Free Widgets

Rabu, 02 Mei 2012

Inilah Misi Ketiga Kerasulan Nabi Muhammad SAW


REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: KH A Hasyim Muzadi

Di antara begitu banyak penyebab hilangnya keberkahan hidup, kemiskinan absolut-extreme poverty-juga diduga sebagai salah satu yang membuat hidup menjadi absurd. Tentu absurd bagi kita yang awam dalam memahami ajaran agama. Di satu sisi, kita kerap menemukan ajaran agama yang menyebutkan orang-orang miskin akan memasuki gerbang surga Tuhan 500 tahun sebelum kedatangan mereka yang kaya, sementara banyak keterangan lain juga menyebut kemiskinan sebagai situasi yang harus dijauhi.

Begitu menakutkannya kemiskinan dan kefakiran, hingga Baginda Rasul mewanti-wanti umat Islam dengan sebuah doa yang beliau ajarkan, "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran dan kefakiran." (HR Abu Dawud). Kisah Tsa'labah bin Khatib al-Anshori merupakan contoh monumental yang menjalar dari mulut ke mulut di kalangan kita, umat Islam.
Begitu fakirnya Tsa'labah, demikian diceritakan, beliau harus buru-buru meninggalkan masjid hanya setelah Rasulullah mengucapkan salam penutup shalat. Alasannya, ingin berbagi pakaian dengan istrinya agar dapat shalat pada kesempatan pertama.

Karena ketergesaannya meninggalkan majelis Rasul itu, beberapa sahabat curiga Tsa'labah termasuk kelompok munafik. Kemiskinan dan kefakiran benar-benar telah menjelma sebagai salah satu situasi yang paling menakutkan anak cucu Adam. Begitu menakutkannya kemiskinan dan kefakiran, setan pun kerap menggoda dan menggelincirkan manusia ke jurang kenistaan dan kemiskinan. "As-syaithaanu ya'idukumul faqro-setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan…" (QS al-Baqarah [2]: 268).

Karena kemiskinan amat potensial menyebabkan seseorang mengingkari keadilan Allah, kini penting dipikirkan kembali memetakan pola pendekatan agama terhadap orang-orang yang tak berdaya ini. Kelompok ini wajib diselamatkan agar benar-benar tidak terjatuh ke lembah kekufuran."Kaadal Faqru an Yakuuna Kufron-nyaris kefakiran menyebabkan kekufuran." Pernyataan di atas merupakan penegasan betapa bahayanya kefakiran dan kemiskinan.

Islam adalah ajaran mengenai luar-dalam, lahir-batin, serta tekstual-kontekstual sekaligus. Penerapan agama bukan hanya melalui fikih dengan pendekatan yang rigid, melainkan juga harus dibuka peluang menerjemahkannya dalam pranata sosial yang lebih fleksibel. Oleh sebab itu, penting bagi kita memahami pesan Alquran surah al-A'raf [7]: 157. Ayat ini secara gamblang menegaskan tiga misi utama Nabi Muhammad, yaitu pertama, amar ma'ruf nahi munkar. Kedua, menjelaskan soal halal dan haram. Ketiga, membebaskan umat dari beban yang mengimpit dan belenggu yang memasung mereka.

Ketiga misi ini melekat juga kepada kita sebagai para penerus dan pengobar semangat kenabian dan kerasulan Baginda Muhammad SAW. Mendekati permasalahan umat semata dengan misi amar ma'ruf dan nahi munkar belumlah memadai untuk terciptanya kehidupan yang penuh keberkahan. Demikian pula, hanya menggunakan pendekatan halal-haram belum akan lahir kehidupan sebagaimana menjadi misi ketuhanan di muka bumi ini. Kedua pendekatan ini harus dilengkapi dengan misi Nabi yang ketiga, yaitu membebaskan umat dari kemiskinan dan kefakiran.

Sangat mungkin seseorang mampu memenuhi semua kualifikasi syariat dalam melaksanakan sebuah ibadah, tapi mungkin tertolak karena pesan sosial tidak tertunaikan dengan benar. Alquran meminta umat Islam menjadi pembela bagi kelompok tertindas serta golongan yang lemah dan dilemahkan. Islam bukan agama kerajaan. Ia terlahir di tengah rakyat jelata yang tak berdaya akibat kuatnya aksi penindasan, kerasnya dominasi gender, dibanggakannya kebodohan, dan kejamnya tirani suku, serta melembaganya perbudakan.

