Salam mengajak dua anak saudaranya, Salamah dan Muhajir untuk masuk Islam dengan berkata: “Kau berdua telah mengetahui, sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman di dalam Taurat, bahwa Ia akan mengutus dari keturunan Ismail, seorang Nabi bernama Ahmad. Barangsiapa yang beriman kepadanya, ia telah mendapat petunjuk dan bimbingan, dan barangsiapa yang tidak iman kepadanya, akan dilaknat. Maka masuk islamlah Salamah, akan tetapi Muhajir menolak. Maka turunlah ayat tersebut di atas (QS. 2 : 130) yang menegaskan bahwa hanya orang-orang bodohlah yang tidak beriman kepada agama Ibrahim. (Shafwatul Bayan, hal. 20)
Penegasan bahwa Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam adalah seorang muwahhid telah ditegaskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam dalam salah satu haditsnya:
Dari Ubay bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu, katanya: Rasulullah mengajari kami do’a: “Pagi hari kami lewati dengan agama fitrah Islam, di atas kalimat yang murni (tauhid), di atas agama nabi kami Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam, dan di atas millah (agam) ayah kami Ibrahim yang hanif (lurus), dan dia bukanlah termasuk orang-orangmusyrik.” (HR. Abdullah bin Ahmad bin Hambal dalam Az Zawaidnya)
Inilah perbekalan yang paling pertama dan utama, khusunya untuk anda para aktifis da’wah sekolah dan kampus. Karena lurusnya fitrah, bersihnya aqidah, merupakan awal dari segala kebaikan , keshalihan, dan kekuasaan. Sungguh, militansi anak Rohis masa lalu karena berawal dari sini; mereka tidak mau menghadiri upacara bendera karena menganggapnya sebagai ritual berbau syirik dan tasyabbuh bil kuffar (menyerupai orang kafir), tidak concern dengan mata pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila), menutup telinga dari seluruh yang berbau gaya hidup Barat mulai dari nyanyian, jeans, dan lain-lain. Itu telah menjadi bagian sejarah da’wah ini yang telah berlalu…
Ibrah Kedua. Pemuda Pemberani
“(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?”
Sungguh! Ini adalah pertanyaan yang mengandung resiko besar. Ayahnya sendiri, Azar, juga kaumnya diberikan pertanyaan yang belum pernah dilontarkan oleh siapa pun pada zaman itu. Agam paganis (watsaniy) yang telah berabad-abad lamanya, sebagaimana firmanNya: Mereka menjawab: “Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya,” telah digugat oleh pemuda bernama Ibrahim. Sungguh Ibrahim bukannya tidak tahu resiko dan bahaya yang menantinya, namun memperjuangkan aqidah tauhid telah menghilangkan semua rasa takutnya.
Mereka berkata: “Kamai dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yangbbernama Ibrahim.” Mereka berkata: “(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan.” Inilah resiko dan bahaya yang dimaksud.
Bahkan pemuda Ibrahim berani mengancam, Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. Ancaman ini bukan gertak sambal, bukan pula terror, melainkan kebenaran yang ia laksanakan dengan cara menghancurkjan berhala-berhala sesembahan ayah dan kaumnya. Masih mending jika berhala-berhala tersebut disembunyikan atau ditutup dengan kain, tetapi Ibrahim tidak demikian, tidak selemah itu. Di balik penghancuran itu, ia punya rencana yang telah disiapkan untuk mematahkan argument kaumnya. Artinya kebenranian Ibrahim bukanlah asal berani, tetapi berani yang terukur dan terkalkulasi. Keberanian bertindak agar kaumnya mau berfikir mengevaluasi kebiasaan mereka, agar Raja Namrudz, sumber power kejahatan saat itu, yang telah lama Ibrahim bidik.
Berani merupakan karakter Anda wahai pemuda…wahai para thulab…
Ia bukan milik pemuda Ibrahin saja, tetapi ia ada dalam diri Anda. Galillah, lalu asah lah sebab sesungguhnya Allah Ta’ala bersama Anda, bersama orang yang berbuat ihsan,dan para da’i ilallah…
Bukanlah pemuda yang hanya berkata: Inilah bapakku!
Tetapi pemuda adalah yang berani berkkata: Inilah aku!
