Free Widgets

Senin, 12 Mei 2008

SEKULARISME

SEKULARISME

Saat ini sekularisme di Dunia Islam bukanlah menjadi sesuatu yang asing lagi. Dapat dikatakan bahwa sekularisme kini telah menjadi bagian dari tubuhnya atau bahkan menjadi tubuhnya itu sendiri. Ibarat sebuah virus yang menyerang tubuh manusia, dia sudah menyerang apa saja dari bagian tubuhnya itu. Bahkan yang lebih hebat, virus itu telah menghabisi seluruh tubuh inangnya dan menjelma menjadi wujud sosok baru; bak sebuah monster yang besar dan mengerikan sehingga sudah sulit sekali dikenali wujud aslinya.
Begitulah kondisi umat Islam saat ini dengan sekularismenya. Perkembangan sekularisme sudah seperti gurita yang telah menyebar dan membelit kemana-mana. Hampir tidak ada sisi kehidupan umat ini yang terlepas dari cengkeramannya. Akibatnya, umat sudah tidak menyadarinya lagi.

Rantai Sekularisme

Inti dari paham sekularisme menurut An-Nabhani (1953) adalah pemisahan agama dari kehidupan (faşl ad-dîn ‘an al-hayâh). Menurut Nasiwan (2003), sekularisme di bidang politik ditandai dengan 3 hal, yaitu:
(1) Pemisahan pemerintahan dari ideologi keagamaan dan struktur eklesiatik;
(2) Ekspansi pemerintah untuk mengambil fungsi pengaturan dalam bidang sosial dan ekonomi, yang semula ditangani oleh struktur keagamaan;
(3). Penilaian atas kultur politik ditekankan pada alasan dan tujuan keduniaan yang tidak transenden.
Tahun yang dianggap sebagai cikal bakal munculnya sekularisme adalah 1648. Pada tahun itu telah tercapai perjanjian Westphalia. Perjanjian itu telah mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun antara Katolik dan Protestan di Eropa. Perjanjian tersebut juga telah menetapkan sistem negara merdeka yang didasarkan pada konsep kedaulatan dan menolak ketundukan pada otoritas politik Paus dan Gereja Katolik Roma (Papp, 1988). Inilah awal munculnya sekularisme. Sejak itulah aturan main kehidupan dilepaskan dari gereja yang dianggap sebagai wakil Tuhan. Asumsinya adalah bahwa negara itu sendirilah yang paling tahu kebutuhan dan kepentingan warganya sehingga negaralah yang layak membuat aturan untuk kehidupannya. Sementara itu, Tuhan atau agama hanya diakui keberadaannya di gereja-gereja saja.
Awalnya sekularisme memang hanya berbicara hubungan antara agama dan negara. Namun dalam perkembangannya, semangat sekularisme tumbuh dan berbiak ke segala lini pemikiran kaum intelektual pada saat itu. Sekularisme menjadi bahan bakar sekaligus sumber inspirasi ke segenap kawasan pemikiran., yaitu:
1. Bidang akidah.
Semangat sekularisme ternyata telah mendorong munculnya libelarisme dalam berpikir di segala bidang. Kaum intelektual Barat ternyata ingin sepenuhnya membuang segala sesuatu yang berbau doktrin agama (Altwajri, 1997). Mereka sepenuhnya ingin mengembalikan segala sesuatunya pada kekuatan akal manusia; termasuk melakukan reorientasi terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan hakikat manusia, hidup, dan keberadaan alam semesta ini (persoalan akidah).
Altwajri memberi contoh penentangan para pemikir Barat terhadap paham keagamaan yang paling fundamental di bidang akidah, yaitu munculnya berbagai aliran pemikiran seperti: pemikiran marxisme, eksistensialisme, darwinisme, freudianisme dan sebagainya—yang memisahkan diri dari ide-ide metafisik dan spiritual tertentu, termasuk gejala keagamaan. Pandangan pemikiran seperti ini akhirnya membentuk pemahaman baru berkaitan dengan hakikat manusia, alam semesta dan kehidupan ini, yang berbeda secara diametral dengan paham keagamaan yang ada. Mereka mengingkari adanya Pencipta sekaligus tentu saja mengingkari misi utama Pencipta menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan ini. Mereka lebih suka menyusun sendiri, melogikakannya sendiri, dengan kaidah-kaidah filsafat yang telah disusun dengan rapi.
2. Bidang pemerintahan
Di bidang ini, yang dianggap sebagai pelopor pemikiran modern adalah Niccola Machiavelli, yang menganggap bahwa nilai-nilai tertinggi adalah yang berhubungan dengan kehidupan dunia, yang dipersempit menjadi nilai kemasyhuran, kemegahan, dan kekuasaan belaka. Agama hanya diperlukan sebagai alat kepatuhan, bukan karena nilai-nilai yang dikandung agama itu sendiri (Nasiwan, 2003). Di samping itu, muncul pula para pemikir demokrasi seperti John Locke, Montesquieu, dan lain-lain yang mempunyai pandangan bahwa pemerintahan yang baik adalah pemerintahan konstitusional yang mampu membatasi dan membagi kekuasaan sementara dari mayoritas, yang dapat melindungi kebebasan segenap individu-individu rakyatnya. Pandangan ini kemudian melahirkan tradisi pemikiran politik liberal, yaitu sistem politik yang melindungi kebebasan individu dan kelompok, yang di dalamnya terdapat ruang bagi masyarakat sipil dan ruang privat yang independen dan terlepas dari kontrol negara (Widodo, 2004). Konsep demokrasi itu kemudian dirumuskan dengan sangat sederhana dan mudah oleh Presiden AS Abraham Lincoln dalam pidatonya tahun 1863 sebagai, “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” (Roberts & Lovecy, 1984).
3. Bidang ekonomi.
Di bidang ini, mucul tokoh besarnya seperti Adam Smith, yang menyusun teori ekonominya berangkat dari pandangannya terhadap hakikat manusia. Smith memandang bahwa manusia memiliki sifat serakah, egoistis, dan mementingkan diri sendiri. Smith menganggap bahwa sifat-sifat manusia seperti ini tidak negatif, tetapi justru sangat positif, karena akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan. Smith berpendapat bahwa sifat egoistis manusia ini tidak akan mendatangkan kerugian dan merusak masyarakat sepanjang ada persaingan bebas. Setiap orang yang menginginkan laba dalam jangka panjang (artinya serakah), tidak akan menaikkan harga di atas tingkat harga pasar. (Deliarnov, 1997).
4. Bidang sosiologi.
Di bidang ini muncul pemikir besarnya seperti Auguste Comte, Herbert Spencer, Emile Durkheim, dan sebagainya. Sosiologi ingin memahami bagaimana masyarakat bisa berfungsi dan mengapa orang-orang mau menerima kontrol masyarakat. Sosiologi juga harus bisa menjelaskan perubahan sosial, fungsi-fungsi social, dan tempat individu di dalamnya (Osborne & Loon, 1999). Dari sosiologi inilah diharapkan peran manusia dalam melakukan rekayasa sosial dapat lebih mudah dan leluasa untuk dilakukan, ketimbang harus ‘pasrah’ dengan apa yang dianggap oleh kaum agamawan sebagai ‘ketentuan-ketentuan’ Tuhan.
5. Bidang pengamalan agama.
Di bidang ini pun ada prinsip sekularisme yang amat terkenal, yaitu faham pluralisme agama yang memiliki tiga pilar utama, yaitu:
(1) prinsip kebebasan, yaitu negara harus memperbolehkan pengamalan agama apapun (dalam batasan-batasan tertentu);
(2) prinsip kesetaraan, yaitu negara tidak boleh memberikan pilihan suatu agama tertentu atas pihak lain;
(3) prinsip netralitas, yaitu negara harus menghindarkan diri dari suka atau tidak suka pada agama.
Dari prinsip pluralisme agama inilah muncul pandangan bahwa semua agama harus dipandang sama, memiliki kedudukan yang sama, namun hanya boleh mewujud dalam area yang paling pribagi, yaitu dalam kehidupan privat dari pemeluk-pemeluknya.
6. Bidang pendidikan.
Di bidang pendidikan, kerangka keilmuan yang berkembang di Barat mengacu sepenuhnya pada prinsip-prinsip sekularisme. Hal itu paling tidak dapat dilihat dari kategorisasi filsafat yang mereka kembangkan yang mencakup tiga pilar utama pembahasan, yaitu (Suriasumantri, 1987): filsafat ilmu, yaitu pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan benar atau salah; filsafat etika, pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan baik atau buruk; filsafat estetika, pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan indah atau jelek.
Jika kita mengacu pada tiga pilar utama yang dicakup dalam pembahasan filsafat tersebut, maka kita dapat memahami bahwa sumber-sumber ilmu pengetahuan hanya didapatkan dari akal manusia, bukan dari agama, karena agama hanya didudukkan sebagai bahan pembahasan dalam lingkup moral dan hanya layak untuk berbicara baik atau buruk (etika), dan bukan pembahasan ilmiah (benar atau salah).
Dari prinsip dasar inilah ilmu pengetahuan terus berkembang dengan berbagai kaidah metodologi ilmiahnya yang semakin mapan dan tersusun rapi untuk menghasilkan produk-produk ilmu pengetahuan yang lebih maju. Dengan prinsip ilmiah ini pula, pandangan-pandangan dasar berkaitan dengan akidah maupun pengaturan kehidupan manusia, sebagaimana telah diuraikan di atas, semakin berkembang, kokoh, dan tak terbantahkan karena telah terbungkus dengan kedok ilmiah tersebut.
Umat Islam akhirnya memiliki standar junjungan baru yang lebih dianggap mulia ketimbag standar-standar yang telah ditetapkan al-Quran dan as-Sunnah. Umat lebih suka mengukur segala kebaikan dan keburukan berdasarkan pada nilai-nilai demokrasi, HAM, pasar bebas, pluralisme, kebebasan, kesetaraan, dan lain-lain; yang kandungan nilainya banyak bertabrakan dengan Islah
Pandangan Islam Terhadap Sekularisme
Untuk dapat menjawab persoalan ini, marilah kita mengembalikan satu persatu masalah ini pada pandangan al-Qur’an terhadap prinsip-prinsip sekularisme di atas, mulai dari yang paling mendasar, kemudian turunan-turunannya. Kita mulai dari firman Allah berikut:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, yang hendak Kami uji (dengan perintah dan larangan). Karena itu, Kami menjadikannya mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya dengan jalan yang lurus; ada yang bersyukur ada pula yang kafir. Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu, dan neraka yang menyala-nyala. (QS al-Insan [76]: 2-4)
Ayat-ayat di atas memberitahukan dengan jelas kepada manusia, mulai dari siapa sesungguhnya Pencipta manusia, kemudian untuk apa Pencipta menciptakan manusia hidup di dunia ini. Hakikat hidup manusia di dunia ini tidak lain adalah untuk menerima ujian dari Allah Swt., berupa perintah dan larangan. Allah juga memberi tahu bahwa datangnya petunjuk dari Allah untuk hidup manusia bukanlah pilihan bebas manusia (sebagaimana prinsip HAM), yang boleh diambil, boleh juga tidak; tetapi merupakan kewajiban asasi manusia (KAM), yang jika manusia tolak (kafir) maka Allah Swt. telah menyiapkan siksaan yang sangat berat di akhirat kelak untuk mereka.
Selanjutnya, bagi mereka yang berpendapat bahwa jalan menuju petunjuk Tuhan itu boleh berbeda dan boleh dari agama mana saja (yang penting tujuan sama), sebagaimana yang diajarkan dalam prinsip pluralisme agama di atas, maka hal itu telah disinggung oleh Allah dalam firman-Nya: Q.S. Ali ‘Imran: 19 & 85:
]إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ[
Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam. (QS Ali ‘Imran [3]: 19).
Siapa saja mencari agama selain Islam, sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dan di akhirat kelak dia termasuk orang-orang yang merugi (masuk neraka). (QS Ali ‘Imran [3]: 85).
Walaupun Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan yang diridhai, namun ada penegasan dari Allah Swt., bahwa tidak ada paksaan untuk masuk Islam. Jika Islam harus menjadi satu-satunya agama pilihan, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah sejauh mana manusia harus melaksanakan agama Islam tersebut? Allah Swt. memberitahu manusia, khususnya yang telah beriman, untuk mengambil Islam secara menyeluruh. Perintah untuk masuk Islam secara keseluruhan juga bukan merupakan pilihan bebas, sebab ada ancaman dari Allah Swt. jika kita mengambil al-Quran secara setengah-setengah. Walaupun penjelasan Allah dari ayat-ayat di atas telah gamblang, masih ada kalangan umat Islam yang berpendapat bahwa kewajiban untuk terikat dengan Islam tetap hanya sebatas persoalan individu dan pribadi, bukan persoalan hubungan antar manusia dalam bermasyarakat dan bernegara. Untuk menjawab persoalan itu, ada banyak ayat yang telah menjelaskan hal itu, di antaranya: firman Allah :
Hukumlah di antara mereka dengan apa saja yang Allah turunkan, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka (dengan meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepadamu. (QS al-Maidah [5]: 48).
Perintah tersebut menunjukkan bahwa al-Quran juga berfungsi untuk mengatur dan menyelesaikan perkara yang terjadi di antara manusia. Dari ayat ini juga dapat diambil kesimpulan tentang keharusan adanya pihak yang mengatur, yaitu penguasa negara yang bertugas menerapkan al-Quran dan as-Sunnah. Selain itu, ada pembatasan dari Allah Swt. bahwa yang berhak untuk membuat hukum hanyalah Allah Swt. Manusia sama sekali tidak diberi hak oleh Allah untuk membuat hukum; tidak sebagaimana yang diajarkan dalam sekularisme. Oleh karena itu, tugas manusia di dunia hanyalah untuk mengamalkan apa-apa yang telah Allah turunkan kepada mereka; menyangkut urusan ibadah, akhlak, pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, dan sebagainya. Jika manusia, termasuk penguasa, enggan untuk menerapkan hukum-hukum Allah, maka mereka termasuk orang-orang kafir, zalim, dan fasik (Lihat: QS al-Maidah [5]: 44, 45, dan 47).