Agama, dengan segenap spirit kamanusiaannya, lahir untuk menata kehidupan agar lebih berkeadilan. Karena itu, begitu banyak nabi dan utusan Tuhan harus menyabung nyawa demi tegaknya keadilan agar tercapai masyarakat yang takwa. Simaklah perjuangan beberapa nabi dalam lintasan sejarah. Nyaris semua nabi adalah pejuang revolusioner. Rata-rata mereka mengawali pengenalan misi ketuhanan dari tengah-tengah rakyat mustadh'afin alias kelompok yang dilemahkan oleh sistem. Misi ketuhanan diejawantahkan dalam misi kenabian. Misi kenabian harus dimanifestasikan dalam misi kemanusiaan yang sejati.

Sejarah menunjukkan, betapa keras dan revolusionernya perjuangan Nabi Muhammad. Baginda Rasul adalah penggembala kecil yang terus "konsisten" menjadi buruh hingga hari tuanya. Beliau bangga hidup di tengah orang miskin hingga detik-detik terakhir kehidupannya. Karena pilihannya sebagai nabi yang hamba-nabiyyan 'abdan-bukan sebagai nabi yang raja, maka beliau mampu menjelma pembela sejati bagi kaum tertindas. Atau, sebutlah beberapa nama nabi dan rasul yang berasal dari strata paling bawah dalam piramida sosial.

Nabi Nuh as tukang kayu yang nyambi menjadi guru atau Nabi Musa as yang penggembala. Nabi Ibrahim as hanya seorang tukang pemecah batu dan Nabi Isa as, selain gembala, juga tukang kayu. Sepanjang hidup dan sepanjang misi kenabian serta kerasulan mereka, para nabi akan selalu berdiri di barisan paling depan dalam membela kaum tertindas dan lemah dalam menghadapi kelompok yang lebih kuat. Sebagai penjuru orang-orang bertakwa, maka para nabi dan rasul adalah pendekar-pendekar keadilan sepanjang masa. Tidak banyak nabi dan rasul yang bergelimang harta.

Sudah barang pasti, nabi dan rasul bukanlah para masaakin dan fuqara yang meminta-minta-as-saa-il wal mahruum. Hanya, karena tingkat empati yang luar biasa, para nabi dan rasul dapat dengan mudah merasakan denyut nadi orang-orang miskin dan fakir. Semangat semacam ini pulalah yang mesti kita adopsi, umat Islam dan umat manusia. Memang kemiskinan materi tak akan pernah hilang dari denyut kehidupan, tetapi kemiskinan spiritual harus tetap menjadi alat vital kehidupan ini. Agar apa? Agar kehidupan tidak kehilangan berkahnya. Wallaahu alam bi shawaab.

Dikutip dari koran Republika rubrik refleksi Minggu, 08 Januari 2012  berjudul "Misi Ketiga Kerasulan Nabi Muhammad"

Inilah Amalan Penolak Bala

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Ustad Arifin Ilham

Hidup ini tidak seindah yang dibayangkan. Banyak hal yang tidak terduga menghampiri hidup kita. Kepahitan dan kegetiran adalah warna yang memoles lembar kehidupan manusia. Meski sesungguhnya bagi orang yang beriman dunia ini adalah surga tak berperi dengan kenikmatan dan keelokannya yang tidak bertepi.

Untuk kita yang saat ini sedang dalam kubangan musibah ada baiknya kita mencoba menyisir jalan kebaikan berikut ini. Atau, kita yang sedang dihantui kegagalan, inilah amalan yang menghibur untuk menolak berbagai kemungkinan bala.

Pertama, melazimkan doa. Orang yang terbiasa dengan berdoa akan mengalir sebuah kekuatan yang mampu menjadikan dirinya tegar. Bahkan, doa adalah sebuah proteksi ampuh menstabilkan kondisi hati dengan berbagai macam keadaannya.

Disebut oleh Nabi Muhammad SAW, “Tidak ada yang mampu menolak takdir kecuali doa.” (HR Ahmad). Bahkan, ada doa yang langsung dari Allah untuk menuntun kita terhindar dari berbagai ujian, musibah, dan bala. “Duhai Allah jangan sekali-kali Engkau uji kami di luar batas kemampuan kami.” (QS al-Baqarah [2]: 286).

Kedua, kesungguhan takwa. Banyak disebut oleh berbagai ayat bahwa kesungguhan dan keseriusan dalam ketakwaan mengantarkan ketangguhan spiritual dalam menyelesaikan setiap kesulitan hidup. Ini artinya semangat takwa menghindarkan sebuah peristiwa buruk dalam hidup manusia. “Siapa yang bertakwa maka Allah jadikan baginya jalan keluar. Dan Allah karunia kan rezeki dari arah tak terduga. Siapa yang menyerahkan urusannya ke pada Allah maka akan dicukupkan (nikmat dan kebutuhannya) …” (Baca QS al- Thalaq [65]: 2-3).