Ibrah Ketioga. Pemuda yang Kuat
Maka Ibrahim, bukan hanya kut aqidah dan tekadnya, tetapi juga fisiknya. Rencana matang yang dibuatnya, bisa saja gagal bila ia tidak ditopang kekuatan fisik. Ia mampu menunaikan dengan sempurna, dengan menghancurkan berhala tersebut menjadi judzaadzan yang berarti qitha’an wa kasaran (terpotong-potong dan hancur berkeping) karena kekuatan fisiknya.
Agenda da’wah teramat banyak, dengan perjalanan yang panjang, penuh onak dan duri, juga hadangan musuh, tentu amat dibutuhkan pejuang-pejuang yang tidak mudah lelah dan lemah. Karena itu Syahidul Islam, Al Imam Hasan Al Banna Rahimahullah menjadikan qawiyyul jismi(tubuh yang kuat) sebagai muwashafat (sifat dasar) pertama dari sepuluh muwashafat pribadi muslim ideal.
Lihatlah para mujahidin Afghan, Chechnya, Bosnia, pasukan long marchnya Jendral Sudirman, dan lainnya, yang mereka menyusuri hutan belantara, mendaki gunung, berbukit, terjal, licin, gelap, dengan persediaan makanan sekedarnya, juga dengan barang bawaaan yang sangat banyak. Mereka tidak mengeluh apalagi mundur demi menjaga kehormatan Islam dan tanah airnya. Itu semua karena kakuatan; iman, ‘Azam, dan fisik.
Saat ini, tidak sedikit para aktifis da’wah yang pandai berkilah dan bermain ‘seni peran’ dalam meminta izin, yang pada intinya menghindar dari beban da’wah. Afwan ini…afwan itu…mereka selalu mencari-cari alasan untuk menghindari tanggung jawab da’wah. Akhirnya, mereka ‘jomblo’ aktifitas, ‘jomblo’ halaqah (baca: tidak memiliki binaan), walau usia tarbiyah sudah di atas
Flu sedikit, izin. Batuk sedikit, izin. Padahal jika ia ikhlaskan untuk tetap berangkat, mudah-mudahan itu menjadi washilah untuk kesembuhannya. Adakah kita menyadarinya?
Ibrah Keempat. Pemuda yang Cerdas
Mereka bertanya: “Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?” Ibrahim menjawab: “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara.” Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata: “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)”, kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): “Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.” Ibrahim berkata: “Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) member mudharat kepada kamu? Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?”
Dialog ilmiah ini, menunjukkan kekuatan hujah Ibrahim. Kaumnya telah tahu bahwa berhala itu tidak bisa berbicara, jangankan memberi mudharat atau manfaat bagi manusia, menjaga diri sendiri saja tidak mampu; lalu kenapa kalian sembah?!
Bukan itu saja kecerdasan pemuda Ibrahim ‘Alaihissalam, Al-Qur’an juga merekam pada ayat lain.
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Katika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Baqarah (2): 258)
Orang yang mendebat Ibrahim adalah Raja Namrudz. Ibrahim ‘Alaihissalam menegaskan bahwa Tuhannya dan juga Tuhan bagi Namrudz adalah Allah yang bisa menghidupkan atau mematikan. Namun Namrudz menjawab: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan.” Maksud raja Namrudz dengan menghidupkan ialah membiarkan hidup, dan yang dimaksud dengan mematikan ialah membunuh. Perkataan itu untuk mengejek Nabi Ibrahim a.s. tetapi Ibrahim tidak kehabisan akal, ia berkata lagi: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bungkamlah Namrudz sebab ia tidak mampu. Jangankan menerbitkan matahari dari barat, menerbitkan dari timur – sekedar untuk setara dengan perbuatan Allah – saja tidak bisa, apalagi melebihinya.
Contoh lain adlah
Simaklah ayat-ayat dalam
(76)”Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu tenggelam ia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam.” (77) “Kemudian tatkala ia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku” tetapi setelah bulan terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak member petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat.” (78) Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar.” Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: “hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” (79) “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agma yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (80) “Dan dia dibantah oleh kaumnya/. Dia berkata: “Apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah member petunjuk kepadaku.” Dan aku tidak takkut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali dikala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pegetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)?” (81) “Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak memepersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukanNya. Maka manakah diantara dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (malapetaka), jika kamu mengetahui?” (82) “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah yang yng mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (83) “Dan itulah hujjah kami yang kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”
Ayat 76 – 79 merupakan cara Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam mendebat kaumnya, dengan menyelami apa yang difikirkan oleh kaumnya. Sama sekali bukan Nabi Ibrahim sedang mencari Tuhan! Lihatlah kalimat yang dibold (dihitamkan) menunjukkan bahwa ia sedang berdebat dengan kaumnya untuk mengajak mereka bertauhid.