Referensi

Al-Quran al-Karim.
Altwajri, Ahmed O., 1997. Islam, Barat dan Kebebasan Akademis. Titian Ilahi Press. Jogjakarta.
Widodo, Bambang E. C., 2004. “Demokrasi, Antara Konsep dan Realita,” Makalah Diskusi Publik HTI. 29 Pebruari 2004. Jogjakarta.

LEBERALISME ANTARA SEJARAH PERKEMBANGAN, PENYIMPANGAN DAN DAMPAK

A. PENDAHULUAN
Apa yang kita rasakan hari ini adalah buah dari perbuatan kita di masa lalu, Mungkin begitulah sebuah penggalang ungkapan yang harus kita terima keberadaannya. Dari mulai bangun pagi hingga tidur kembali masyarakat kita sering di sajikan dengan berbagai topic dan pilihan hidup yang mangarah pada sifat yang mengikuti pola hidup barat. Mulai dari gaya berpakaian, cara bicara, visi kehidupan, dan apa yang berkaitan dengan perilaku dan sifat masyarakat kita. Bahkan yang lebih heboh lagi adalah mengikuti pola pikir masyarakat barat yang mangarah pada sifat Hedonism, Individualism bahkan Liberalism. Tidak dapat kita pungkiri lagi bahwa ini memang kenyataan yang terjadi di masyarakat kita saat ini. Oleh karena itu maka sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk bisa mengkaunter masalah ini.
Sejarah yang ada saat ini banyak mengungkapkan, betapa Barat bekerja keras untuk menghancurkah Islam dengan berbagai cara diawali dengan kekalahan mereka ketika perang salib dan juga yang lebih memalukan lagi adalah kekalahan mereka dalam menghadapi umat Islam saat itu. Sehingga muncul berbagai macam analisis yang mengarah pada bagaimana cara menghancurkan umat Islam, namun tidak menggunakan sistem perang atau secara fisik, karma kalau itu yang di lakukan maka tidak akan berhasil untuk menghancurkan Islam. Seorang misionaris legendaries bernama Hendry martyn mengatakan “Saya datang menemui umat Islam tidak dengan senjata, tapi dengan kata-kata, tidak dengan pasukan tapi dengan akal sehat, tidak dengan kebencian tapi dengan cinta.” Ia berpendapat bahwa perang salib telah gagal, karena itu untuk menaklukkan dunia Islam dia mengajukan resep “Gunakan kata, logika dan cinta, bukan senjata atau kekerasan.”. banyak misionaris yang menggunakan ungkapan Hendry Martyn untuk menghancurkan umat Islam, khususnya pada saat ini. Kekuatan yang dimiliki oleh kaum misionaris dari mulai zaman dulu hingga saat ini belum mampu melumpuhkan kekuatan umat Islam bila ditinjau dari segi peperangan secara fisik. Bahaya seperti itu muncul lagi ketika umat Kristen dalam keadaan yang membingungkan, disatu sisi mereka mau menguasai dunia, dilain pihak umat Islam sulit terkalahkan.
Misionaris lainnya seperti Raymond Lull juga mengatakan hal yang sama terhadap ungkapan Hendry Martyn “kulihat banyak kesatria pergi ke tanah suci diseberang lautan dan kupikir mereka akan merebutnya dengan kekuatan senjata tapi akhirnya semua hancur sebelum mereka mendapatkan apa yang tadinya mereka ingin rebut”. Ungkapan Raymond ini merupakan upaya menyemangati para misionaris untuk menghancurkan umat Islam bukan dengan cara fisik melainkan dengan menggunakan kata, logika dan cinta. Penyataan Raymond ini mendapat pujian yang luar biasa dari seorang mantan sekretaris editor di “CHURCH MISSIONERY SOCIETY” bernama Eugene Stock, menurutnya tidak ada figure yang lebih heroic dalam sejarah Kristen dibandingkan Raymond Lull, menurut Stock, Lull adalah misionaris pertama bahkan terhebat bagi kaum Mohammedans. Salah satu resep yang dilontarkan oleh Lull adalah “Islam tidak dapat ditaklukkan dengan darah dan airmata tetapi dengan cinta kasih dan doa”.
Antara ungkapan yang disampaikan oleh Hendry Martyn dan Raymond Lull ada keterkaitan secara psikologi sehingga kalau kita lihat dari segi bahasa yang dipakai oleh kedua tokoh tersebut amat dapat disimpulkan bahwa mereka berusaha semaksimal mungkin untuk menghancurkan umat Islam tidak dengan fisik, tapi dengan perang pemikiran atau gozhul fikr.
Kadang satu hal yang sering lambat diantisipasi umat Islam saat ini adalah kurang percayanya mereka bahwa saat ini umat Islam sedang dihadapkan denga perang yang maha dasyat yaitu perang pemikiran atau Gozhul Fikr tersebut. Masyarakat kita lebih senang dengan kehidupan Hedonisme, Individualisme dan Liberalisme yang semuanya itu dilancarkan oleh misionaris barat untuk menghancurkan umat Islam. Pola kehidupan masyarakat senantiasa mengikuti pola kehidupan barat dan masalah seperti ini sulit dicegah seolah-olah ini merupakan budaya asli umat Islam dan bangsa Indonesia padahal dalam konteks agama, Islam membatasi ruang gerak masyarakat dengan aturan agama yang berlaku.
Menurut Adian Husaini dalam bukunya “Wajah Peradaban Barat dari hegemoni Kristen Ke Hegemoni sekuler-Liberal” beliau mengungkapkan bahwa ternyata kedua istilah “Kata dan kasih” terbukti ampuh dalam sejarah, dalam menggulung kekuatan Islam, yang biasa di ungkapakan dengan ungkapan tidak simpatai, seperti “ortodoks”, “beku” dan “beroreantasi masa lalu”, “Emosional” dan lain sebagainya. Sejarah membuktikan bahwa kolaborasi antara cendikiawan Turki dan para ilmuan Zionis yahudi dan Kristen barat telah berhasil manggulingkan kekuasaan umat Islam yang waktu itu di pegang oleh Turqi Utsmani. Secara logis bahwa kekuatan cinta ”kasih dan kata maupun logika” berhasil menghancurkan kekuatan umat Islam. Oleh karena itu metode seperti ini di kembangkan kembali dalam rangka menghancurkan dunia Islam yang saat ini mulai berkembang.
Tentu saja harus di akui bahwa memang Barat memiliki keunggulan dalam berbagai aspek kehidupan tapi tidak semua yang datang dari barat harus di telan mentah-mentah tapi ada beberapa unsur yang perlu di telaah secara cermat oleh kita. Karena boleh jadi apa yang kita rasakan saat ini merupakan program yang telah dipersiapkan oleh Barat puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Sebagai buktinya bayak literature literature Islam yang mereka kumpul dan di susun secara rapi, mereka bahkan memiliki pakar dalam studi Islam yang belum di miliki oleh Negara-negara Islam. Berbagi macam keunggulan yang di miliki oleh mereka, di bidang ekonomi, dengan kekuatan yang mereka miliki mereka mencoba menguasai Negeri-negeri Islam, mereka memberikan beasiswa bagi para sarjana-sarjana muslim di belahan dunia Islam untuk belajar dan menggali ilmu Islam di Barat, bahkan setiap tahun kita menyaksikan ratusan bahkan ribuan sarjana Islam belajar tentang Islam kepaya Prof.essor-Prof.essor yahudi dan Kristen Barat. Sementara itu pada saat yang sama hampir tidak pernah di temukan, ada sarjana Yahudi atau Kristen yang belajar tentang agama mereka kepada sarjana Muslim.
Tentu ini merupakan bahan intropeksi bagi umat Islam di seluruh dunia dan kususnya di Indonesia, bahwa belajar di mana saja tidak salah tapi kita harus benar benar mantap. Meminjam istilah Adian Husaini yang penting bagi kita adalah kita memahami mana yang emas mana yang besi berkarat, mana yang sampoo mana yang oli. Untuk memahami itu mamang butuh proses yang luar biasa namun ironisnya masih banyak para sarjana kita yang terperdaya oleh itu semua sehingga apa yang saya utarakan di atas terbalik 180 derajat. Mereka lebih memilih oli dari pada sampoo, lebih memilih besi kataran dari pada pada emas dengan alasan inilah Hak Asasi Manusia, ini hak kami dan ini sudah menjadi konsekuensi bagi kami di masa yang akan datang. Padahal mereka sama sekali tidak pernah berpikir akan dampak pada generasi masa depan terhadap pemikiran dan perbuatan yang mereka lakukan.
Jika pada masa dahulu atau masa kolonialisme mereka menggunakan slogan ‘Gold, Gospel, dan Glory”, maka di era saat ini atau era modern slogan itu masih di pertahankan namun bertambah dengan istilan “Human Right” atau Hak Asasi Manusia. Saya penah menganalisis bahwa ternyata penyerangan AS terhadap Irak dan Afganistan Dilandasi dengan semboyan “Gold, Gospel, dan Glory”, di tambah dengan isu HAM. Ini sebuah realita yang bisa kita temukan dalam kehidupan saat ini. Meskipun berbeda tapi kita bisa melihat ada unsur sekularisme Liberalisme yang terkandung di dalamnya. Sehinnga pada makalah kali ini saya akan banyak berbicara dan mengulas secara detail tentang Liberalisme. Walupun istilah Liberalisme sulit di pisahkan dengan istilah sekularisme.
Munculnya Aliran Liberalisme merupakan tindak lanjut dari upaya menyesatkan umat Islam dari akidah yang ada saat ini. Umat di ajak berpikir Liberal antara satu dan yang lain tidak ada lagi norma yang mengatur. Kebebasan seolah olah menjadi visi baru bagi para pemeluk keyakianan ini, bahkan hak asasi manusia di jadikan sebagai sesembahan baru mereka. Semua ini merupakan program yang di atur secara sistematis kaum zionis dan Kristen barat untuk melumpuhkan kekuatan umat Islam saat ini. Sehingga seorang yang berkbangsaan barat pernah mengunkapkan bahwa biar agama mereka tetap Islam namun pemikiran dan tingkah laku mereka Liberal seperti ajaran yang kita lancarka.
Tapi ironisnya yang menjadi sasaran mereka adalah para ilmuwan dan cendikiawan muslim kita, yang konon katanya mereka adalah para tokoh yang akan mengayomi umat. Dan yang lebih urgen lagi adalah mereka mampu menyusup hingga ke Universitas-universitas Islam yang ada di tanah air Indonesia. Ini problem yang harus di pikirkan bersama di kalangan kita. Kalau dulu ada istilah guru kencing berdiri murid kencing berlari sekarang di ubah menjadi guru kencing berlari murid kencing di kepala guru. Nauzubillah hal ini lah yang terjadi saat ini di Universitas Negeri Islam yang ada di Indonesia. Hampir mayoritas Universitas Islam di kotori dengan paham seperti ini. Bahkan Liberalisme, sekularisme dan Pluralisme konon katanya berasal dan berkembang pesat di kampus-kampus Islam. Inilah wajah dunia pendidikan kita saat ini.
Pada uraian terakhir pada pendahuluan ini penulis menyajak saudara sekalian untuk menyimak satu ayat dalam alquran Surat al-baqoroh : 120 yang berbunyi:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (120)
Artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu “. (QS. Al Baqoroh: 120)
Selanjutnya kami akan membahas lebih detail tentang Liberalisme secara global dan khususnya di Indonesia. Dari mulai sejarah, perkembangan hingga solusi yang mungkin bisa kita laksanakan bersama. Wallahu a’lam.”
B. SEJARAH LIBERALISME DI DUNIA SERTA DEFINISINYA
Mungkin dalam kehidupan saat ini banyak di kalangan kita yang bertanya apa itu Liberal dan bagaimana sejarah Liberal itu sendiri. Pertanyaan di atas insya allah akan saya uraikan dalam makalah saya kali ini. Secara terpenci dan mengandung harapan yang besar dan mudah-mudahan dapat di pahami secara baik dan bisa menjadi sebuah catatan yang bisa di pertanggung jawabkan di suatu hari nanti.
a. Pengertian Liberalisme
Istilah Liberalisme berasal dari bahasa latin, “liber” yang artinya “bebas” atau “merdeka”. hingga penghujung akhir abad ke 18 masehi. Istilah ini sering di kaitkan dengan kebebasan yang di peroleh seorang individu atau seorang manusia yang di berikan oleh tuhan dari semenjak lahir ataupun semenjak dia mengenal apa itu yang baik maupun yang buruk. Ataupun waktu seorang budak yang baru di merdekakan oleh seorang yang merdeka ataupun bisa dikatakan seorang yang baru merdeka atau mantan budak (freedman).
Sebenarnya kalu kita mau merujuk pada beberap reverensi maka kita akan menemukan beberapa istilah atau pengertian dari Liberal itu sendiri. Liberalisasi bisa di tempatkan dalambeberapa tempat. Pertama dalam ranah politik, Liberalisme di maknai sebagai sistem atau kecendurungan yang berlawan dengan dan menentang mati-matian sentralisasi dan absolutisme kekuasaan[1]. Sementara di bidang ekonomi, diberalisme biasaya di kaikkan dengan perdaganan bebas atau sistem pasar yang mengarah pada tidak boleh adanya intervensi atau keikut sertaan pemerintah dalam hal apapun yang berkaitan dengan ekonomi. Oleh karena itu Liberalisme bisa di identikan dengan kapitalisme.