Ketiga, rida orang tua. Setelah kita tegak dengan nilai-nilai Langit seperti disebut oleh dua poin di atas, saatnya kita mengumpulkan energi dari bumi. Dan, kita perlu memulainya dari bilik kedua orang tua kita. Doa dan restu mereka yang pada urutannya mengantarkan kepada sejuta kebaikan, yang kita unduh tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Keramat terampuh di dunia ini tidak lain doa dan restu orang tua. “Rida Allah ada pada rida orang tua dan murka-Nya ada pada murka kedua orang tua,” demikian sabda Nabi Muhammad SAW riwayat al-Hakim.

Keempat, sedekah. Keutamaan sedekah sudah banyak yang menyebutkan. Bahkan, secara terang sebuah hadis mengisyaratkan, “Sedekah itu benar-benar menolak bala.” (HR Thabrani dari Abdullah ib nu Mas’ud). Karena, agama adalah amal. Maka, nikmat dan kelezatan beragama akan berasa jika kita benar-benar mengamalkan. Karena itu, saat nya kita buktikan dengan amal nyata. Kita bersedekah pasti ada proteksi bala yang langsung Allah desain.

Kelima, istighfar. “Kami tidak akan turunkan azab bencana selama mereka masih beristighfar.” (QS al-Anfal, 8: 33). Berikutnya, silaturahim, berzikir, dan selawat. Terkait dengan zikir, disebut oleh Nabi SAW, “Petir menyambar siapa pun, tetapi petir tidak akan menyambar orang yang sedang berzikir.”

Terakhir, senantiasa berbuat baik. Kebaikan yang kita tebarkan di bumi adalah kebaikan untuk kita yang Allah gelontorkan dari langit (QS ar- Rahman [55]: 60). Wallahu a’lam.

Adab Bertetangga Ala Rasulullah SAW


REPUBLIKA.CO.ID, Tetangga adalah orang pertama yang mengetahui dan merasakan kebaikan juga gangguan kita. Karena itu, adab mulia bertetangga sangat ditekankan dalam syariat Islam. Tetangga bisa saja orang yang pintu rumahnya paling dekat dengan kita atau orang yang jauh rumahnya dengan kita, tetapi paling banyak tahu dengan kondisi-kondisi keseharian kita. Dalam syariat Islam, memenuhi hak tetangga karena kedekatan pintu rumah lebih diutamakan ketimbang yang jauh.

Dari Aisyah, dia berkata: "Wahai Rasulullah, saya memiliki dua tetangga, lalu manakah yang lebih aku beri hadiah terlebih dahulu?'' Beliau menjawab: "Yang lebih dekat dengan pintu rumahmu.'' (HR Bukhari-5561)

Begitu pentingnya memuliakan tetangga, sampai-sampai Jibril mewasiatkan secara khusus tentang hal itu. Dari Aisyah, Nabi SAW bersabda: "Jibril senantiasa mewasiatkanku untuk berbuat baik terhadap tetangga sehingga aku mengira tetangga juga akan mendapatkan harta waris.'' (HR Bukhari-5555)

Adab Islam menganjurkan untuk memberi perhatian kepada tetangga dan jangan melalaikan perhatian kepada mereka. Nabi SAW bersabda: "Wahai para wanita Muslimah, janganlah antara tetangga yang satu dan lainnya saling meremehkan walaupun hanya dengan memberi kaki kambing.'' (HR Bukhari-5558). Sekecil apa pun pemberian untuk menunjukkan perhatian dan kebersamaan sosial tidak boleh dianggap ringan walaupun pemberian itu hanya sekadar kaki kambing.

Islam menetapkan bahwa siapa yang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah mengganggu tetangganya. Islam juga menegaskan betapa berdosanya seseorang yang tetangganya tak merasa aman dari gangguannya. Dari Abu Syuraih bahwasanya Nabi SAW bersabda: "Demi Allah, tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.'' Ditanyakan kepada beliau: "Siapa yang tidak beriman wahai Rasulullah?'' Beliau bersabda: "Yaitu, orang yang tetangganya tidak merasa aman dengan gangguannya.'' (HR Bukhari-5557)

Islam juga menganjurkan untuk memberikan kelapangan bagi tetangga dan memperhatikan hal-hal kecil yang menjadi kebutuhan tetangga. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah seseorang melarang tetangganya untuk menyandarkan kayunya di dinding rumahnya.'' Kemudian, Abu Hurairah RA berkata: "Jangan sampai aku lihat kalian menolak ketentuan hukum ini. Demi Allah, kalau sampai terjadi, akan aku lempar kayu-kayu itu menimpa pundak-pundak kalian.'' (HR Bukhari-2283).