TAFSIR AYAT AL QUR’AN TENTANG TANDA KEKUASAN ALLAH SURAT AL ANBIYA (21) AYAT 30
Ajaran Islam memang ajaran yang bisa di fahami dengan akal, karena pada dasarnya akal itu sendiri di ciptakan untuk memahami ajaran Islam. Alangkah bodohnya orang yang telah mengetahui kebenaran Islam tapi ia enggan untuk masuk Islam.
Berikut ini akan kita telaah ayat yang berkaitan dengan proses terjadinya alam semesta sekaligus sebagai argumentasi yang kuat kepada siapa saja yng mengingkari Al Qur’an.
B. Asal Usul Alam Semesta Sebagai Tanda Kekuasaan Allah dan Bantahan Terhadap Orang-Orang Kafir
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ (30)
At Tarjamah :
“ Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”. [QS. Al Anbiya (21) : 30 ]
C. Ma’aaniya Al Musykilat
1. أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ, Hamzah pada lafadz أَوَلَمْ menunjukan lil inkari artinya pertanyaan yang bermakna pengingkaran atau bantahan. و –nya diathofkan kepada ayat sebelumnya. Sedangkan maksud ar ru’yah adalah ma’na yang mendalam yang berarti : Hai orang-orang kafir! Apakah kalian tidak berfikir dan tidak mengetahui ?.
2. كَانَتَا رَتْقًا, Imam Al Akhfasy berkata : Lafadz كَانَتَا menunjukan penggabungan langit dan bumi sebagaimana disebutkan dalam surat Faathir : 41
إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ أَنْ تَزُولَا وَلَئِنْ زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا (41)
Artinya : “ Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun “.[1]
3. فَفَتَقْنَاهُمَا , ya’ni terpisah suatu bagian dari bagian yang lain, lalu kami tinggikan langit dan menetapkan Bumi pada tempatnya.[2]
4. وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ, ya’ni kita hidup dengan air yang Allah turunkan dari langit untuk menghidupkan segala sesuatu, termasuk hewan dan tumbuhan. Ma’nanya adalah air itu merupakan unsure penyebab hidupnya makhluk hidup. Dikatakan : yang dimaksud air adalah air mani. Mayoritas ahli tafsir berpendapat : “ Ini adalah hujjah bagi kaum musyrikin terhadap kekuasaan Allah dan keluasan ciptaan-Nya “.
5. أَفَلَا يُؤْمِنُونَ, untuk mengingkari mereka, karena mereka tidak beriman. Padahal telah ada ketetapan dari tanda-tanda tuhan mereka.[3]
D. Ma’na Al Ijmaly
a. أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا, Pada ayat ini Allah SWT menegaskan tentang kekuasaannya yang sempurna dan Maha Agung atas seluruh makhluknya. Allah menciptakan langit dan Bumi beserta segala isinya adalah dalil akan keberadaan wujudnya. Ia menyatakan pertanyaan yang berma’na pengingkaran sebagai bantahan kepada siapa saja yang tidak mengakui eksistensi dirinya. Nalar orang-orang kafir di gugah oleh ayat di atas dengan menyatakan : Dan apakah orang-orang kafir belum juga menyadari apa yang telah Kami jelaskan melalui ayat yang lalu dan tidak melihat , yakni menyaksikan dengan mata hati dan pikiran sejelas pandangan mata bahwa langit dan bumi keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan keduanya.[4]
b. وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ, Dan Kami jadikan dari air yang tercurah dari langit, yang terdapat di dalam bumi dan yang terpancar dalam bentuk sperma segala sesuatu yang hidup. Maka apakah mereka buta sehingga mereka tidak juga beriman tentang keesaan dan kekuasaan Allah SWT? Atau belum juga percaya bahwa tidak ada satu pun dari makhluk yang terdapat di langit dan di bumi yang wajar dipertuhankan?