Adapapun di wilayah sosial, biasa di kaitkan dengan emansipasi wanita, penyetaraan gender, adanya kebebasan yang berdasarkan pada unsur HAM (hak asasi manuisia) yang merunuthkan nilai nilai kekeluargaan. biarkan setiap individu melakukan setiap apa yang ia inginkan, walaupun bertentangan dengan etika dan nilai agama yang ia yakini.
Sedangkan dalam urusan agama, Liberalisasi berarti kebebasan menganut, meyakini dan mengamalkan apa saja, sesuai dengan kecenderungan yang ada pada diri setiap individu. Dia dengan bebas dan merdeka sekehendaknya dalam menafsirkan segala urusan yang ia kehendaki. bahkan lebih dari itu, liberisme dapat mereduksi agama menjadi urusan prifat atau pribadi. Amal makruf yang kita yakini selama ini di nilai bertentangan dengan nilai Liberalisme itu sendiri. Adapun masalah tentang Liberalisasi agama akan say bahas dalam bab selanjutnya.
Dari berbagai pengertian di atas, Liberalisme dapat di artikan sebagai paham atau aliran yang membebaskan setiap individu untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginnanya, walau tanpa memandang apakah itu bersifat positif maupun negatif, baik melanggar hak orang lain atau tidak yang penting adalah menurut ukuran dirinya. Dan bisa masuk dalam semua lingkup atau bidang yang ada dalam kehidupan ini. Dan juga mengandung makna yang positif maupun yang negatif. Seperti yang dilakukan oleh para kaum Liberal yang ada di Indonesia seperti Jaringan Islam Liberal (JIL).
b. Sejarah Liberalisme di Dunia
Pada awalnya Liberalisme hanya berkembang di kalangan Kristen protestan saja. Namun dengan berjalannya waktu dan terus menerusnya perkembangan akhirnya agama katolik yang tadinya anti terhadap hal itu ikut terbawah oleh pahan yang namanya Liberalisme. Totoh-tokoh Kristen Liberal seperti Benjamin Constan yang menginginkan pola konstitusi pemerintan, gereja, masyarakat, perlu di tinjau ulang lagi. Mereka juga menuntut adanya reformasi secara besar besaran terhadap setiap kebijakan yang selama ini di keluarkan oleh gereja katolik. Yang mana merka mengangap bertentangan dengan prinsip kebebasan atau “Liberal individual”. Paksaan dari gereja terhadap umatnya dalam melaksanakan ritual keagamaanya harus segera di atasi kare tidak sesuai dengan hak yang di miliki setap manusia.
Secara umum, yang di kehendaki selama ini oleh pihak Liberal adalah bagaimana misi mereka berhasil dalam segala aspek kehidupan manusia. Dengan berbagai macam dalih yang mereka keluarkan mereka senantiasa merujuk pada prinsip yang di sebut dengan hak asasi manusia (human Rigth).
Di dunia Islampun virus Liberalisasi berhasil masuk dan merasuki pemikiran para cendikiawan muslim kita yang sering menyatakan diri mereka sebagai “pembaharu atau Mujaddid”. Mereka yang menjadi Liberal antara lain:Rifa’ah At Tahwai (1801-1873 M), Qasim amin (1863-1908 M), Ali Abdur Raziq (1888-1966 M) dari mesir, dan Sayyid Ahmad khan (1817-1898 M) dari india[2]. Mereka mereka inilah yang bisa di katakan sebagai tokoh awal Liberalisme Islam. Adapun tohoh yang tikdak kalah Liberalnya seperti: Fazlur Rahman, Mohammed Arkoun, Nash hamid, Mohammed Shahrour, dan masih banyak lagi para pengikutnya yang berada di belahan dunia yang lainnya seperti di Indonesia. Mungkin untuk pembahasan tentang tokoh tokoh Islam Liberal akan lebih detail pada bab lanjutan.
Oleh karena itu Maka uraian di atas bisa kita simpulkan bahwa keberadaan paham Liberalisme menjadi bumerang yang perlu mendapat tanggapan dari kita semua. Segala rencana akan mereka lakukan untuk menyebarkan paham yang satu ini. Mungkin kita tidak akan rido terhadap hal ini namun kalau kita hanya sekedar diam tanpa berbuat sesuatu berarti kita merasa rido terhadap hal ini.
C. ISLAM LIBERAL
Islam Liberal tampaknya bukan merupakan nama baku dari satu kelompok Islam, namun hanyalah satu kategori untuk memudahkan analisis sehingga orang-orang yang dikategorikan dalam Islam Liberal itu sendiri saling mengkritik satu sama yang lainnya. Pengkategorian Islam Liberal sebenarnya secara bentuk pemahaman hanya satu bentuk pengelompokan yang longgar, artinya tidak mempunyai sifat yang khusus apalagi seragam. Kalau kita berbicara tentang Islam Liberal, maka kita akan menemukan beberapa tokoh yang punya pengaruh besar dalam pengembangan dan penyebarluasan aliran ini. Misalnya Ali Abdul Razik yang mnulis buku besar dengan judul “Al-Islam wa Ushul Hukm” yang kemudian buku tersebut di kritik tegas oleh Rasyid Ridho dan Dhiyauddis Rayis. Yang mangkritik dan yang di kritik keduanya dalam buku karangan Charsles Kurzman, di katakana sebagai tokoh Islam Liberal.[3] Padahal Rasyid Ridho termaksud ulama salafi (revivalis) dan juga ulama yang banyak meguasai hadits. Ulama seperti KH Ahmad Dahlan (1868-1923) pendiri Muhammadiyah dan Ahmad Surkati ulama Al-Irsyad gurunya Prof. Dr. Rasjidi[4] di masukkan pula dalam barisan Islam Liberal. Sebaliknya Nurcholis Madjid yang sejak tahun 1970-an mengemukakan pikiran sekularismenya dan di bantah oleh HM. Rasyidi, di masukkan pula dalam jajaran Islam Liberal.
Perkembangan Islam Liberal ternyata mandapat sambutan yang cukup antusias dari karangan masyarakat kita. Banyak dari mereka yang menyatakan diri mereka sebagai pembaharu. Pembaharu yang senantiasa mencoba mengotak atik ajaran Islam yang sudah ada yang jelas yang berasal dari rasulullah SAW. Tokoh Islam Liberal Rifaat Tantawi senantiasa mendapatkan pujian dari tokoh pembaharu di Indonesia seperti Prof. Dr. Harun Nasution,[5] Harun pernah mengatakan bahwa Thahthawi adalah seorang pembaharu dan pembuka pintu ijtihat,[6] padahal, menurut Ali Muhammad Juraisyah dosen syariah di Uninersitas Islam madinah, Rifaah Thahthawi itu merupakan alumni barat yang sangat berbahaya. Rifaah Thahthawi tinggal di paris 1826-1831M yang kemudian ke mesir dengan bicara dansa yang ia lihat di paris bahwa hanya sejenis keindahan dan kegairahan muda, hal ini menurut nya tidakalah fasik berdansa itu dan tidaklah fasik (tidak melanggar agama) berdempetan badan (dalam berdansa laki-perempuann)
Ali Juraisyah berkomentar: sedangkan Rasulullah SAW bersabda:
Setiap diri ada potensi berzina: maka dua mata berzina dan zinanya melihat, dua tangan berzina dan zinanya memegang, dua kaki berzina dan zinanya berjalan, mulut berzi dan zinanya mencium, hati berzina dan zinanya cenderung dan mengaangan, sedang farji atau keamaluan membenarkan yang demikian itu atau yang membohiongkannya”.[7]
Kerancuan-kerancuan semacan itu baik sengaja maupun tidak di sengaja atau malah sudah di program sedemikian rupa saat mereka masih menimba ilmu di barat, merupakan hal yang mustahil di kerjakan tanpa maksud yang jelas. Penulis pernah bertanya Dr. Adian Husaini tentang hal ini Adian menjawab:
surat Al-baqoroh ayat 120 menjadi jawabanya. Tidak mungkin barat melakukuan itu semua tanpa maksud dan tujuan kalau tidak untuk menghancurkan Islam dari dalam..............”[8]
Waktu itu penulis sempat berpikir ulang, mungkin saja selama ini barat memberikan beasiswa yang tidak sedikit terhadap para mahasiswa Indonesia yang mau dan ingin belajar di universitas luar negeri dengan maksud untuk memudahkan langkah mereka untuk menghancurkan Islam dari dalam Islam itu sendiri. Tapi yang anehnya mahasiswa kita malah bangga dengan paham yang mereka anut saat ini (Liberalis) dan bahkan ada yang mengatakan bahwa mereka adalah kaum pembaharu dalam Islam. Tidak salah kalau pak Hartono Ahmad Jaiz mengatakan ”bahwa orang yang nyeleneh kok di anggap pembaharu”.[9]
Islam Liberal ternyata mudah di terima di kalangan kita karena penyajiannya yang begitu sederhana[10] dan menarik. Agama di buat seenak perutnya, hukum di otak-atik semaunya, pengembangannya hadits yang tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam Islam. Inilah konsep Islam Liberal yang di tawarkan sehingga bagi orang yang tidak paham dan mengerti tentang Islam akan mengatakan bahwa inilah para mujaddid- mujaddih abad sekarang ini.
D. TOKOH-TOKOH ISLAM LIBERAL DAN PEMIKIRANNYA
Ali Abdul Razak merupakan tokoh pertama yang menjadi rujukan kaum Liberalisme. Abdul razak adalah tokoh pertama Liberalisme Islam yang banyak pendapatnya di kemukakan lewat berbagai tulisan, yang sering di muat di berbagai media massa yang ada di timur tengah. Banyak pendapat yang di kemukakan olehnya yang sering bertentangan dengan prinsip Islam itu sendiri.
Di bawah pimpinan almarhum Muhammad Abul Fadhal Al Jiwazi dalam rapat kusus dengan 24 ulama anggota alim ulama melakukan rapat kusus yang bertepatan dengan tanggal 22 Muharram 1344 H bertepatan dengan 12 Agustus 1925 M memutuskan untuk mengadili Ali Abdul Razik dan untuk kelanjutannya para ulam menghapus nama Razik dari daftarpengajar di universitas Al Azhar mesir dan lembaga-lembaga Islam lainnya. Dan memecat dari semua jabatan yang di emban dan di putuskan juga gaji gajinya dari tempat kerjanya dan menyatakan tidak layak untuk melakukan pekerjaan sebagai pegawai, baik agama maupun non agama. Pemecatan terhadap Ali Razik sudah sesuai dengan undang-undang Al Azhar tahun 1911 yang memberikan mandate kepada Hai’ah Kibaril’Ulama (badan ulama terkemuka) untuk mengeluarkan ulama yang tidak sesuai sifat keilmuannya dari barisan ulama, dengan kesepakatan 19 kibaril’ulama. Undang-uandang itu baru di terapkan yaitu untuk Syaik Ali Abdul Razik yang kitabnya membentuk arus sekularisme dan Liberalisme.
Namun kadang banyak kaum intelektual kita yang sering menjadikan pemikirannya menjadi rujukan utama dalam berbagai karya tulis maupun pemikiran mereka. Adapun yang lainya akan penulis rincikan beberapa tokoh Islam Liberal dunia dan pemikirannya:
a. Prof. Dr. Fazlur Rahman
Pria yang dilahirkan di Indo-pakistan (sebelum terpecah dengan india) pada tahun 1919 ini bisa kita katakan sebagai tokoh pertama Islam Liberal yang melakukan aksi gerakan, selain juga tulisan-tulisan. Ketika mulai dewasa, Rahman sempat berkenalan dengan Maududi. Tapi ia merasa tidak cocok dengan gerakan jemaat yang di bangun oleh Maududi. Akhirnya karena tidak puas dengan suasana keIslaman di pakistan, Rahman lari ke barat. Bibit-bibit Liberalnya makin terasa ketika ia melanjutkan study Islam ke barat. Yaitu University Oxford, di Inggris pada tahun 1946, pada tahun 1950 ia berhasil merampungkan study doktoralnya dengan sebuah disertasi berjudul Ibnu Sina[11]. Setelah selesai Rahman dalam kurun waktu beberapa tahun mengabdikan dirinya untuk mengajar di Durham Universty Inggris, dan ia juga sempat mengabdikan dirinya di berbagai university selain di situ seperti Mc Gill University, Kanada university dan lain-lain.
Rahman mulai menyerang hukum-hukum Islam setelah ia kembali ke Pakistan awal tahun 1960-an dan mendapatkan posisi dari pemerintahan yang di pimpin oleh presiden Ayub Khan sebagai Direktur lembaga riset Islam, dan di samping itu Rahman juga mendapat jabatan ganda sebagai Dewan Penasehat Ideologi Islam Presiden pakistan. Jabatan yang di emban oleh Rahman merupakan peluang yang tidak sedikit bagi Rahman untuk menyerang hukum-hukum Islam.
