REPUBLIKA.CO.ID, Al-Qarni juga dikenal sebagai tokoh pembaruan di
Arab Saudi dan berani menyuarakan kebenaran. Keberaniannya menyuarakan
kebenaran ini sempat membuatnya merasakan jeruji besi pemerintah
Al-Saud.
Ia mendekam dalam penjara selama 10 bulan pada 1996. Kesalahannya saat itu, ia bersama beberapa orang ulama muda Saudi lainnya berani berteriak lantang menentang kehadiran pasukan Amerika Serikat di Arab Saudi atas undangan pemerintah Al-Saud. Sikap para ulama ini ditunjukkan melalui bait-bait syair yang mereka terbitkan.
Ayah dari tiga putera dan enam puteri ini kemudian ditempatkan di sebuah penjara khusus. Dalam sebuah wawancara dengan harian Republika beberapa tahun lalu, Al-Qarni mengungkapkan bahwa selama dipenjara ia banyak membaca buku tentang musibah dan problematika manusia, pembunuhan serta hubungan bapak dan ibu atau hubungan anak dan orangtua.
Ia terinspirasi untuk memberikan solusi pada orang-orang yang tertimpa masalah tersebut melalui tulisan. Berawal dari sinilah karyanya yang fenomenal Laa Tahzan tercipta.
Ia mendekam dalam penjara selama 10 bulan pada 1996. Kesalahannya saat itu, ia bersama beberapa orang ulama muda Saudi lainnya berani berteriak lantang menentang kehadiran pasukan Amerika Serikat di Arab Saudi atas undangan pemerintah Al-Saud. Sikap para ulama ini ditunjukkan melalui bait-bait syair yang mereka terbitkan.
Ayah dari tiga putera dan enam puteri ini kemudian ditempatkan di sebuah penjara khusus. Dalam sebuah wawancara dengan harian Republika beberapa tahun lalu, Al-Qarni mengungkapkan bahwa selama dipenjara ia banyak membaca buku tentang musibah dan problematika manusia, pembunuhan serta hubungan bapak dan ibu atau hubungan anak dan orangtua.
Ia terinspirasi untuk memberikan solusi pada orang-orang yang tertimpa masalah tersebut melalui tulisan. Berawal dari sinilah karyanya yang fenomenal Laa Tahzan tercipta.
Berlembar-lembar tulisan pun menjadi bukti ketekunannya dalam
menjalankan hari-harinya di penjara. ''Sekitar 100 halaman pertama saya
tulis di penjara,'' tuturnya.
Setelah keluar dari penjara, Aidh Al-Qarni melanjutkan tulisannya. Untuk menyelesaikan lembar-lembar itu, dia membutuhkan referensi 300 judul buku dalam berbagai bahasa. Hingga akhirnya, lahirlah buku Laa Tahzan yang diterjemahkan menjadi Jangan Bersedih dalam edisi Bahasa Indonesia.
Ia menyusun Laa Tahzan selama tiga tahun dan mengeditnya tiga kali setiap menulis satu bagian buku. Hasilnya sungguh fenomenal. Buku yang sudah diterjemahkan ke dalam 29 bahasa dunia ini telah diterbitkan oleh puluhan penerbit dan mencapai angka penjualan fantastis.
Setelah keluar dari penjara, Aidh Al-Qarni melanjutkan tulisannya. Untuk menyelesaikan lembar-lembar itu, dia membutuhkan referensi 300 judul buku dalam berbagai bahasa. Hingga akhirnya, lahirlah buku Laa Tahzan yang diterjemahkan menjadi Jangan Bersedih dalam edisi Bahasa Indonesia.
Ia menyusun Laa Tahzan selama tiga tahun dan mengeditnya tiga kali setiap menulis satu bagian buku. Hasilnya sungguh fenomenal. Buku yang sudah diterjemahkan ke dalam 29 bahasa dunia ini telah diterbitkan oleh puluhan penerbit dan mencapai angka penjualan fantastis.
Di negara asal penulisnya, Arab Saudi, hingga triwulan pertama tahun
2006 buku itu sudah dicetak kurang lebih 1,5 juta eksemplar. Di
Indonesia, buku ini juga sempat menjadi buku terlaris.
Kelebihan buku Al-Qarni terlihat pada bahasan-bahasannya yang fokus, penuh hikmah, dan selalu memberi jeda untuk merenung sebelum berlanjut pada bahasan berikut. Dalam bukunya pula, Al-Qarni mengajak pembaca agar tidak menyesali kehidupan, tidak menentang takdir, atau menolak dalil-dalil dalam Alquran dan sunah.
Kelebihan buku Al-Qarni terlihat pada bahasan-bahasannya yang fokus, penuh hikmah, dan selalu memberi jeda untuk merenung sebelum berlanjut pada bahasan berikut. Dalam bukunya pula, Al-Qarni mengajak pembaca agar tidak menyesali kehidupan, tidak menentang takdir, atau menolak dalil-dalil dalam Alquran dan sunah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan bubuhkan komentar anda