E. Tafsir At Tafsily
a. أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا,
Menurut riwayat Ibnu Abi Hatim, diterimanya dari ayahnya, dari Ibrahim bin Abi Hamzah, menyampaikan kepada kami Hatim dari Hamzah bin Abi Muhammad, ’Abdillah bin Dinar dari Ibnu ’Umar; bahwa datang seseorang kepada beliau bertanya tentang hal langit yang banyak itu dan bumi, yang mulanya sekepal lalu Allah memisahkannya. Kemudian Ibnu ‘Umar berkata: “Pergilah kepada tuan Syaikh dan tanyakan kepada beliau, setelah itu kembali kepadaku dan katakana apa jawabannya”. Maka orang itupun pergi kepada Ibnu ‘Abbas menanyakannya. Lalu Ibnu Abbas menjawab: “ Benar! Mulanya langit sekepal tidak menurunkan hujan, bumi pun sekepal tidak ada yang tumbuh. Tatkala Allah menciptakan penghuni bagi bumi, langit pun ditakdirkan untuk menurunkan hujan dan bumi ditakdirkan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan “.
Setelah menerima jawaban tersebut orang itu pun kembali kepada Ibnu ‘Umar dan menceritakan jawaban itu. Maka berkatalah Ibnu Umar: “ Sekarang tahulah aku bahwa Ibnu Abbas telah diberi ilmu Al-Qur’an. Dia memang benar keadaannya”, kata Ibnu Umar selanjutnya: “ Telah pernah aku katakan bahwa aku kagum atas keberanian Ibnu Abbas menafsirkan Al-Qur’an! Sekarang tahulah aku bagaimana mendalamnya ilmu yang telah diberikan kepadanya ”.[6]
Para ahli tafsir berbeda pandapat tentang ma’na firman Allah; langit dan bumi yang bersatu padu.
Diantara mereka berpendapat bahwa; Mulanya langit dan bumi itu menyatu, lalu Allah memisahkannya dan menjadikannya tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi.[7]
Dari Ikrimah : Keduanya bersatu padu dan tidak keluar sesuatu pun dari keduanya, lalu terpisahlah langit dengan adanya hujan dan bumi dengan tumbuhnya pepohonan, sebagaimana firman Allah dalam surat Ath Thoriq : 11-12
وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الرَّجْعِ (11) وَالْأَرْضِ ذَاتِ الصَّدْعِ (12)
Artinya : “ Demi langit yang mengandung hujan. Dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan ”.[8]
Dalam tafsir Al-Muntakhab dikemukakan dua diantara sekian banyak teori tersebut.
Teori yang pertama, berkaitan dengan terciptanya tata surya. Disini disebutkan bahwa kabut disekitar matahari menyebar dan melebar pada ruangan yang dingin. Butir-butir kecil gas yang membentuk kabut bertambah tebal pada atom-atom debu yang bergerak amat cepat. Atom-atom itu kemudian mengumpul, akibat terjadinya benturan dan akumulasi, dengan membawa kandungan sejumlah gas berat. Seiring dengan berjalannya waktu, akumulasi itu semakin bertambah besar sehingga membentuk planet-planet, bulan dan bumi dengan jarak yang sesuai. Penumpukan itu sendiri mengakibatkan bertambah kuatnya tekanan yang pada gilirannya membuat temperatur bertambah tinggi. Dan pada aat kulit bumi mengkristal karena dingin, dan melalui proses sejumlah letusan larva yang terjadi setelah itu, bumi memperoleh sejumlah besar uap air dan karbondioksida akibat surplus larva yang mengalir. Salah satu faktor yang membantu terbentuknya oksigen yang segar di udara setelah itu adalah aktivitas dan interaksi sinar matahari melalui asimilasi sinar bersama tumbuhan generasi awal dan rumput-rumputan.[9]
Selanjutnya dikemukakan oleh para pakar penyusun tafsir Al Muntakhob itu bahwa teori kedua dan yang dapat difahami dari firman Allah di atas menyatakan bahwa bumi dan langit pada dasarnya tergabung secara koheren sehingga tampak seolah satu masa. Hal ini sesuai dengan penemuan mutakhir mengenai teori terjadinya alam raya. Menurut penemuan itu, sebelum terbentuk seperti sekarang ini, bumi merupakan kumpulan sejumlah besar kekuatan atom-atom yang saling berkaitan dan di bawah tekanan sangat kuat yang hampir tidak dapat dibayangkan oleh akal. Selain itu, penemuan mutakhir itu juga menyebutkan bahwa semua benda langit sekarang beserta kandungan-kandungannya, termasuk di dalamnya tata surya dan bumi, sebelumnya terakumulasi sangat kuat dalam bentuk bola dan jari-jarinya tidak lebih dari tiga juta mil. Lanjutan firman Allah yang berbunyi ’...fa fataqnaahuma...’ merupakan isyarat tentang apa yang terjadi pada cairan atom pertamanya berupa ledakan dahsyat yang mengakibatkan tersebarnya benda-benda alam raya ke seluruh penjuru yang berakhir dengan terciptanya berbagai benda langit yang terpisah, termasuk tata surya dan bumi.[10]