Adapun hukum Islam yang di serang oleh Rahman antara lain:
”Menentang dalil-dalil tentang poligami, hak cerai laki-laki, mendukung keluarga berencana (KB), dan satu hal yang menarik yang di keluarkan oleh Rahman adalah beliau mengatakan bahwa bunga bank kecil halal sedangkan bunga bank besar haram. Ini adalah pemikiran Rahman yang banyak di adopsi oleh berbagai negara di dunia salah satunya adalah Indonesia, dengan menerapkan sistem keluarga berencana (KB). Dan sistem bank yang mengandung unsur ribawi yang di anut oleh paham kapitalisme dalam melakukan transaksi ekonomi internasional”.[12]
Para ulama pakistan tidak tinggal diam dengan pendapat yang aneh-aneh yang di lontarkan oleh Rahman, banyak kritikan yang diterima oleh Rahman namun Rahman tetap tidak kapok terhadap pendapatnya tadi. Ada satu pendapat yang di lontarkan oleh Rahman adalah ”Islam merupkan suatu sistem monopalik hingga setiap rincian kehidupan orang beriman telah di tentukan prinsip-prinsip dasarnya.” Berbagai serangan di lontarkan oleh ulama Islam pakistan,karena tidak tahan dengan hal itu akhirnya Rahman lari ke amerika pada tahu 1970, di chicago beliau di angkat sebagai guru besar kajian Islam di departement of near eastern languages dan civilitation, di university of Chicago dengan gelar Prof.esor. Namun anehnya tokoh Islam Indonesia Prof. Ahmad Syafi’i Maarif (mantan ketua umum Muhammadiyah pusat) malah memujinya dengan mengatakan:
”Rahman adalah seorang sarjana muslim kaliber dunia, pada dirinya berkumpul ilmu seorang alim yang alim dan ilmu seorang oreantalis yang beken. Mutu kesarjanaannya di tandai dengan cara berpuikir yang analistis, sistematis komunikatif, serius, jelas, dan berani dalam mencari pemecahan masalah Islam dan umatnya”.[13]
Cara berpikir Rahman soal Islam inilah, tampaknya memberikan pengaruh yang super ampuh pada perkembangan IAIN-IAIN yang ada di Indonesia. Banyak mahasiswa Rahman yang kini menjadi dosen di IAIN atau sekarang di ganti menjadi UIN. Syafi’i adalah salah seorang murid Rahman, selain Nurcholis dan yang lainnya. Tokoh-tokoh inilah yang sering memuji setiap apa yang di lakukan oleh Rahman. Entan ada apa dibalik semua ini. Wallahu a’lam.
. Prof. Dr. Leonard Binder
Selain Rahman, di university of Chicago, mahasiswa kita juga didik oleh ilmuwan yang beragama yahudi yang bernama Leonard Binder. Dia bisa di katakan sebagai orang di luar Islam pertama kali yang ikut dalam mengsukseskan program Liberalisasi Islam, binder mungkin termaksud intelektual barat yang pertama-tama, di samping Rahman yang muslim, menghadapkan Islam Liberal dengan Islam fundamentalism.[14]
Dalam buku yang tebalnya 524 halaman, Binder akhirnya menyatakan secara terus terang keprihatinannya terhadap Islam fundantalis yang minoritas. Kata binder:
”Fundamentalisme Islam disebut-sebut sebagai penyebab terjadinya revolusi Islam di Iran, terorisme domestik di Turki dan terbunuhnya Anwar Sadat. Karena keprihatinan kami terhadap kecenderungan Islam yang sedang kuat-kuatnya ini, dan kecemasan kami mengenai dimana peristiwa akan meletus, kami sampai lupa bahwa Fundamentalisme ini masih merupakan orientasi minoritas”.[15]
Liberalisme menurut Binder adalah memberlakukan agama sebagai pendapat. karenanya, mentoleril keanekaragaman dalam bidang yang justru diyaikini hitam putih oleh kaum tradisional. Pemikiran yang dilontarkan oleh Binder merupakan hasil riset antara Dia dengan Rahman yang sama-sama disatu Almamater yaitu University Of Chicago. Binder dan Rahman sering kali melakukan riset dan mengadakan proyek penelitian tentang ”Islam dan Perubahan Sosial”. riset yang mereka lakukan dibiayai oleh Ford Foundation. Nah biasanya pada penelitian-penelitian seperti ini sering mahasiswa Indonesia dikaitkan didalamnya salah satunya adalah Nurcholis Madjid yang mendapatkan beasiswa penelitian penuh di Chicago hingga ia menyelesaikan progam doktoralnya. Hasil penelitian dari Binder dan Rahman di Bukukan menjadi sebuah buku yang berjudul ”Islam in Modernity : Transformation Of an Intelectual tradition”. Binder juga berhasil menyusun sebuah buku yang berjudul ”Islamic Liberalism”[16] tahun 1988. buku yang dihasilkan oleh Binder banyak mengkritik Ulama-ulama terkemuka di dunia Islam seperti Maududi, Sayyid Qutub dengan gaya bahasa yang tidak jelas.
Jadi tidak salah kalau banyak para ilmuan Indonesia yang terjebak dalam pemikiran-pemikiran mereka dan yang lebih ironisnya pemikirannya itu disosialisasikan pada mahasiswa yang ada di perguruan tinggi Islam yang ada di Indonesia.
c. Prof. Dr. Faraj Faudah
Doktor yang satu ini sangat terkenal di kalangan kaum Liberal dengan berbagai pemikirannya. Apalagi di daerah tempat kelahirannya, di mesir. Dr Faraj Fauda atau yang lebih di kenal dengan nama Fuda lahir pada tahun 1945. fuda menji terkenal karena dia termaksut tokoh yang meti karena terbunuh, enam bulam setelah melakukan debat dengan tokoh ulama Islam.
Untuk tokoh yang satu ini penulis tidak akan banyak menjelaskan tentang kepribadiannya di karenakan terbatasnya literatur yang penulis miliki. Namun banyak pemikiran fuda yang bertentangan dengan hukum dan syariat Islam yang berlaku. Ia bersama denagn tokoh sekular Liberal yang lainnya mencoba menyerang ulama Islam saat itu dengan berbagai cara. Seperti Dr.Muhammad Khalafullah, Dr Fuad Zakaria, Dan yang lainnya.
Kasus terbunuhnya faudah mendapat perhatian barat dan kalangan Islam Liberal (sekuler). Barat menggunakan dalil ini sebagai penyerangan terhadap Islam. Fuda terbunuh pada tahun 1993.[17]
Selain Farach Faudah dan kedua tokoh di atas masih banyak lagi tokoh Islam Liberal yaitu: Nash abu Zeid (di fasak dengan istrinya), Hasan Hanafi, Abdullahi Ahmed An Nuaim, Muhammad arkoun, Muhammad Abed Aljabiri, dan lain sebagainya. Sedangkan dari kalangan wanita kita kenal tokoh tokoh feminis antara lain Fatimah Mernisi dan Rifat Hasan.
d. Prof. Dr. Nasr Hamid Abu Zayd
Nasr adalh warga asli mesir, yang lahir di Tantra, 7 oktober 1943. pendidikan tinggi dari S1 sampi S3 jurusan Sastra Arab diselesaikan di Universitas Kairo dia juga sempat mengabdi sebagai dosen sejak 1972 ia memperoleh beasiswa untuk penelitian Doktoralnya di Institut Of Middle Estren Studies, University Of PennsylVania, Philadelpia. Ia juga pernah menjadi dosen tamu di Universitas Osaka Jepang. Mengajar bahasa arab selama 4 tahun.
Banyak karya tulis Nasr yang secara nyata betentangan dengan Aqidah Islam adapun karya tulisnya antara lain : 1. Rasionalisme dalam Tafsir ; Studi kosep metafor menurut Mu`tajilah. 2. Filsafat Hermeneutika ; Studi Hermeneutika Al-Qur`an menurut Muhyidin Ibn Arabi. 3. Konsep Teks ; Studi Ulumul Qur`an. 4. Problematika Pembacaan dan Mekanisme Hermeneutik. 5. Kritik Wacana Agama. 6. Imam Syafe`i dan peletakan dasar Ideologi tengah. Walaupun karangannya banyak terdapat kontropersi namun dia tidak pernah memperdulikannya beliau juga merupakan salah seorang Prof. Di Universitas Kairo atas permintaan sendiri dan dikabulkan pada 19 Juni 1995, 2 minggu setelah itu Abu Zaid dinyatakan oleh mahkamah al Isti`naf keluar dari Islam Alias Murtad. Perkawinannya dibatalkan dan ia harus menceraikan istrinya (DR. Ebetal Yunis) karena seorang Murtad tidak boleh menikahi wanita muslimah.
Sementara fron Ulama Al-Azhar yang beranggotakan 2.000 orang meminta pemerintah turun tangan; Abu Zaid harus bertaubat Atau dihukum Mati tidak lama kemudian 23 Juli 1995 bersama Istrinya Abu Zaid terbang ke Madrid, Belanda. Disana dia diperlakukan layaknya seorang raja diangkat sebagai Profesor Di Universitas Balanda yang mengajarkan mata kuliah Tafsir Hermeneutika banyak sekali kesalahan yang dilakukan oleh Abu Zaid para ulama menyimpulkan ada 10 kesalahan yang dibuat olehnya.
Namun yang anehnya Abu Zaid ini dianggap para Cendikawan Indonesia sebagai bapak Tafsir Hermeneutika pemikiran Abu Zaid banyak di Agung-agungkan oleh kalangan pemikir Islam di indonesia Abu Zaid pernah di undang ke Indonesia dan disambut dengan Meriah. Banyak buku-buku Abu Zaid yang oleh Cendikiawan muslim Indonesia di jadikan buku rujukan atau buku Wajib dikalangan IAIN-IAIN yang ada di seluruh Indonesia. Salah satu Muridnya adalah Prof. M. Amin Abdullah yang juga Rektor IAIN Yogyakarta yang begitu terpesona dengan pemikirannya dan dia juga banyak menterjemahkan buku-bukunya.
Orang macam Abu Zaid ini cukup banyak. Yang mana Ia jatuh kedalam lubang Rasionalisme yang digalinya sendiri. Meminjam istilah Dr. Syamsudin Arif, Ia (Abu Zaid) seperti istri Aladin, menukar lampu lama dengan lampu baru yang dijajakan oleh tukang sihir.
E. MASUKNYA ISLAM LIBERAL DI INDONESIA
Nurcholish madjid tokoh yang satu ini yang di kenal di Indonesia sebagai seorang cendikiawan muslim yang dalam karyanya banyak berbicara tentang sekularisasi di Indonesia. Sayangnya beliau tidak pernah berpikir tentang dampak yang akan terjadi setelah itu. Setelah ia mengeluarkan ide tentang sekularisasi dan gagasan teologi inklusif-pluralis dengan paramadinanya, kini kita bisa menyak sikan hasil yang di dapatkannya saat ini. Kader kader yang didik oleh beliau membuat suatu kejutan yang maha dasyat dalam teologi pemikiran Islam yang mereka sebut dengan jaringan Islam Liberal atau yang biasa mereka singkat dengan istilah JIL.
Secara singkat di Indonesia sendiri mengenal istilah Liberal semenjak Nurcholish meluncurkan istilah sekularisme pada tanggal 02 januari 1970 bertempat di markas besar PB Pelajar Islam Indonesia (PII) di jalan menteng raya 58. ketika itu ia membawakan sebuah makalah yang berjudul “keharusan pembaharuan pemikiran Islam dan masalah integrasi umat”. Sekali lagi mungkin ketika itu beliau tidak berpikir, bahwa beliau telah membuka lebar sebuah pemikiran yang akan menghancurkan ajaran Islam di masa yang akan datang. Nurcholis yang ketika itu menjabat sebagai ketua umum PB Himpunan Mahasiswa Islam HMI kembali meluncurkan gagasan ini dalam pidatonya di taman Ismail Marjuki dengan judul makalah “beberapa renungan tentang kehidupan keagamaan di Indonesia tepatnya pada tanggal 21 oktober 1992.
Konon katanya pemikiran yang di lontarka oleh beliau (Nurcholish Madjid) bersumber dari bukunya Harvey Cox yang berjudul “The Secular CityNurcholis membuka pintu masuknya sekularisme dan Liberalise dalam Islam, menyusul kasus serupa yang terjadi di dunia yahudi dan Kristen. Bagi kaum Kristen sekularisme hal ini di anggap sebagai sebuah keharusan dan tidak mungkin dapat di tolak. Harvey Cox membuka bukunya The Secular City dengan bab yang berjudul “The Biblecal source of Secularization” , di awali dengan pendapat teolog jerman Fredericch Gogarten “secularization is the legitimate consecuence of the impact of biblical faith on history” kalau saya mencoba menterjemahkannya kurang lebih “sekularisasi adalah akibat logis dari dampak kepercayaan bible terhadap sejarah” menurut Cox ada tiga komponen penting dalam bible yang menjadi kerangka asas kepada sekularisasi, Yang pertama”disenchantment of natura” hal ini di kaitkan dengan proses penciptaan atau “creation”. Yang kedua “desaclarization of politics” dengan migrasi besar besaran (exodus) kaum yahudi dari mesir dan yang terakhir adalah “deconsetration Of Values” dengan pejanjian sinai (Sinai Covenant)[18]
Secara sistematis, Liberalisasi Islam di Indonesia sudah di jalankan sejak awal tahun 1970-an. Secara umum Adian Husaini dalam bukunya Islam Liberal di Indonesia mengunkapkan ada tiga aspek atau tiga bidang yang menjadi sasaran Liberalisme yaitu (1) Liberalissi bidang aqidah dengan penyebaran paham Pluralisme agama, (2) Liberalisme bidang syariah dengan merubah metodologi ijtihad, (3) Liberalisasi konsep wahyu dengan dekonstuksi terhadap alquran.[19] Mungkin untuk lebih jelasnya akan penulis bahas pada sub pokok selanjutnya pada bagian Jaringan Islam Liberal.
F. JARINGAN ISLAM LIBERAL
Pengkategorian Islam Liberal sebenarnya secara bentuk pemahaman hanya satu bentuk pengelompokan yang longgar, artinya tidak mempunyai sifat yang khusus apalagi seragam. Kalau kita berbicara tentang Islam Liberal, maka kita akan menemukan beberapa tokoh yang punya pengaruh besar dalam pengembangan dan penyebar luasan aliran ini di Indonesia. Adapun tokoh-tokohnya sebagai berikut : Nurcholis Majid, Ulil Absor Abdalla, AbdurRahman Wahid, Azumardi Azra, Johan Effendi, Masdar F. Mas’udi dan masih banyak lagi tokoh-tokoh yang berperan di JIL. JIL adalah gerakan pembaharu yang pertama kali dicetuskan oleh almarhum Nurcholis Majid sebelum beliau mendapat gelar Prof.esor. Gerakan ini sangat berbahaya karena yang menjadi tujuan mereka adalah bagaimana hak asasi manusia itu menjadi ukuran utama dalam kehidupannya. Mereka lebih mengedepankan hak dari pada kewajiban, padahal Islam sendiri lebih mendahulukan kewajiban dari pada hak. Dan juga akal lebih diutamakan dibandingkan yang lainnya. Contohnya adalah dalam penafsiran Al-Qur’an mereka lebih mengedepankan akal mereka daripada ayat yang sudah jelas dasar hukumnya, misalnya tentang ayat yang mengatur pelaksanaan haji, kemudian tentang kedudukan jilbab, dan zakat disamakan dengan pajak.