Wallahu a'lam bish shawab.
konsultasi agama
Pengasuh, Ustaz Bachtiar Nasir

Masjid Selimiye: Karya Termasyhur dari Mimar Sinan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhamad Syarif AS*

Kesultanan Turki Usmani merupakan sebuah dinasti besar yang berkuasa pada akhir abad ke-13 sampai awal abad ke-20. Di bawah kepemimpinan Sultan Selim I dan Sultan Sulaiman pada abad ke-16 M, Dinasti Usmani berhasil mencapai puncak kejayaannya. Saat itu, wilayah kedaulatannya membentang dari Aljazair di sebelah barat hingga Azerbaijan di sebelah timur dan Yaman di sebelah selatan sampai Hungaria di sebelah utara.

Dengan kata lain, 43 negara dari tiga benua yang ada saat ini pernah dikuasai Dinasti Usmani. Puncak kejayaan Usmani mengantarkannya pada periode klasik. Pada periode inilah Dinasti Usmani memfasilitasi kesultanannya dengan berbagai sarana pemerintahan dan sarana publik berupa bangunan-bangunan bernilai tinggi.

Sampai sekarang, jejak-jejak era keemasan Usmani masih bisa dirasakan melalui karya-karya arsitektur yang tersebar di berbagai penjuru wilayah kedaulatannya, terutama di Turki. Proyek pembangunan Dinasti Usmani pada era tersebut tidak dapat lepas dari peran seorang jenius bernama Mimar Sinan yang kala itu menjabat sebagai kepala arsitek dan teknik sipil Kesultanan Usmani.

Ia melaksanakan tugasnya pada masa kepemimpinan Sultan Sulaiman, Sultan Selim II, dan Sultan Murad III.  Merujuk pada tulisan Sai Mustafa Celebi yang berjudul Tezkiretul Ebniye, semasa hidupnya, Mimar Sinan telah mengepalai pendirian 476 buah bangunan berupa masjid, sekolah, pemandian, istana, jembatan, madrasah, rumah sakit, dan berbagai sarana lainnya.

Di antara deretan karyanya tersebut terdapat sebuah bangunan monumental yang diakui oleh Mimar Sinan sendiri sebagai karyanya paling termasyhur, yaitu Masjid Selimiye.
Masjid Selimiye dibangun di Kota Edirne. Menurut catatan Evliya Celebi, seorang penjelajah asal Kesultanan Usmani, dipilihnya Edirne sebagai tempat pembangunan masjid tersebut didasarkan pada mimpi Sultan Selim II. Di dalam mimpinya, Nabi Muhammad SAW memerintah Sang Sultan untuk membangun sebuah masjid besar di Edirne, kota yang menurut mimpi itu dilindungi oleh Nabi Muhammad.

Alasan lainnya menyatakan bahwa para sultan terdahulu telah mendirikan begitu banyak masjid besar di Turki wilayah timur, sedangkan baru sedikit saja yang berada di wilayah sebelah barat. Padahal, daerah ini memiliki peran yang sangat penting, khususnya Kota Edirne yang menjadi gerbang penghubung antara daratan Turki dengan Benua Eropa. Oleh karena itu, dipilihnya Edirne sebagai tempat pembangunan masjid ini dianggap sebagai pilihan yang sangat bijak.

Sultan Selim II sebagai pemrakarsa masjid memercayakan proses perancangan dan pembangunannya kepada Mimar Sinan. Sang Arsitek sampai membutuhkan waktu delapan tahun untuk menyendiri dan memikirkan rancangan masjid yang akan menjadi karya terbesarnya itu. Pembuatan pondasinya saja membutuhkan waktu dua tahun. Hal ini dilakukan untuk menstabilkan permukaan dan tekstur tanah di lokasi pendirian masjid.

Proyek pembangunan masjid yang dikerjakan oleh 14.400 pekerja ini menghabiskan dana sebesar 4,58 juta keping emas. Pengerjaannya  dimulai tahun 1568 dan selesai pada 27 November 1574, tetapi masjid ini baru dibuka untuk umum pada tanggal 14 Maret 1575, tiga bulan setelah Sultan Selim II mangkat. Sang Sultan tidak sempat meresmikan masjid yang telah diprakarsainya itu.

Tandingan Hagia Sophia
Dahulu terdapat sebuah ungkapan dari kalangan arsitek Kristen yang menyatakan bahwa tidak akan ada seorang pun arsitek Muslim yang dapat membangun kubah sebesar kubah Hagia Sophia di Istanbul. Pandangan negatif inilah yang menjadi motivasi bagi Mimar Sinan untuk membangun Masjid Selimiye.