b. أَفَلَا يُؤْمِنُونَ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ, “Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup”, yakni pangkal bagi setiap yang hidup. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abi Hurairah RA, dia berkata: “ Aku berkata, wahai Rasulullah, sesungguhnya apabila aku melihatmu, maka senanglah hatiku dan suka citalah aku. Maka beritahukanlah kepadaku ihwal segala perkara. Beliau bersabda, ‘Segala makhluk tercipta dari air’. Aku berkata beritahukanlah kepadaku sebuah amalan yang jika aku lakukan, maka aku akan masuk surga. Beliau bersabda, ‘Sebarkanlah ucapan salam, berilah makanan, sambungkanlah tali silaturrahim dan dirikanlah shalat malam tatkala orang-orang terlelap tidur. Kemudian Allah akan memasukanmu ke dalam surga dengan aman’ ”. ( HR. Ahmad )[11]
Dari Qotadah : ‘Setiap segala sesuatu yang hidup itu diciptakan dari air ‘.[12]
Ada yang memahami ayat ini dalam arti segala yang hidup membutuhkan air atau pemeliharaan kehidupan segala sesuatu adalah dengan air, atau Kami jadikan dari cairan yang terpancar dari shulbi (sperma) segala yang hidup ya’ni dari jenis binatang.
Para pengarang tafsir Al Muntakhab berkomentar bahwa ayat ini telah dibuktikan kebenarannya melalui penemuan lebih dari satu cabang ilmu pengetahuan. Sitologi ( Ilmu tentang susunan dan fungsi sel ) misalnya, menyatakan bahwa air adalah komponen terpenting dlam pembentukan sel yang merupakan satuan banggunan pada setiap makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan. Sedang biokimia menyatakan bahwa air adalah unsure yang sangat penting pada setiap interaksi dan perubahan yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup. Air berfungsi sebagai media, factor pembantu, bagian dari proses interaksi, atau bahkan hasil dari sebuah proses interaksi itu sendiri. Sedangkan fisiologi menyatakan bahwa air sangat dibutuhkan agar masing-masing organ dapat berfungsi dengan baik. Hilangnya fungsi itu akan berarti kematian.[13]
F. Tafsir Kontekstual
1) Asal Usul Alam Semesta
Ayat ini dipahami oleh sementara ilmuwan sebagai salah satu mukjizat Al Qur’an yang mengungkap peristiwa penciptaan planet-planet. Banyak teori ilmiah yang dikemukakan oleh para pakar dengan bukti-bukkti yang cukup kuat, yang menyatakan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan atau yang diistilahkan oleh ayat ini dengan ratqan, lalu gumpalan itu terpisah sehingga terjadilah pemisahan antara bumi dan langit. Memang kita tidak dapat memperatasnamakan Al Qur’an mendukung teori tersebut, namun agaknya tidak ada salahnya teori-teori itu memperkaya pemikiran kita untuk memahami maksud firman Allah di atas.[14]
Pada abad ke-20 ini, tepatnya pada tahun 1927, Georges E. Lemaitre (1894-1966) ahli kosmologi Belgia telah mengutarakan suatu teori yang terkenal bernama ‘ The Big Bang Theory ‘ ( Teori Dentuman Besar ), yang menyatakan bahwa alam semesta bermula dari ledakan atom pertama. Menurut teori ini, pada akhir zaman semua benda-benda yang di alam semesta akan berkumpul kembali ke satu pusat yang sama, yang bernama lubang hitam ( black hole ).[15]
Sepanjang 1920-an, para ahli astronomi mengetahui bahwa alam semesta terlihat mengembang ke segala arah, dan hal itu membingungkan mereka. Lemaitre mengatakan bahwa setiap benda di alam semesta pada suatu waktu merupakan kesatuan seperti bola salju. Bola ini kemudian meledak dan terpecah, seperti halnya serpihan-sepihan yang terlempar ketika bola salju menghantam dinding.