Kembali tentang Islam Liberal, tampaknya di Indonesia lebih tidak terarah ke Islam lagi kalau dilihat dari contoh-contoh diatas. Islam Liberal di Indonesia sudah sampai pemahaman Pluralisme yaitu menyama ratakan semua ajaran agama, semua menuju keselamatan dan tidak boleh memandang dengan agama yang kita anut. Disamping itu orang yang diurutan pertama dalam barisan Islam Liberal yaitu Nucholis Majid yang jelas-jelas mengatakan bahwa ad-din yang jelas-jelas dikatakan dalam al-Qur’an adalah Islam diterjemahkan oleh beliau sebagai agama, yang mana agama disini berarti semua aliran kepercayaan yang ada. Islam tidak ada kaitannya dengan Negara, Islam dipisahkan dengan system pemerintahan, Islam tidak mengatur tentang kehidupan. Pendapat beliau ini tercantum dalam artikel yang berjudul ”penyegaran kembali pemahaman keagamaan dikalangan umat Islam di Indonesia”.
Kalau kita kaitkan dengan tingkah laku dan sikap maka ada beberapa hal yang menjadi pokok kelemahan dari Islam Liberal tersebut, antara lain :
1. Tidak punya landasan atau dalil yang benar.
2. Tidak punya paradigma ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan.
3. Tidak mengakui realita yang tampak nyata.
4. Tidak mengerti sejarah yang benar adanya.
5. tidak punya rujukan yang bisa dipertanggung jawabkan.
Kelemahan-kelemahan diatas bisa disimpulkan menjadi dua bagian, pertama lemah dari segi metode keilmuan . kalau dilihat dari segi ini maka secara ilmiah atau realita maka mereka tidak punya dalil yang kongkrit yang mendukung pemikiran mereka, mereka lebih kepada pemikiran yang asal-asalan. Kedua lemah dari sisi tinjauan keyakinan atau teologi. Keyakinan orang-orang JIL sampai hari ini masih dipertanyakan, apakah mereka masih Islam atau keluar dari Islam. Jadi keyakinan yang ada pada mereka adalah keyakinan yang bersifat fatamorgana. Seandainya kalau kedua kelemahan ini digabungkan maka akan berbentuk sebuah bangunan yang apabila ingin merobohkannya maka harus dibakar bangunan tersebut. Bangunan itu bisa diibaratkan seperti bangunan yang berada di tepi jurang yang sewaktu-waktu bisa dengan mudah jatuh kedalam jurang tersebut.
Walaupun JIL ini banyak kelemahannya namun karena dilontarkan oleh tokoh yang dianggap cendekiawan muslim maka dianggap oleh masyarakat sebagai pemikiran baru, maju dan disebut sebagai pembaharu dan mudah diterima, padahal secara kasat mata umat ini telah dibawa kepada kesesatan.
Bila ditinjau dari aspek psikologi dakwah, maka JIL ini merupakan pembaharu yang muncul dalam ajaran Islam di awal tahun 1900-an yang harus mendapatkan perhatian penting bagi para da’I yang ada saat ini dan yang lebih utama adalah peranan pemerintah.
G. TOKOH-TOKOH JARINGAN ISLAM LIBERAL DI INDONESIA DAN PEMIKIRANNYA
Di Indonesia sendiri paham Liberalisme sungguh sangat cepat perkembangannya dan sangat meluas cakupannya. Kenapa hal ini bisa terjadi, karena Liberalisme di dukung dan di laksanakan oleh tokoh tokoh yang sangat popular dan mempunyai pengaruh di kalangan umat Islam dan senatiasa menyebut dirinya sebagai cendikiawan Muslim. Insya Allah pada bagian ini penulis akan membahas beberapa tokoh Islam Jaringan Liberal di Indonesia.
a. Prof. Dr. Nurcholis Madjid, MA.
Siapa yang tidak kenal dengan tokoh yang satu, Nurcholis Madjid, yang populer dipanggil Cak Nur, tokoh yang merupakan ikon pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Ia cendekiawan muslim itulah gelar yang di berikan masyarkat kita. Gagasan tentang Pluralisme telah menempatkannya sebagai intelektual muslim terdepan. Cak Nur lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga kiai terpandang di Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur, pada 17 Maret 1939. Ayahnya, KH Abdul Madjid, dikenal sebagai pendukung Masyumi. Setelah melewati pendidikan di berbagai pesantren, termasuk Gontor, Ponorogo, menempuh studi kesarjanaan IAIN Jakarta (1961-1968), tokoh HMI ini menjalani studi doktoralnya di Universitas Chicago, Amerika Serikat pada (1978-1984), Nurcholish Madjid kecil semula bercita-cita ingin menjadi masinis kereta api.. Ia terpilih sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Ciputat, tempat Nurcholish menimba ilmu di Fakultas Sastra dan Kebudayaan Islam Institut Agama Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Jakarta. Pengalamannya bertambah saat menjadi salah satu calon Ketua Umum Pengurus Besar HMI. Saat menjadi kandidat ketua umum, kemampuan Nurcholish sudah cukup komplet. Pikirannya, ngajinya, menjadi imam, khotbah, ceramah agama, bagus semua. “Orang-orang HMI waktu itu sangat terpukau oleh pikiran-pikiran Cak Nur.”[20]
Walaupun beliau dari kalangn pesantren namun banyak pemikiran yang membuat kebingungan dalam kehidupan umat Islam. salh satu pemikiran beliau adalah menyamakan Islam dengan agama yang lain. Beliau menyatakan, ada tiga sikap dialog agama yang dapat di ambil pertama sikap ekslusif dalam melihat agama atau dalam arti kata melihat agama gama lain adalah salah, yang menyesatkan umatnya. Kedua, sifat inklusif atau agama lain adalah bentuk implisit agama kita. Ketiga, sikap pluralis, sifat ini bisa do ekspresikan dalam berbagai rumusan, misalnya:”agama yang lain adalah jalan yang sama sama sah untuk mencapai kebenaran yang sama”. ”agama-agama lain berbicara secara berbeda, tetapi merupakan kebenaran-kebenaran yang sah” atau ”setiap agama mengekspresikan bagian penting sbuah kebenaran”.
Kemudian beliau melanjutkan lagi dengan mengatakan ” sebagai sebuah pandangan keagamaan, pada dasarnya Islam bersifat inklusif dan merentangkan tafsirnya ke arah yang semakin pluralis. Sebagi contoh filasat parenial yang belakangan banyak di bicarakan dalam dialog antar agama di Indonesia merentangkan pandangan pluralis dangan mengatakan bahwa setiap agama merupakan ekspresi keimanan terhadap tuhan yang sama. Ibarat roda itu adalah tuhan, dan jari jarinya adalh jalan dari berbagai agama. Filsafat parenial juga membagi agama pada level esoterik (batin) dan eksoterik (lihat). Satu agama berbeda dengan agama ynag lain dalam level eksoterik, tetapi relatif sama dalam level esoteriknya. Oleh karena itu satu ’Tuhan Banyak Jalan’[21]. Beliau juga menulis ”jadi Pluralisme sesungguhnya adalah aturanTuhan (sunnat Tuhan ”Sunnatullah”) yang tidak akan berubah, sehingga juga tidak mungkin di lawan atau di ingkari.”[22]
Itulah beberapa pemikiran yang di lontarkan oleh beliau, masih banyak lagi pemikiran nyeleneh yang beliau sering lontarkan. Ketika orang mengatakan bahwa beliau seorang Liberal beliau dengan tegas mengatakan bahwa saya bukan Liberal. padahal pemikiran yang beliau sampaikan secara langsung membuka pintu sekulararisasi Liberalisasi di Indonesia. Nurcholis Madjid menghembuskan nafas terakhir pada Senin 29 Agustus 2005 pukul 14.05 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan. Cendekiawan kelahiran Jombang, Jawa Timur, 17 Maret 1939, itu meninggal akibat penyakit hati yang dideritanya.
b. Prof. Dr. Harun Nasution MA.
Harun Nasution lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara pada tahun 1919. Kemudian bersekolah di HIS (Hollandsche Indlansche School) dan lulus pada tahun 1934. Pada tahun 1937, lulus dari Moderne Islamietische Kweekschool. Ia melanjutkan pendidikan di Ahliyah Universitas Al-Azhar pada tahun 1940. Dan pada tahun 1952, meraih gelar sarjana muda di American University of Cairo. Harun Nasution menjadi pegawai Deplu RI di Brussels dan Kairo pada tahun 1953-1960. Dia meraih gelar doktor di Universitas McGill di Kanada pada tahun 1968. Selanjutnya, pada 1969 menjadi rektor di IAIN Syarif Hidayatullah dan UNJ. Pada tahun 1973, menjabat sebagai rektor IAIN Syarif Hidayatullah. Hasan Nasution wafat pada tanggal 18 September 1998 di Jakarta. Harun Nasution dikenal sebagai tokoh yang memuji aliran Muktazilah (rasionalis), yang berdasar pada peran akal dalam kehidupan beragama. Dalam ceramahnya, Harun selalu menekankan agar kaum Muslim Indonesia berpikir secara rasional. Harun Nasution juga dikenal sebagai tokoh yang berpikiran terbuka. Ketika ramai dibicarakan tentang hubungan antar agama pada tahun 1975, Harun Nasution dikenal sebagai tokoh yang berpikiran luwes lalu mengusulkan pembentukan wadah musyawarah antar agama, yang bertujuan untuk menghilangkan rasa saling curiga.[23]
Tokoh yang satu ini yang juga mantan rektor IAIN jakarta, juga selalu menegeluarkan pernyataan yang di anggap sesat. Kalau Nurcholis Madjid, AbduRahman wahid menjadi pelopor Liberalisasi di masyarakat dan organisasi Islam, maka berbeda dengan Prof. Dr. Harun Nasution yang mengembangkan Liberalisasi di kalangan kampus Islam Di Indonesia. Semenjak menjadi Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat-Jakarta, Harun mulai melakukan aksinya, dengan mengubah kurikulum yang sudah ada di universitas Islam tersebut. Harun secara serius dan sistematis mencoba mengubah beberapa program studi Islam. Berdasarkan hasil rapat rektor iain se-Indonesia Pada Agustus 1973 Di Ciumbuluit Bandung Departemen Agama RI memutuskan bahwa buku ” Islam Di Tinjau Dari Berbagai Aspeknya” IDBA Karya Prof. Dr. Harun Nasution direkomendasikan sebagai buku wajib mata kuliah pengantar agama Islam-mata kuliah komponen institute yang wajib di ambil oleh setiap mahasiswa IAIN. Pada tanggal 3 desember 1973 Prof. Rasjidi telah menulis surat rahasia yang di tujukan kepada mentri agama yang menjelaskan tentang kedudukan buku tersebut, namun surat tersebut tidak mendapat tanggapan dari mentri agama. Oleh karena itu Prof. rasjidi mencoba menulis buku ”koreksi terhadap Dr. Harun nasution tentang Islam di tinjau dari berbagai aspek”. Prof. Rasjidi mencoba mencaritakan isi suratnya: ”laporan rahasia tersebut berisi kritik terhadap buku harun nasution yang berjudul Islam di tinjau dari berbagai aspek. Saya manjelaskan kritik saya pasaf demi pasal dan menunjukan bahwa gambaran Dr. Harun tentang Islam sangat berbahaya, dan saya mengharapkan agar kementrian agama mangambil tindakan terhadap buku tersebut, yang oleh kementrian agama dan direktorat perguruan tinggi di jadikan sebagai buku wajib di seluruh iain di Indonesia”.[24] Banyak kesalahan fatal yang di ungkapkan oleh Prof. Harun dalam bukunya tersebut.
Salah satu kesalahan yang sangat fatal adalah dalam menjelaskan tentang agama-agama. Di sini harun menempatkan Islam sebagai agama yang sama posisinya dengan agama agama lain. Sebagai Evolcving religion (agama yang berevolusi). Padahal, Islam adalah satu-satunya agama wahyu, yang berbeda dengan agama-agama lain, yang merupakan agama sejarah dan agama budaya (historisn and cultural religion). Haru menyebut agama-agama monoteis yang ia istilahkan juga sebagiagama tauhid-ada empat:yaitu Islam,Kristen, yahudi, hindu. Ketiga agam pertama merupakan satu rumpun, agama hindu tidak termaksud dalam rumpun ini. Tetapi, haru menambahkan bahwa kemurnian tauhid hanya di pelihara oleh Islam dan yahudi. Tetapi kemurnian agama Kristen dengan adanya faham trinitas, sebagai di akaui oleh ahli-ahli perbandingan agama, sudah tidak terpelihara lagi.[25] Tulisan harun di atas di bantah oleh Prof. Rasjidi ” apakah benar agama yahudi merupakan agama dengan tauhid murni sebagaimana Islam? jelas pendapat harun itu tidak benar. Kalau yahudi merupakan agama tauhid murni mengapa dalam alquran dia dimasukkan kategori kafir ahlul kitab? Kesimpulan harun itu sangat mengada-ada. Sejak lama Prof. Rasjidi sudah memberikan lritik keras bahwa uraian Dr. Harun hasution yang terselubung uraian ilmiyah sesungguhnya mengandung bahaya bagi generasi muda Islam yang di pudarkan keimananya.”[26] namun satu hal yang sangat aneh para cendikiawan muslim kita malah memuji dengan cara berlebihan tanpa ada rasa kritis sedikitpun seperti yang di ungkapkan Prof. Malik Fajar. ”usaha dan kerja keras Harun Nasution dalam pengembangan Islamic Studies di Indonesia patut di hargai. Harun seyogyanyan di anugrahi sebagi totoh Islamic Studies di Indonesia”.[27] virus yang di lontarkan oleh harun nasution perlu ada pencegahan. satu hal yang perlu di ketahui setahu penulis sampai hari ini belum ada satu lembaga Islam atau perguruan tinggi Islampun yang mengusulkan kepada departemen agama agar buku tersebut di tarik dari peredarannya. Padahal sudah lebih dari 30 tahun buku tersebut mencoba menyebarkan virus sekuler Liberal dalam pemikiran kaum intelek muslim kita. Entah sampai kapan hal ini akan terjadi.
c. Ulil Abshor Abdallah MA (Candidate Doctor Universitas Di AS).
