Dia seorang pengamen dengan gitarnya, dia melompat dari satu bus ke bus yang lain yang penuh sesak di
Karel mengaku merokok setengah bungkus, kira-kira Rp 5000 sehari. Tapi dia masih merasa mending dibanding teman-temannya yang lain yang menghabiskan sebungkus rokok bahkan lebih dalam sehari. Karel mengaku penghasilannya sebagai pengamen tidaklah banyak. Kadang-kadang dalam sehari dia beruntung bisa ketemu nasi, kadang-kadang tidak. Kalau dapat uang, uangnya pertama-tama dibelikan rokok, lalu untuk bayar sewa kontrakan, setelah itu baru untuk makan.
Karel merokok sudah sejak usia 18 tahun. Lelaki 33 tahun ini mangaku awalnya hanya ingin tahu dan coba-coba merokok bersama teman-temannya sesama pengamen. Tapi dari coba-coba itu dia jadi tak bisa melepaskan diri dari rokok bahkan sampai ketagihan seperti sekarang. Dia mengaku, kalau tak merokok rasanya tubuhnya lemas.
Lain Karel lain pula cerita Ridho (17). Kuli bangunan lepas di Jakarta Selatan ini mengaku mendapat upah rata-rata Rp. 15 ribu sehari sebagai pengayak pasir. Dari uang itu, setengahnya dia belanjakan untuk membeli rokok. Ridho mengatakan merokok adalah segalanya bagi remaja laki-laki seperti dirinya. Merokok bisa menghilangkan stres bahkan lebih dari pacar buatnya. Rokok itu segalanya baginya, karena rokok bisa menghilangkan pusing dan jenuhnya menghadapi kerasnya hidup di
Terima tidak terima,
Survei juga menunjukkan, pengeluaran orang miskin untuk rokok 17 kali dari pada membeli daging, 15 kali dibandingkan pengeluaran kesehatan, dan 9 kali dibanding pengeluaran pendidikan. Itulah mungkin sebabnya orang miskin susah membiayai pendidikan dan tidak bisa menyantap makanan bergizi gara-gara membeli rokok. Tak hanya menggerogoti paru-paru, rokok juga ternyata membuat orang miskin
Fakta-fakta mengerikan ini tidak terlepas dari sangat murahnya harga rokok di
Selain menggerogoti dompet orang miskin, rokok juga penyebab kematian nomor tiga di
Perlu usaha keras dari berbagai pihak untuk mengentaskan persoalan ini. Pemerintah harus membuat aturan ketat tentang rokok. Membebani industri rokok dengan pajak tinggi, tetap bukan solusi utama. Melarang orang merokok di tempat umum, ternyata juga belum ampuh untuk menurunkan jumlah perokok. Diperlukan regulasi yang ketat agar perokok baru tidak bertambah, selain itu, tentu saja diperlukan sesuatan cinta antara sesama – terutama dari anggota keluarga – untuk saling mengingatkan bahwa rokok tidak hanya membahayakan kesehatan, tapi juga mempertebal kemiskinan.
Sumber: Harian Umum Republika Jumat 19 maret 2010 hal 22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan bubuhkan komentar anda