Meskipun kejadian itu telah berlangsung pada masa lampau, tetapi bagian-bagian alam semesta; berbagai galaksi dan bintang-bintang yang kita kenal kini tetap bergerak memisah. Lemaitre menamakan ledakan ‘atom pertama’ (primeval atom) yang mengawali alam semesta itu ‘dentuman besar (big bang)’. Kini, teori ‘dentuman besar’ alam semesta ini diakui oleh semua astronom dunia.[16]
Edwin Hubble menemukan melalui teleskopnya bahwa galaksi menjauh dari Bumi pada kecepatan sebanding dengan jaraknya. Semakin jauh jarak sebuah galaksi, semakin besar kecepatannya menjauh dari Bumi. Setiap jarak 1 tahun cahaya, sebuah galaksi menjauh pada kecepatan 16 km/ detik. Artinya, alam semesta mengembang dalam kecepatan tak terbayangkan.[17]
2) Keajaiban Air
G. Al Khulaashoh
1) Allah SWT mengajak orang-orang kafir untuk menggunakan nalarnya bahwa jika mereka berfikir dan mengetahui langit dan bumi itu mulanya bersatu padu, lalu dengan kekuasaan-Nya terpisahlah langit dan bumi sebagai tanda-tanda kebesaran Allah.
2) Segala sesuatu yang hidup itu berasal dari air dan air merupakan sumber kehidupan makhluk hidup di muka bumi.
3) Orang-orang yang mengingkari tanda-tanda kebesaran Allah berarti mereka kafir.
4) Kebenaran absolut ajaran Islam bisa dibuktikan secara ilmiah.
5) Hendaknya orang-orang mu’min bertambah keimanannya setelah mengetahui akan kebanaran Al Qur’an yang telah dibuktikan oleh fisikawan modern.
.
Daftar Pustaka
Abul Fida Ismail Ibnu Katsir Al Kursyi Ad Damsyiqi. Tafsir Ibnu Katsir. Beirut : Al Ashriyah. 2000
Buya HAMKA. Tafsir Al Azhar. Jakarta : Pustaka Panjimas. 1983
Imam Ath Thobary. Jaami’ul Bayan Fii Ta’wil Al Qur’an. Beirut : Daar Al Kutub Al Alamiyah. 1992
Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani. Fathul Qodir Al Jaami’ Baina Faniy ar Riwayah wad Diroyah fii ‘Ilmit Tafsir. Beirut : Daar al Kutub al ‘Alamiyah.
Muhammad Nasib Ar Rifa’I. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Depok : Gema Insani. 2000
Purwanto. Ensiklopedi Fisika. Bandung : Kiblat Buku Utama. 2007
Susanto, Ready. Ensiklopedi Tokoh Sains. Bandung : Kiblat Buku Utama. 2007
Quraish Shihab. Tafsir Al Misbah.
[1] Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani, Fathul Qodir Al Jaami’ Baina Faniy ar Riwayah wad Diroyah fii ‘Ilmit Tafsir , h.113
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Prof. DR. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, j.8
[5] Prof. Dr. HAMKA, Tafsir Al Azhar, juz XIII-XIV, h.46
[6] ibid
[7] Ath Thobary, Jaami’ul Bayan Fii Ta’wil Al Qur’an, j.9, h. 21
[8] Ibid
[9] Prof. DR. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, j.8
[10] Ibid
[11] Muhammad Nasib Ar Rifa’I, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, j. III, h. 294
[12] Ath Thobary, Jaami’ul Bayan Fii Ta’wil Al Qur’an, j.9, h. 21
[13] Prof. DR. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, j.8
[14] Prof. DR. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, j.8
[15] Ready Susanto, Ensiklopedi Tokoh Sains, h.107
[16] Ibid
[17] Drs. Purwanto,B.Sc., Ensiklopedi Fisika, h. 14
[18] Prof. DR. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, j.8