Dari kalangan muda tokoh inilah yang paling senter namanya di kalangan Islam Liberal, maklum beliau adalah koordinator Jaringan Islam Liberal di Indonesia. Dalam waktu dekat dia akan segera mendapatkan gelar doktor dari salah satu universitas yang ada di Amerika Serikat. Di samping itu ia juga seorang aktifis Nahdatul Ulama, yang menjabat sebagai ketua LAKSPED-NU. Ia adalah tokoh sekular yang sangat gigih memperjuangkan Liberalisme di kalangan NU. Padahal NU sendiri mengancam hal-hal tersebut.
Salah satu pemikirannya adalah ”semua agama sama, semua menuju tuhan jalan yang kebenaran, Jadi, isalm bukan agama yang paling benar.’[28] Di samping itu ia juga menulis ”Dengan tanpa merasa sungkan dan pikuk, saya mengatakan, semua agama adalah tepat berada pada jalna seperti itu, jalan panjang menuju maha yang paling benar. Semua agama, dengan demikian, adlah benar dengan variasi, tingkat dan kadar kedalaman yang berbeda beda dalam menghayati jalan religiusitas itu. Semua agama adalh satu keluarga besar yang sama: yaitu keluarga pencinta jalan menuju kebenaran yang tak pernah ada ujungnya.”[29] ide orang ini tentang agama berimbas pada masalah hukum perkawinan antar agama yang akhirnya di tegaskan kembali keharamannya oleh fatwa MUI. Satu hal lagi yang di ungkapkan oleh Ulil adalah ”larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dan lelaki non Islam, sudah tidak relevan lagi.”[30]
Pemikiran ulil ini sangat tidak berdasarkan pada alquran dan hadits, namun lebih pada pemahaman sekuler yang ia miliki dan ketahui. Namun tidak jarang banyak tokoh yang senatiasa memuji pemikiran Ulil ini. Antara lain tokoh tokoh yang ada di UIN Jakarta. Gerbong Liberalis ini yang menghantarkannya mendapatkan beasiswa S3 di Amerika. Yang notabennya ia akan belajar kepada para kiai-kiai kafir yang ada di sana.
d. Prof. Dr. Azumardi Azra MA
Satu lagi tokoh yang juga berjuang memperkenalkan liberalisme di dunia kampus adalah Prof. Azumardi Azra. Tokoh yang juga mantan rektor IAIN ini di anggap berhasil mengubah paradigma di lingkungan IAIN. Atas usaha beliau IAIN dapat di ubah statusnya menjadi UIN. Azra merupakan tokoh yang manjabat dua periode dalam kepemimpinan di lingkungan UIN. Pemikiran yang di lontarkan azra banyak yang bertentangan dengan para pemikiran ulama islam lainya. Prof. Daud Rasyid banyak mengkritik buku yang di tulis oleh Azra. Sebagai contoh Azumardi, direktur pasca sarjana UIN jakarta menulis dalam sebuah buku terbitan fatayat NU dan lord Foundation:
“Islam itu memang pluralis, islam itu banyak, dan tidak satu. Memang secara teks, Islam adalah satu tetapi ketika akal sudah mulai mencoba memahami itu, belum lagi mengaktualisasikan, maka kemudian pluralitas itu adalah kenyataan dan tidak bisa di elakkan.”[31]
Tulisan Azra ini merupakan indikasi yang bisa menimbulkan presedan buruk bagi islam itu sendiri. Padahal Allah SWT berfiman dalam Al-Quran:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (85)
Artinya:Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Ali Imron:85)
Ayat di atas dengan jelas memberikan gambaran bagi kita bahwa islam sudah final dan tidak bisa ti tandingi oleh apapun apalagi akal yang di dudukkan dalam permasalahan ini. Jelas pikiran ngacok seperti di atas menyamakan islam itu banyak atau pluralis. Pikiran inilah yang menyebabkan banyak kalangan muda UIN yang dengan berani mengatakan hal-hal yang tidak bijak terhadap islam.
H. DAMPAK LIBERALISME DAN ISLAM LIBERAL
Semua yang dilakukan oleh setiap orang pasti akan berdampak pada kehidupan, baik balasannya langsung maupun tidak, itulah yang di rasakan saat ini akibat di luncurkannya pemikiran Liberalisme ini.
a. Dampak Liberalisme di Barat
Ternyata Liberalisme yang muncul di kalangan barat ini membawa dampak bukan cuman sekedar hal yang sepele yang di hadapi tapi merupakan perubahan yang tidak pernah di pikirkan sebelumnya. Ada beberapa dampak yang di hadapi akibat liberlisasi agama di barat, penulis mencoba mengambil dampak yang terjadi di beberapa negara yang ada di barat:
· Di Amsterdam, 200 tahun yang lalu 99% penduduknya beragama Kristen yang taat dan patuh menjalankan aturan dan norma agama yang berlaku, namun kini hanya tinggal 10% saja yang di baptis dan pergi ke gereja setiap ada kebaktian atau pada hari minggu[32]. Kebanyakan dari mereka sudah tidak terikat lagi dengan agama yang sebelumnya mereka anut atau secara nyata mereka telah menjadi sekular.
· Di Prancis, yang beberapa puluh tahun yang lalu yang hampir 95% penduduknya beragama Kristen katolik yang juga mereka patuh menjalankan agamanya dan rajin melakukan kebaktian, saat ini hanya 13% saja yang masih aktif melakukan kebaktian dan menjalankan ibadah pada hari minggu di gereja.[33] Gereja yang awalnya menjadi ajang berkumpul untuk menjalankan ibadah kini hanya di isi oleh beberapa orang itupun kaum yang sudah tua.
· Di Jerman, Pada tahun 1987 menurut laporan ”institute for public oopinion research” hampir 46% penduduknya mengatakan bahwa agama sudah tidak lagi di dalam kehidupan ini,[34] bahkan mereka sudah tidak percaya lagi dengan keberadaan agama dan bisa jadi mereka juga sudah tidak percaya akan keberdaan tuhan itu sendiri. Secara otomatis mereka telah menjadi atheis dengan sendirinya.
· Di Finlandia, yang 97% penduduknya beragama Kristen, namun saat ini hanya 3% saja yang pergi ke gereja setiap minggunya.[35]
· Di Norwegia, yang jumlah penduduknya 90% beragama Kristen , hanya setengahnya saja yang percaya pada dasar- dasar kepercayaan Kristen, dan juga hanya tinggal 3% saja yang masih rutin ke gereja setiap minggunya.[36]
· Berbeda dengan masyarakat Eropa yang kini banyak yang tergila-gila dengan paranormal,mengalahkan kepercayaan mereka terhadap pendeta atau imam-imam katolik yang memimpin setiap peribadatan yang mereka lakukan.[37]
· Di jerman barat sebelum bersatu dengan jerman timur terdapat 30.000 pendeta. Tetapi jumlah paranormal atau dukun klenik (withcraft) mencapai 90.000 orang [38]
· Tidak kalah jauhnya di prancis terdapat 26.000 Imam katolik, tetapi jumlah para normal bintang (astrolog)yang terdaftar mencapai 40.000 orang. Itu yang terdaftar apalagi yang tidak terdaftar yang berkeliaran di sekitar situ yang ada.[39]
· Di Slovakia setelah berpisah dengan Cheko slovakia, teman penulis menuturkan bahwa hampir mayoritas warga yang tinggal di ibukota bratislava tilah lagi percaya akan keberadaan tuhan atau telah atheis semenjak lahir.[40]
Itulah berbagai dampak yang terjadi akibat adanya Liberalisa dalam agama yang di lontarkan oleh tokoh Kristen Liberal. Teman penulis juga pernah mengatakan kalau untuk agama Kristen Liberalisasi agama sudah menjadi hal yang harus di lakukan bahkan wajib karena teks ajaran agama Kristen sekarang ini banyak mengandung manipulasi dari kepemimpinan yang ada saat itu bahkan sudah mengandung unsur kepentingan di dalamnya.[41]
b. Dampak Liberalisme dalam Islam
Dampak dari Islam Liberal itu sendiri dapat kita rasakan saat ini. Walaupun tidak separah dengan dampak yang terjadi di kalangan Kristen namun penulis yakin apabila hal ini di biarkan maka tidak menutup kemungkinan nasib umat Islam akan sama dengan kaum barat yang tertera di atas. Tapi untuk saat ini penulis aka menerangkan dampak yang saat ini terjadi di kalangan Islam itu sendiri dengan adanya paham sesat ini.
· Liberalisasi Agidah Islam
Liberalisasi akidah Islam dengan menyebarkan paham Pluralisme agama atau paham yang menyatakan semua agama pada dasarnya sama dan menuju pada tuhan yang sama. Namun hanya cara atau jalannya saja yang berbeda dengan menuju pada tuhan yang sama. Dampak ini benar-benar terasa dalan kehidupah umat Islam saat ini, nikah beda agama di bolehkan, kaein sesama jenis di anggap hal yang normal, karena itu merupakan hak semua manusia yang di berikan tuhan untuk saling mencintai. Klaim kebenaran terhadap sebuah keyakinan tidak sesuai dengan prinsip Liberalisme pluralism. Bahkan menurut Charles Kimball, Salah satu ciri agama (evil) adalah yang memiliki klaim kebenaran mutlak (absolute truth claim) atas agamanya sendiri.[42] Hal ini yang terjadi dan merebak saat ini di negara Indonesia yang di pelopori oleh tokoh tokoh cendikiawan muslim, seperti Nurcholish Madjid (sebagai bapak Pluralisme agama di Indonesia ’Pen’), Harun Nasution, Syafi’i Ma’arif, dan masih banyak yang lain. Lebih detail baca di atas tentang tokoh-tokoh Islam Liberal di Indonesia.
· Liberalisasi Al-Quran
Tidak di katakan Islam Liberal kalau hanya sampai situ saja kegiatannya, di samping pengembangan Liberalisasi pada akidah umat Islam, Islam Liberal juga berani melakukan Liberalisasi pada alquran. Yang saat ini berkembang adalah istilah “Dekonstruksi Al-Quran”. Di kalangan Kristen hal ini menjadi biasa dan sudah berkembang pesat. Dengan adanya kajian Biblecal Critical atau studi ”kritik bible” yang di cetus oleh Dr. Ernest C. Colwell dari Schooll Of Theology Claremont, yang kurang lebih 30 tahun menekuni bidang ini. Nah oleh kalangan cendikiawan Islam rasanya belum lengkap kalau alquran belum tersentuh oleh hal seperti ini. Taufik Adnan Amal, dosen ulumul Quran IAIN makasar berani menulis sebuah makalah yang berjudul ”edisi kritis Alquran” kalau penulis mencoba menyimpulkan maka isi dari makalahnya menyatakan tentang bagaimana kalau alquran harus di edit ulang atau dalam bahasa makalah ”Edisi Kritis Alquran”.[43] Dan dia juga menyatakan akan keraguannya terhadap keabsahan dan kesempurnaan Mushaf Utsmani. Tidak hanya sampai di situ namum sekarang telah di kembangkang metode tafsir yang di sebut ”Hermeuneutika”.[44] Para aktivis Islam Liberal tidak akan jera walaupu hal in sudah di kritik oler para Ulama Islam namun karena di dukung oleh para tokoh maka mereka berani menunjukan ke anahan merekan tanpa merasa malu dengan perbuatannya. Apalah yang tersisa dari Islam kalu alquran saja sudah berani di kritik oleh mereka.tokoh- tokoh pengkritiknya seperti, Luthfi assyaukani, Aktivis Islam Liberal, berusaha membongkar konsep dasar alquran.[45] Sumanto, alumnus fakultas syariah IAIN semarang, menyatakan, bahwa, ”Alquran adalah perangkap bangsa Quraisy”.[46] Belum lagi yang lainya yang berusaha meruntuhkan keyakinan umat Isalm terhadap Alquran itu sendiri. Seperti Aksin wijaya dalam tesisnya ”menggugat otentitas wahyu” mencoba menghujat alquran lewat kesakralannya dan keabsahannya dan ia mencoba menempatkan alquran sama dengan kitab yang lainnya.[47] Kita harus merenung masalah ini dengan serius dan harus berbuat sesuatu untuk mencegahnya. Mungkin sampai hari ini kita belum tau secara pasti maksud dan tujuan semua ini.
· Liberalisasi Syariat Islam
Inilah aspek yang paling banyak muncul dalam setiap segi kehidupan. Allah SWT sudah menjelaskan dalam alquran tentang kesempurnaan Islam:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Artinya: ”........Dan pada hari ini telah aku cukupkan nikmat padamu dan telah aku sempurnakan Islam sebagai agamamu.....”