Dengan berdirinya masjid ini, akhirnya ejekan dari para arsitek Kristen itu pun terpatahkan. Mimar Sinan berhasil mendirikan Masjid Selimiye yang memiliki kubah berdiameter 31 meter, setara dengan kubah Hagia Sophia.  Tinggi kubah utama dari lantai dasar Masjid Selimiye adalah 42 meter.

Kubah utama ini memiliki penampang berbentuk persegi delapan yang masing-masing sudutnya ditopang oleh delapan pilar besar. Bagian antara dasar kubah dengan kedelapan pilar tersebut diisi oleh muqarnas (ornamen berbentuk stalaktit). Di bawahnya, empat buah half-dome (kubah terpotong) ditempelkan pada keempat sisi penampang kubah utama dan sebuah half-dome lainnya menaungi ruang mihrab.

Dengan demikian, apabila dilihat dari atas, rangkaian kubah terpusat Masjid Selimiye terlihat seperti seekor kura-kura. Jumlah half-dome dan kubah kecil yang menaungi ruang shalat utama masjid terbilang sangat sedikit. Hal ini membuat kubah raksasa yang berada di pusat bangunannya terlihat sangat dominan.

Seperti masjid bergaya Usmani lainnya, Masjid Selimiye memiliki halaman berbentuk persegi panjang dengan sebuah tempat wudhu berupa air mancur (sardivan) di tengahnya. Area terbuka ini dikelilingi oleh portico (teras berpilar) yang beratapkan 18 kubah. Portico Masjid Selimiye memiliki 16 pilar. Menurut para ilmuan, pilar-pilar tersebut berasal dari Mesir, Siprus, Syria, dan Turki. Halaman dengan gaya sepeti ini mengadopsi bentuk peristyle pada halaman bergaya Romawi Kuno atau bentuk sahn pada bangunan-bangunan di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Pada keempat sudut masjid bediri empat buah menara setinggi 84 meter. Masing-masing menara memiliki tiga buah balkon. Dua menara di antaranya memiliki tiga buah pintu tangga yang menuju langsung pada ketiga balkonnya. Artinya, terdapat tiga jalur tangga yang berbeda pada sebuah menara. Hal tersebut merupakan bukti lain dari kejeniusan seorang Mimar Sinan.

Ruang utama masjid terdiri dari dua lantai, yaitu lantai dasar sebagai tempat shalat utama dan lantai atas berupa balkon yang mengelilingi ruangan utama. Rancangan seperti ini adalah ciri khas masjid berarsitektur Turki Usmani.

Masjid Selimiye diterangi oleh 384 buah jendela. Ratusan jendela itu terbagi ke dalam lima tingkatan. Jendela-jendela pada tingkat terbawah dan tingkat kedua menerangi lantai dasar dan balkon masjid. Barisan jendela pada tingkat ketiga dan keempat merupakan jendela-jendela clerestory (jendela pada dinding atas) yang cukup banyak membiaskan cahaya alami ke dalam masjid.

Pada tingkat kelima terdapat deretan jendela kubah yang menerangi interior kubah masjid. Sinan menggunakan kaca jendela berwarna terang untuk memberikan efek pencahayaan yang maksimal pada interiornya.  Interior masjid didominasi oleh Marmer berwarna putih dan coklat muda dari Pulau Marmara serta ubin-ubin keramik yang berasal dari Kota Iznik.

Berbagai ornamen kaligrafi karya Hasan Celebi, hiasan arabes, dan muqarnas khas corak Usmani klasik pun turut menghiasi interior dan eksteriornya. Hampir seluruh lengkungan antarpilar yang terdapat pada Masjid Selimiye terdiri dari voussoir (balok-balok pembentuk lengkungan) berwarna merah dan putih yang disusun secara berselingan.

Di dalam masjid, tepat di tengah ruang shalat utama terdapat mahfil muazin, yaitu bangunan menyerupai panggung yang berfungsi sebagai tempat untuk mengumandangkan azan. Mahfil muazin di Masjid Selimiye memiliki tinggi 2,4 meter dan ditopang oleh 12 tiang kecil dengan lengkungan berukir. Letak mahfil yang berada tepat di bawah kubah utama ini sempat menimbulkan kontroversi karena biasanya mahfil muadzin diletakkan di pinggir ruang shalat utama.

Sinan meletakannya tepat di tengah supaya tidak mengganggu kesimetrisan masjid. Di bawah mahfil muadzin, Sang Arsitek menempatkan sebuah air mancur kecil sebagai metafora jiwa dari kubah raksasa yang tepat berada di atasnya.