Namun kelompok Islam Liberal tidak pernah merasakan hal itu, hukum aturan agama yang sudah qat’iy di otak atik seenaknya saja, undang undang Allah di katakan tidak sesuai dengan perkembangan jaman, bahkan syariat Islam yang di perjuangkan umat selama ini di tentang dengan alasan melanggar Hak Asasi Manusia. Contoh yang dapat penulis kemukakan larangan kawin beda agama yang di jelas syariat Islam sudah mengaturnya, malah di bantah oleh tokoh Islam Liberal, Ulil absor abdallah menulis ”larangan kawin beda agama dalam hal ini antara perempuan Islam dan laki-laki non Islam, sudah tidakrelevan lagi.”[48] bahkan lebih mantap ladi Dr. Zainun Kamal, dosen UIN jakarta. Kini tercatat sebagi ’penghulu swasta ’ yang bertugas menikahkan puluhan mungkin ratusan pasangan beda agama. Padahal boleh di ingat bahwa larangan beda agama sudah menjadi ijma ulama dengan dalil-dalil yang sangat pasti seperti surat (60:10). Yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآَتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنْفَقُوا ذَلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (10)
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Dari golongan wanita seperti tokohnya Prof. Dr. Musdah Mulia mencoba mengubah konsepsi hukum Islam dengan gagasanya yang sangat kontroversial. Seperti asas perkawinan, batas usia pasangan suami isti, perkawinan beda agama, ijab kobul, dan lain sebaginya. Yang mana ini semua di ubah dengan alasan gender. contoh yang penulis kemukakan, adalah masalah masalah massa iddah menurutnya: masa iddah bukan hanay di miliki wanita tapi juga harus di miliki laki-laki. Masa iddah untuk laki laki adalah seratus tiga puluh hari. Itu yang di inginkan tokoh feminim yang juga dosen pasca sarjana UIN Jakarta ini, jadi tidak boleh ada perbedaan antara laki dan wanita dalam segala aspek kehidupan. Sedangkan dari fakultas Syarian IAIN semarang mencoba melegalkan pernikahan sesama jenis. Mereka menerbitkan buku berjudul ”indahnya kawin sesama jenis:demokratisasi dan perlindungan kaum homoseksual”. Pada bagian penutup buku tersebut , anak- anak Fakulatas syariah semarang tersebut menulis kata-kata yang tidak pernah terbayangkan sebelunnya: ”hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan bahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapapun dengan dalil apapun, untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab, tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil bahkan kebablasan.” inilah yang terjadi saat ini di UIN yang mana di harapkan mampu manghasilkan para sarjana yang menjadi rujukan di masyarakat. Namun yang terjadi saat ini malah sebaliknya bayak alumni yang keluar dari sana berpikir yang aneh aneh bahkan ada yang menganggap bahwa solat itu sudah tidak lagi wajib. Nauzubillah.
· Liberalisasi Perguruan Tinggi Islam
Kalau Nurcholis Madjid atau Cak Nur dan AbduRahman wahid atau yang lebih akrab di panggil Gus-Dur menjadi pelopor Liberalisasi di masyarakat dan organisasi Islam, maka berbeda dengan Prof. Dr. Harun Nasution yang mengembangkan Liberalisasi di kalangan kampus Islam Di Indonesia. Semenjak menjadi Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat-Jakarta, Harun mulai melakukan aksinya, dengan mengubah kurikulum yang sudah ada di universitas Islam tersebut. Harun secara serius dan sistematis mencoba mengubah beberapa program studi Islam. Berdasarkan hasil rapat rektor iain se-Indonesia Pada Agustus 1973 Di Ciumbuluit Bandung Departemen Agama RI memutuskan bahwa buku ” Islam Di Tinjau Dari Berbagai Aspeknya” IDBA Karya Prof. Dr. Harun Nasution direkomendasikan sebagai buku wajib mata kuliah pengantar agama Islam-mata kuliah komponen institute yang wajib di ambil oleh setiap mahasiswa IAIN. Pada tanggal 3 desember 1973 Prof. Rasjidi telah menulis surat rahasia yang di tujukan kepada mentri agama yang menjelaskan tentang kedudukan buku tersebut, namun surat tersebut tidak mendapat tanggapan dari mentri agama. Oleh karena itu Prof. rasjidi mencoba menulis buku ”koreksi terhadap Dr. Harun nasution tentang Islam di tinjau dari berbagai aspek”. Prof. Rasjidi mencoba mencaritkan isi suratnya: ”laporan rahasia tersebut berisi kritik terhadap buku harun nasution yang berjudul Islam di tinjau dari berbagai aspek. Saya manjelaskan kritik saya pasaf demi pasal dan menunjukan bahwa gambaran Dr. Harun tentang Islam sangat berbahaya, dan saya mengharapkan agar kementrian agama mangambil tindakan terhadap buku tersebut, yang oleh kementrian agama dan direktorat perguruan tinggi di jadikan sebagai buku wajib di seluruh iain di Indonesia”.[49] Banyak kesalahan fatal yang di ungkapkan oleh Prof. Harun dalam bukunya tersebut. Salah satu kesalahan yang sangat fatal adalah dalam menjelaskan tentang agama-agama. Di sini harun menempatkan Islam sebagai agama yang sama posisinya dengan agama agama lain. Sebagai Evolcving religion (agama yang berevolusi). Padahal, Islam adalah satu-satunya agama wahyu, yang berbeda dengan agama-agama lain, yang merupakan agama sejarah dan agama budaya (historisn and cultural religion). Haru menyebut agama-agama monoteis yang ia istilahkan juga sebagiagama tauhid-ada empat:yaitu Islam,Kristen, yahudi, hindu. Ketiga agam pertama merupakan satu rumpun, agama hindu tidak termaksud dalam rumpun ini. Tetapi, haru menambahkan bahwa kemurnian tauhid hanya di pelihara oleh Islam dan yahudi. Tetapi kemurnian agama Kristen dengan adanya faham trinitas, sebagai di akaui oleh ahli-ahli perbandingan agama, sudah tidak terpelihara lagi.[50] Tulisan harun di atas di bantah oleh Prof. Rasjidi ” apakah benar agama yahudi merupakan agama dengan tauhid murni sebagaimana Islam? jelas pendapat harun itu tidak benar. Kalau yahudi merupakan agamma tauhid murni mengapa dalam alquran dia dimasukkan kategori kafir ahlul kitab? Kesimpulan harun itu sangat mengada-ada. Sejak lama Prof. rasjidi sudah memberikan lritik keras bahwa uraian Dr. Harun hasution yang terselubung uraian ilmiyah sesungguhnya mengandung bahaya bagi generasi muda Islam yang di pudarkan keimananya.”[51] namun satu hal yang sangat aneh para cendikiawan muslim kita malah memuji dengan cara berlebihan tanpa ada rasa kritis sedikitpun seperti yang di ungkapkan Prof. Malik Fajar. ”usaha dan kerja keras harun nasution dalam pengembangan Islamic studies di Indonesia patut di hargai. Harun seyogyanya di anugrahi sebagai tokoh Islamic studies di Indonesia”.[52] virus yang di lontarkan oleh Harun Nasution perlu ada pencegahan. satu hal yang perlu di ketahui setahu penulis sampai hari ini belum ada satu lembaga Islam atau perguruan tinggi Islampun yang mengusulkan kepada departemen agama agar buku tersebut di tarik dari peredarannya. Padahal sudah lebih dari 30 tahun buku tersebut mencoba menyebarkan virus sekuler Liberal dalam pemikiran kaum intelek muslim kita. Entah sampai kapan hal ini akan terjadi. Tidak salah kalau image sekuler Liberal yang di sandang oleh universitas Islam Negeri sulit di hilangkan bahkan makin menjadi-jadi. Teringat ungkapan Prof. Dr. Komarudin Hidayat[53] yang mengungkapakn bahwa tidak adanya Liberalisme di UIN padahal ia sendiri masuk dalam daftar tokoh JIL yang mewakili Paramadina, yayasan yang didirikan oleh Almarhum Nurcholis madjid[54].
· Liberalisasi Pendidikan Islam
Satu hal yang perlu di ketahui di samping beberapa hal yang di lakukan di atas proses Liberalisasi ternyata berdampak pada pula pada dunia pendidikan kita. Kita melihat kenyataan yang beredar saat ini, banyak sekolah mulai dari tingkat yang paling dasar hingga perguruan tinggi saat ini telah di intervensi oleh pihak asing. Pola yang di gunakan adalah menawarkan bantuan yang besar terhadap suatu lembaga pendidikan dengan berbagai syarat yang di ajukan. Salah satu syarat yang menjadi kecuriggan umat Islam adalah pola mengubah kurikulum yang sudah ada pada sekolah tersebut. Yang menjadi objek saat ini adalah dunia pendidikan Islam seperti pesantren baik yang tradisional maupun yang modern. Beberapa bulan yang lalu kita mengetahui bahwa ada beberapa pesantren yang di tawarkan kerja sama dengan pihak asing salah satunya adalah yayasan Ford Foundation, yayasan ini yang bekerjasama dengan JIL untuk pengembangannya. Ford Foundation merupakan lembaga yang membantu dalam pengembangan dunia pendidikan yang ada di pesantren namun itulah bentuk kelicikan mereka, dunia pendidikan di rasuki dangan kemoderenan yang di miliki barat sehinga dunia pendidikan kita menjadi sekuler dan Liberal dari sudut pandang keIslamannya. Oleh karena itu sifat hati-hati harus kita tunjukan untuk mencegah semua ini sebelum terlambat.
I. PENUTUP
Untuk mengakhiri tulisan penulis pada makalah ini, penulis ingin mengutip sebuah ayat Al-Qur’an yang artinya :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (30)
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia dalam fitrah tersebut (fitrah agama).Tidak ada perubahan atas fitrah Allah tersebut, itulah agama yang lurus akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS.Ar-Rum : 30).
Ayat diatas memberikan inspirasi kepada penulis untuk lebih menjelaskan tentang kemuliaan agama Allah, namun karena adanya keterbatasan maka hanya inilah yang mampu disampaikan oleh penulis.
Wajah peradaban saat ini membawa dampak yang sangat sulit bagi proses dakwah dalam dunia. Yang pada saatnya nanti bisa menjerumuskan kepada hal-hal yang bersifat negative. Perkembangan yang ada dalam Islam saat ini merupakan hal yang perlu dipikirkan bersama karena kalau kita melihat dari berbagi dampak saat ini, maka sudah saatnya kita harus melakukan pencegahan. Didalam buku karangan Dr.Adian Husaini yang berjudul Wajah Peradaban Barat maka banyak kita temukan berbagai macam problematika yang dihadapi umat saat ini sehingga ada keterkaitan dengan bahaya Kristenisasi. Munculnya JIL saat ini merupakan program yang dicanangkan oleh kaum sekularisme karena mereka tidak mampu menghantam Islam dari luar maka mereka mencari jalan lain dengan cara menghancurkan dari dalam. Perlu diketahui bahwa hal ini didanai oleh amerika serikat melalui program beasiswa S2 dan S3 bagi mahasiswa Indonesia yang mempunyai potensi untuk mendalami ilmu-ilmu agama bersam kyai-kyai kafir.
Begitupun juga dengan aliran lain yang kalau dilihat dari awal prospeknya hanyalah bersifat politik, namun kedepannya lebih dipengaruhi oleh system ideology yang mana mengadu domba antara Islam dengan Islam. Kita bisa melihat contohnya saat ini di irak, Islam Sunni diadu domba dengan Islam syi’ah, yang mana pada ujungnya menghancurkan Islam sendiri. Tipu daya seperti ini digunakan oleh orang-orang kafir untuk menghancurkan Islam itu sendiri.
Perlunya hal ini diuraikan karena penulis lebih melihat pada sisi perkembangan agama Islam dibandingkan dengan agama yang lainnya yang seharusnya dimasukkan dalam makalah ini. Konsentrasi penulis lebih mengarah kepada aliran ini, yang saat ini berkembang sangat pesat di dunia ini khususnya di Indonesia. Salah satu tulisan Dr. Adian mengatakan bahwa Liberalisme, sekularisme dan Pluralisme bukan hanya menjadi musuh umat Islam, namun juga umat yang lainnya karena secara tidak langsung agama tidak dianggap sebagai pemberian tuhan lagi tapi lagi-lagi merupakan ciptaan manusia. Ini merupakan problema yang dihadapi oleh umat saat ini.
Sebelum menutup makalah ini, penulis memohon maaf apabila antara judul dengan isi makalah kurang bersesuaian karena hal ini sesuai dengan apa yang penulis sampaikan pada saat diskusi. Harapan penulis, semoga makalah ini memberikan kontribusi besar dalam dunia peradaban. Wallahu a’lam
J. KESIMPULAN
Dari berbagai uraian di atas ada beberapa hal yang akan penulis simpulkan antara lain sebagai berikut:
· Pemikiran yang di tawarkan oleh dunia barat haruslah di waspadai terlebih dahulu tingkat kebenarannya. Baik itu yang bersifat ilmu (science) maupun yang bersifat gaya hidup (life style), karena tidak sedikit ilmuwan kita terpedaya hanya karena dua hal ini.
· Tidak ada keraguan lagi terhadap dalil yang Allah sebutkan dalam alquran yangberbunyi:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (120)
Artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu “. (QS. Al Baqoroh: 120). Ayat ini memberikan gambaran jelas akan kebencian kaum Yahudi dan Nasrani terhadap islam maupun umat islam.
· Liberalisme, sekularisme, dan plurasisme adalah sebuah bentuk kecolongan kaum cendikiawan muslim kita yang dengan mudah menerima segala sesuatu atau pemikirang yang di lontarkan oleh dunia barat.
· liberalisme merupakan hal yang tidak mudah di hilangkan dalam hidup ini kecuali ada tindak nyata dari kita sebagai muslim yang sejati.
· Banyak dampak yang di rasakan oleh kita saat ini dengan menyebarnya virus liberalisme di kalangan kita. UIN yang merupakan lembaga yang di agungkan dengan para inteleknya malah sekarang menjadi bahan omongan di dunia internasional dengan adanya gerakan JIL yang tumbuh dan berkembang di sana. Rasa bangga di tunjukan oleh para penganut paham JIL ini,dengan lebih giat lagi menyebarkan paham sesat ini.
· Uraian di atas juga menceritakan akan kelemahan yang di miliki oleh paham ini, serta aspek yang bisa menjadi bumerang bagi mereka sendiri.
· Salah satu bentuk perlawanan yang harus di lakukan adalah dengan cara perkuat keimanan kita. Karena mereka seing menyerang orang yangtingkat keimanannya rendah dan mudah di rasuki virus ini.
· Tulisan ini merupakan wujud kepedulian penulis terhadap masalah yang di hadapi oleh umat islam saat ini. Orang pintar yang sering di baggakan saat ini banyak yang menyakiti umat islam dengan ikut sertanya mereka dalam mendukung program ini.
· Dengan dalil HAM mereka mencoba mengotak atik segala bentuk hukum yang qot’iy dalam islam yang jelas hukum yang di Allah kepada manusia dengan hukum sekuler buatan mereka yang mengandung kesesatan yang abadi tanpa adanya pengecualian.
· Dengan berbagai alasan yang tidak masuk di akal mereka mencoba membodohi umat dengan istilah pembaharu. Apa yang di perbaharui oleh mereka yang ada malah merusak tatanan islam yang sudah sempurna.
· Totoh-tokoh di atas merupakan tokoh atau figur yang sering di banggakan umat islam bahkan ada yang sampai menuhankan pemikiran mereka.
· Semua ini bisa di atasi apabila kita bekerja sama secara ikhlas dan kaffah.
Penulis berharap semoga makalah yang singkat ini bisa bermanfaat bagi para pembaca sekalian maupun penulis. Penulis sangat berterima kasih kepada pihak yang telah membantu.
Wallahu a’lam bis showab
K. DAFTAR PUSTAKA
HM. Rasjidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution Tentang ‘Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek’, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977)
Harun Nasution, “Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek,”(Jakarta: UI Press, Cet ke-6), Jld I,
Abdul Halim (ed), Teologi Islam Rasional, (Ciputat Press, 2004),
Luthfi Assyaukani, “Menentukan sejarah Alquran” dalam Abdul Mugsid Ghazali(ed). Ijtihad Islam Liberal, (Jakarta: Jaringan Islam Liberal, 2005).
Suamanto Alqurtuby, “Membongkar Teks Ambigu” Dalam abdul Mugsid Ghazali (ed), Ijtihad Islam Liberal, (Jakarta: Jaringan Islam Liberal, 2005).
Aksi Wijaya, “menggugat otentisitas wahyu tuhan” (yokyakarta: Safiria insani press, 2004).
Harian Kompas edisi 18 November 2002
Charles Kimball, When Religion Becomes Evil. (New York: Harper San Fransisco. 2002)
Taufik Adnan Amal Makalah berjudul “Edisi Kritik Alquran” dalam buku “wajah Liberal Indonesia” (Jakarta: JIL, 2002)
Susurin (ed), Nilai-Nilai Pluralis Dalam Islam. ((Jakarta: Fatayat NU & Ford Foundation, 2005).
Herlianto: “Gereja Modern Mau Ke Mana” 1995
Majalah GATRA, (21 Desember 2002)
Kompas, (18 November 2002) dalam artikelnya yang berjudul “menyegarkan kembali pemahaman Islam”
Prof. Dr.Nurcholis Madjid MA TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
Prof. Dr.Nurcholis Madjid MA Tiga Agama Satu Tuhan, (Bandung: Mizan, 1999).
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1995).
Adian Husaini “Liberalisasi Islam di Indonesia fakta dan data” terbit DDII Mei 2006
Harvey Cox, The Secular City:Secularization And Urbanization In Theological Perspective, (new york:the macmilan company, 1967).
Yusuf Al qordhowi, “syekh Muhammad Al Ghazali yang saya kenal” Robbani Press, Februari1997.
Awang Darmawan “Sikap dan Tingkah laku Agamis Manusia Serta Perkembangannya” Bogor 2006
Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas. Juni 1990
Adian Husaini MA dan Nuim Hidayat, “Islam Liberal sejarah, Konsepsi, penyimpangan dan jawaban” gema insani Jakarta 2002.
Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan paham sesat di Indonesia,pustaka Al kauthsar,februari 2002.
Charles Kurzman (ed), Liberal Islam: Asourcebook, Terjemahan Bahrul Ulum dan Heri Junaedi, Wacana Islam Liberal, Pramadina, Jakarta,200.
Buku 70 tahun Rasyidi
Nurcholis Mdjid“pembaharu dalam Islam sejarah pemikiran dan gerakan”
Kitab Hadits Musnad Ahmad juz 2, sanadnya sahih.
Dr. syamsuddin Arif Oreantalisme Dan Diabolisme,GIP
Adian Husaini “Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi islam Di perguruan Tinggi” GIPJakarta 2006
Anis Malik Toha “Tren Pluralisme Agama” GIP Jakarta 2005
Adian Husaini “Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi Sekuler Liberal ” GIP Jakarta 2004
Adian Husaini ”Tinjauan Historis Konflik Yahudi, Kristen, Islam” GIP Jakarta 2004
Admin Armas ”Metodologi Bibel Dalam Studi Alquran” GIP Jakarta
Al Azami ’The History The Quranic Text From Relevetion To Compilation” GIP Jakarta
Admin Armas “Pengaruh Kristen Oreantalis Terhadap Islam Liberal” GIP Jakarta
Henri Shalahuddin ”Alquran Di Hujat” GIP Jakarta
Syehk Imam Ashobuni ” Tafsir Ayatul Ahkam”
Prof.H.M.Arifin M.Ed Psikologi Dakwah (Suatu Pengantar Studi)
Dr.Ahmad Mubarak M.A.Jiwa Dalam Al-Qur’an
Al-Quranulkarim Cetakan Departemen Agama RI



[1] Lihat, Oreantalisme Dan Diabolisme, Dr. syamsuddin arif hal 77 ter.GIP.
[2] Ibid, Hal 78
[3] Charles Kurzman (ed), Liberal Islam: Asourcebook, Terjemahan Bahrul Ulum dan Heri Junaedi, Wacana Islam Liberal, Pramadina, Jakarta,2001.hal.xxix
[4] Menteri agama RI pertama, ketika kecil bernama asli Saridi, lalu di ubah oleh sang guru Syak Ahmad Surkati waktu sekolah di Alirsyad, menjadi Rasyidi, Lihat buku 70 tahun Rasyidi
[5] Prof. Dr. Harun Nasution adalah mantan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekarang UIN. Tokoh yang satu ini menurut almarhum Prof. Peunoh Dali guru besar UIN Jakarta, Pak Harun Nasution itu adalah orang yang kagum terhadap barat. Dan banyak pemikiran harun yang di jiplak dari para tokoh barat, mungkin di karnakan beliau adalah alumni Mc Gill Canada.
[6] Lihat buku: pembaharu dalam Islam sejarah pemikiran dan gerakan, Hal.49
[7] Hadits Musnad Ahmad juz 2 Hlm. 243, sanadnya sahih, dan hadits-hadits lainnya banyak, dengan kata katanya yang berbeda tapi maknanya sama). Benarlah rasulullah SAW dan bohonglah Syahk Rifaah Thahthawi.
[8] Penulis melontarkan pertanyaan ini ketika ikut dalam pelatihan yang di laksanakan dewan dakwah Islamiyah indonesia kota bogor pada hari sabtu, 10 februari 2007 bertempat di masjid al hijr 1 air mancur bogor. Pada saat itu Adian Husaini membawa materi tertang tantangan dakwah di era globalisasi.
[9] Lihat: Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan paham sesat di Indonesia,pustaka Al kauthsar,februari 2002, hal. 219
[10] Ibid, Hal 225
[11] Tentang kehidupan dan karya-karya fazlur Rahman ini bisa di lihat di buku Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas. Juni 1990
[12] Adian Husaini MA dan Nuim Hidayat, “Islam Liberal sejarah, Konsepsi, penyimpangan dan jawaban” gema insani Jakarta 2002, hal 19
[13] Tentang kehidupan dan karya-karya fazlur Rahman ini bisa di lihat di buku Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas. Juni 1990 hal 105
[14] Dalam bukunya itu, yang di maksud isllam fundamentalis terutama adalah ikwanul muslimin dan jamaat Islami. Penghadapan antara Islam Liberal dan Islam konservatif oleh binder ini, hal inilah yang mungkin menjdi isnpirasi terbentukya JIL utan kayu.
[15] Leonard Binder “ Islam Liberal”, pustaka pelajar,November 2001
[16] Buku Binder tersebut telah di terjemahkan dengan judul “Islam Liberal”, Pustaka Pelajar,November 2001
[17] Teks selengkapnya tentang Tanya jawab di pengadilan itu lihat di buku Yusuf Al qordhowi, “syekh Muhammad Al Ghazali yang saya kenal” Robbani Press, Februari1997. Hal 390-397. di situ audara bisa membaca kasus yang terjadi pada pembunuhan Faudah.
[18] Harvey Cox, The Secular city:secularization and urbanization in theological perspective, (new york:the macmilan company, 1967), hal. 19-32.
[19] Lihat: Adian Husaini “Liberalisasi Islam di Indonesia fakta dan data” terbit DDII Mei 2006 hal.11
[20] TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) Prof. Dr.Nurcholis Madjid MA
[21] Lihat buku Tiga Agama Satu Tuhan, (Bandung: Mizan, 1999), Hal. xix
[22] Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1995). Hal.Ixxvii
[24] HM. Rasjidi, koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang ‘Islam ditinjau dari berbagai aspek’, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977) Hal.13.
[25] Harun Nasution, “Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek,” (Jakarta: UI Press, Cet ke-6), Jld I, Hal. 29.
[26] HM Rasjidi, op,cit, Hal.24
[27] Abdul Halim (ed), Teologi Islam Rasional, (Cipitat Press, 2004), hal. xvi-xvii
[28] Majalah GATRA, (21 Desember 2002)
[29] Kompas, (18 November 2002) dalam artikelnya yang berjudul “menyegarkan kembali pemahaman Islam”
[30] Ibid,
[31] Susurin (ed), Nilai-Nilai Pluralis Dalam Islam. ((Jakarta: Fatayat NU & Ford Foundation, 2005), hal. 150
[32] Lihat bukunya Herlianto: “gereja modern mau ke mana” 1995
[33] Ibid.
[34] Ibid
[35] Ibid
[36] Ibid,
[37] Ibid,
[38] Ibid,
[39] Ibid,
[40] Martin Tvodon, Teman penulis ketika sama-sama melakukan study di Sequaio High Shcooll California USA. Beliau adalah warga asli Slovakia dan penulis juga sama-sama pernah satu tempat tinggal dengan beliau ketika di sana. Namun itu tidak berlangsung lama karena penulis harus pindah ke San Anselmo kurang lebih 20 menit dari Ibu kota San Francisco, Untuk melanjutkan study di Drake High Schooll. Dalam setiap perbincangan kami berdua senantiasa bertukar pikiran masalah Agama, setelah beberapa minggu baru penulis tau kalau dia selama ini tidak memiliki agama atau Atheis sejak lahir. Mulai sejak itu penulis mulai mencoba untuk menjelaskan tentang Islam kepadanya namun di sebabkan karena penulis harus pindah maka hubungan antara penulis dengannya sempat renggang. Hingga kami bertemu kembali ketika pulang itupun betemunya di University Califonia Los Angels. Tepatnya ketika sama-sama mengikuti diskusi di sana. Penulis selalu berdoa semoga ia segera mendapatkan hidayah dari Allah SWT untuk bersama-sama berjuang di jalan Allah dengan ilmu dan pemikiran yang ia miliki.
[41] Di diskusikan ketika melakukan perjalanan dari San Fransisco menuju ke Los Angels yang kurang lebih di tempuh dalam 8 jam dengan menggunakan Bis
[42] Charles Kimball, When Religion Becomes Evil. (New York: Harper San Fransisco. 2002)
[43] Lihat makalah Taufik Adnan Amal berjudul “Edisi Kritik Alquran” dalam buku “wajah Liberal Indonesia” (Jkarta: JIL, 2002 Hal. 78)
[44] Hermeunetika adalah metode mentafsirkan alquran dengan menggunakan akal tanpa melihat unsur yang terkandung dalam alquran itu sendiri, metode seperti ini dilakukan untuk menggantikan metode tafsir alquran yang ada saat ini.
[45] Luthfi Assyaukani, “Menentukan sejarah Alquran” dalam Abdul Mugsid Ghazali(ed). Ijtihad Islam Liberal, (Jakarta: Jaringan Islam Liberal, 2005).hal. 1
[46] Suamanto Alqurtuby, “Membongkar Teks Ambigu” Dalam abdul Mugsid Ghazali (ed), Ijtihad Islam Liberal, (Jakarta: Jaringan Islam Liberal, 2005).hal. 17
[47] Baca: Aksi Wijaya, “Menggugat otentisita wahyu tuhan” (yokyakarta: Safiria insani press, 2004). Hal. 123
[48] Baca: Harian Kompas edisi 18 November 2002
[49] HM. Rasjidi, koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang ‘Islam ditinjau dari berbagai aspek’, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977) Hal.13.
[50] Harun Nasution, “Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek,” (Jakarta: UI Press, Cet ke-6), Jld I, Hal. 29.
[51] HM Rasjidi, op,cit, Hal.24
[52] Abdul Halim (ed), Teologi Islam Rasional, (Cipitat Press, 2004), hal. xvi-xvii
[53] Beliau adalah mantan Direktur pasca sarjana dan kini menjadi Rektor UIN syarif Hidayatullah Ciputat-Jakarta menggantikan Prof. Azumardy Azra, beliau ungkapkan beberapa hari setelah terpilih sebagi Rektor. Di muat di koran harian Republika.
[54] Lihat: Website. www.Islamlib.com, web resmi milik JIL. Yang bayak memuat artikel dan berbagai tulisan tokoh JIL di indonesia.