Mihrab Masjid Selimiye terletak pada sebuah ceruk yang menonjol keluar seperti apse pada bangunan gereja. Mihrab ini terbuat dari pahatan batu marmer monolitik yang dihiasi ornamen geometri dan kaligrafi. Sebuah mimbar bertangga yang sangat tinggi terletak di sebelah kanan ceruk mihrab.

Mahfil sultan sebagai tempat shalat sultan dan para petinggi negara berada di atas balkon yang terletak di sebelah kiri ceruk mihrab. Semua lantai masjid ditutupi oleh karpet berwarna merah. Pada malam hari, pencahayaan interior masjid dibantu oleh sekian banyak lampu gantung.

Masjid Selimiye yang bediri di atas lahan seluas 2.475 meter persegi ini dapat menampung sekitar enam ribu jamaah. Hingga kini, masjid yang berusia empat abad tersebut menjadi ikon Kota Edirne sekaligus menjadi salah satu warisan terbesar peradaban Islam di bidang arsitektur.

 * penulis Alumnus UNPAD

Sejarah Pembukuan Hadis

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Heri Ruslan

Memasuki abad ke-3 H, para ulama mulai memilah hadis-hadis sahih dan menyusunnya ke dalam berbagai topik.

Memasuki abad ke-8 M, satu per satu penghafal hadis meninggal dunia. Meluasnya daerah kekuasaan Islam juga membuat para penghafal hadis terpencar-pencar ke berbagai wilayah. Di tengah kondisi itu, upaya pemalsuan hadis demi memuluskan berbagai kepentingan merajalela.

Kondisi itu mengundang keprihatinan Umar bin Abdul Aziz (628-720 M), Khalifah  Dinasti Umayyah kedelapan yang berkuasa pada 717-720 M.  Guna mencegah punahnya hadis, Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pembukuan hadis-hadis yang dikuasai para penghafal. Gagasan pembukuan hadis itu pun mendapat dukungan dari para ulama di zaman itu.

Sang Khalifah yang dikenal jujur dan adil itu segera memerintahkan Gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm (wafat 117 H) untuk mengumpulkan hadis dari para penghafal yang ada di tanah suci kedua bagi umat Islam itu. Saat itu, di Madinah terdapat dua ulama besar penghafal hadis, yakni Amrah binti Abdurrahman dan Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar as-Siddiq.

‘’Kedua ulama besar itu paling banyak menerima hadis dan paling dipercaya dalam meriwayatkan hadis dari Aisyah binti Abu Bakar,’’ tulis Ensiklopedi Islam. Selain itu,  Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga memerintahkan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (wafat 124 H) untuk menghimpun hadis yang dikuasai oleh para ulama di Hijaz dan Suriah.

Sejarah peradaban Islam mencatat Az-Zuhri sebagai ulama agung dari kelompong tabiin pertama yang membukukan hadis.  Memasuki abad ke-2 H atau abad ke- 8 M, upaya  pengumpulan, penulisan, serta pembukuan hadis dilakukan secara besar-besaran. 

Para ulama penghafal hadis mencurahkan perhatian mereka untuk menyelamatkan ‘’sabda Rasulullah SAW’’ yang menjadi pedoman kedua bagi umat Islam, setelah Alquran. Ulama diberbagai kota peradaban Islam telah memberi kontribusi yang besar bagi pengumpulan, penulisan, dan pembukuan buku di abad ke-2 H.

Di kota Makkah, ulama yang getol dan fokus menyelamatkan hadis adalah Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Pembukuan hadis di kota Madinah dilakukan oleh Malik bin Anas atau Imam malik dan Muhammad bin Ishak. Kegiatan serupa juga dilakukan ulama di kota-kota peradaban Islam seperti; Basrah, Yaman, Kufah, Suriah,  Khurasan dan Rayy (Iran), serta Mesir.

Upaya pengumpulan, penulisan, dan pembukuan hadis pada masa itu belum sesuai harapan. Pada masa itu, masih terjadi percampuran antara sabda Rasulullah SAW dengan fatwa sahabat dan tabiin. Hal itu tampak pada kitab Al-Muwatta  yang disusun oleh Imam Malik.

Pada zaman itu, isi kitab hadis terbilang amat beragam.  Sehingga, ada  ulama yang menggolongkannya sebagai al-musnad, yakni kitab hadis yang disusun  berdasarkan urutan nama sahabat yang menerima hadis dari Rasulullah SAW.

Selain itu, ada pula yang memasukan pada kategori al-jami,  yakni kitab hadis yang memuat delapan pokok masalah, yakitu akidah, hukum, tafsir, etika makan-minum, tarikh, sejarah kehidupan Nabi SAW, akhlak, serta perbuatan baik dan tercela.

Ada pula yang menggolongkan kitab hadisnya sebagai al-mu’jam, yakni  kitab yang memuat hadis menurut nama sahabat, guru, kabilah,  atau tempat hadis itu didapatkan; yang diurutkan secara alfabetis.

Berbagai upaya dilakukan para ulama periode berikutnya. Para tabiin dan generasi sesudah tabiin mencoba memisahkan antara sabda Rasulullah SAW dengan fatwa para sahabat dan tabiin. Para ulama pun menuliskan  hadis yang termasuk sabda Rasulullah lengkap dengan sanadnya atau dikenal sebagai al-musnad.

Ulama yang generasi pertama yang menulis al-musnad adalah Abu Dawud Sulaiman Al- Tayasili (133-203 H).  Setelah itu, ulama generasi berikutnya juga menulis al-musnad. Salah seorang ulama terkemuka yang menulis kitab hadis itu adalah Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali. Kitab hadisnya dikenal sebagai  Musnad al-Imam Ahmad Ibnu Hanbal.

Meski telah memisahkan antara hadis sabda Rasulullah SAW dengan fatwa sahabat dan tabiin, al-musnad dianggap masih memiliki kekurangan, karena masih mencampurkan hadis sahih, hasan, daif, bahkan hadis palsu alias maudhu.

Memasuki abad ke-3 H, para ulama mulai memilah hadis-hadis sahih dan menyusunnya ke dalam berbagai topik. Abad ini disebut sejarah islam sebagai era tadwin atau pembukuan Alquran. Pada masa ini, muncul ulama-ulama ahli hadis yang membukukan sabda Rasulullah SAW secara sistematis.

Para ulama hadis yang muncul di abad pembukuan hadis itu antara lain;  Imam  Bukhari menyusun Sahih al-Bukhari; Imam Muslim menyusun Sahih Muslim; Abu Dawud menyusun kitab Sunan Abi Dawud; Imam Abu Isa Muhammad At-Tirmizi menyusun kitab Sunan at-Tirmizi;  Imam An-Nasai menyusun kitab Sunan An-Nasai dan Ibnu Majah atau Muhammad bin Yazid ar-Rabai al-Qazwini. Keenam kitab hadis ini kemudian dikenal dengan sebutan al-Kutub as-Sittah  atau kitab hadis yang enam.

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam menetapkan hadis keenam pada jajaran al-Kutub as-Sittah.  Sebagian ulama berpendapat, kitab yang keenam itu adalah Sunan Ibnu Hibban karya Ibnu Hibban al-Busti (270-354 H). Ulama lainnya menempatkan al-Muwatta karya Imam Malik sebagai kitab hadis keenam.

Islam di Kenya: Mendamba Hukum Islam

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Friska Yolandha

Selama berabad-abad, kaum Muslim berkembang di pesisir pantai timur Afrika dengan hukum Islam.

Syekh Mohammed Khalifa membuat kejutan.  Pemimpin Muslim Kenya itu mengusulkan agar hukum atau syariat Islam diterapkan dalam menangani kasus homoseksual. Menurut dia, kaum homo dan mereka yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak  harus dihukum mati.

‘’Kematian adalah hukuman yang hanya diberikan oleh Islam untuk orang-orang yang seperti itu. Hukuman ini sudah dilakukan di Cina dan Iran,"  ujar sekretaris Dewan Imam dan Khotib Kenya itu seperti dikutip surat kabar Daily Nation Kenya.  Pihaknya mendesak pemerintah Kenya mempertimbangkan hukuman tersebut guna kejahatan yang tidak manusiawi itu.

Pernyataan Syekh Mohammed Khalifa itu langsung menyebar ke berbagai penjuru dunia. Pihaknya juga menuntut agar pemerintah Kenya bertindak keras terhadap lembaga yang memperjuangkan hak-hak kaum gay dan lesbian di negaranya.

Republik Kenya adalah sebuah negara di Afrika Timur. Di sebelah utara, negara itu berbatasan dengan Ethiopia. Di bagian timur bertetangga dengan Somalia. Di sebelah Selatan berdekatan dengan Tanzania. Di ujung barat berdempetan dengan Uganda, di barat laut merapat dengan Sudan dan di tenggara terhubung dengan Samudera Hindia.

Menurut data pada Badan Intelijen Amerika (CIA) Kenya adalah rumah bagi 3,9 juta Muslim atau 10 persen dari total populasi yang mencapai 39 juta jiwa. Namun, pemimpin Muslim di negeri itu meyakini total populasi Muslim mencapai 10 juta jiwa. Populasi Muslim memang sangat sulit untuk dihitung secara akurat, karena banyak dari mereka yang hidup nomaden di wilayah utara dan timur Kenya.

‘’Banyak pula yang menetap di wilayah kering di perbatasan Ethiopia dan Somalia, merasa sangat terisolasi,’’ ujar Mohamed Ali, wakil kepala sekolah di kota Mandera, Kenya. Sebagian besar Muslim Kenya menetap di kawasan pesisir. Mayoritas umat islam di negara itu menganut mazhab Sunni, namun ada pula yang bermazhab Syiah.
                                                                            ***
Sejarah hukum Islam di Kenya

Islam telah tiba di Kenya sejak abad ke-8 M. Tak heran jika selama berabad-abad, kaum Muslim berkembang di pesisir pantai timur Afrika dengan hukum Islam. Namun, invasi Portugis telah membuat pengaruh Islam di negara itu meredup. Islam kembali bangkit 200 tahun kemudian, setelah Portugis berhasil diusir dari Kenya.

Kepentingan Inggris terhadap daerah Afrika bagian timur dimulai pada akhir abad ke-19, ketika mereka mendirikan Perusahaan Kerajaan Inggris Afrika Timur. Mereka menemukan sistem peradilan Islam berlaku dan dijalankan di Kenya. Pada  1895,  Sultan Zanzibar tak keberatan dan menyetujui Inggris mengelola  jalur sepanjang  pantai sebagai protekorat, bukan sebagai koloni.

Hal itu berbeda dengan daerah di daratan yang menjadi koloni. Sultan Zanzibar meminta Inggris menghargai sistem peradilan Islam yang berada di daerah tersebut. Meskipun Inggris menghormatinya, sistem peradilan Islam perlahan-lahan menghilang. Yang tinggal hanyalah undang-undang mengenai pribadi, seperti pernikahan, perceraian, dan warisan.

Hukum-hukum itu diterapkan oleh Pengadilan Liwali, Mudir, dan Qadi. Kebijakan yang hanya mengatur mengenai undang-undang pribadi ini juga dilakukan di beberapa wilayah Muslim, seperti Nigeria Utara dan India yang juga berada di bawah kekuasaan Inggris.

Kepala Qadi atau hakim diangkat untuk menjadi pemimpin sistem peradilan Islam. Ia menjadi pegawai negeri yang ditunjuk oleh administrator kolonial seperti halnya petugas yudisial lain. Kantor Kepala Qadi  Kenya berlokasi di Kota Mombasa, kota kedua terbesar di negara tersebut. Salah seorang kepala Qadi yang terkenal adalah Syekh Muhammad bin al-Farsy.

Ia terkenal karena karyanya yang monumental, yaitu Qura'aini Takatifu, yaitu terjemahan Alquran ke bahasa Swahili. Setelah Kenya meraih kemerdekaan, Pengadilan Qadi didirikan dan Kepala qadi sebagai hakim. Kepala qadi dipilih oleh Komisi Yudisial. Mereka ditempatkan di provinsi-provinsi yang terletak di pesisir pantai dan timur laut, yang mayoritas penduduknya adalah Muslim.

Kini, ada 14 qadi di Kenya. Mereka ditempatkan di beberapa daerah, antara lain; Mombasa, Nairobi, Kisumu, Nakuru, Mandera, Kwale, dan lain-lain. Namun jumlah ini masih belum memadai, karena ternyata umat Islam dijumpai di hampir seluruh wilayah.
                                                                   ***

Pada 1981,  pemerintah mengusulkan untuk menggabungkan hukum. Gagasan irtu ditolak oleh masyarakat Muslim karena dianggap menjauhkan diri dari hukum mereka. Adalah Syekh Abdallah Farsy menjadi orang yang memimpin masyarakat yang memprotes hukum baru tersebut. Pemerintah Kenya pun membatalkan niatnya untuk menggabungkan hukum.

Pada 2005,  pemerintah Kenya kembali mengusulkan sebuah proposal untuk membuat sebuah konstitusi baru. Meskipun masyarakat Muslim memiliki hak partisipasi dalam seluruh prosesnya, mereka tidak menyukai ketentuan yang terdapat pada aturan baru itu, karena melemahkan Pengadilan Qadi.

Kalangan non-Muslim gencar berkampanye untuk menghapuskan pengadilan Islam itu. Kaum Muslim memutuskan untuk menentang hukum yang diusulkan. Umat Islam bergabung dalam Kampanye Oranye untuk menentang rancangan konstitusi yang melemahkan syariat Islam itu. Mereka tetap mendamba hukum Islam tetap ditegakkan.