Free Widgets

Jumat, 27 Januari 2012

Sholat di Perjalanan


Dalam bepergian, ada beberapa keringanan (rukhsah) dalam beribadah yang diberikan oleh agama kita untuk meringankan dan memudahkan pelaksanaannya. Salah satu keringanan tersebut adalah pelaksanan ibadah sholat dengan cara qashar (dipendekkan) dan dengan cara jamak (menggabung dua sholat dalam satau waktu). Dengan demikian pelaksanaan sholat dalam perjalanan, atau disebut "sholatus safar", dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :
1. Itmam, atau sempurna yaitu dilakukan seperti biasanya saat dirumah.
2. Qashar, yaitu sholat yang semestinya empat rakaat diringkas atau dipendekkan  menjadi dua roka'at.
3. Jama', yaitu mengumpulkan dua sholat, Dhuhur dengan Ashar atau Maghrib dengan Isya', dalam salah satu waktunya.
SEMPURNA ATAU QASHAR?
Para ulama berbeda pendapat mengenai manakah yang lebih utama dalam melaksanakan sholat saat bepergian, apakah dengan sempurnya seperti biasa ataukah dengan qashar.
[1]. Pendapat pertama mengatakan qashar shalat saat bepergian hukumnya wajib. Pendapat ini diikuti mazhab Hanafiyah, Shaukani, Ibnu Hazm dan dari ulama kontemporer Albani. Bahkan Hamad bin Abi Sulaiman mengatakan barangsiapa melakukan sholat 4 rakaat saat bepergian, maka ia harus mengulanginya. Imam Malik juga diriwayatkan mengatakan mereka yang tidak melakukan qashar harus mengulangi sholatnya selama masih dalam waktu sholat tersebut.
Pendapat ini menyandar kepada dalil hadist riwayat Aisyah r.a. berkata:"Pada saat pertama kali diwajibkan shalat adalah dua rakaat, kemudian itu ditetapkan pada shalat bepergian, dan untuk sholat biasa disempurnakan" (Bukhari Muslim). Dalil ini juga diperkuat oleh riwayat Ibnu Umar r.a. beliau berkata:"Aku menemani Rasulullah s.a.w. dalam bepergian, beliau tidak pernah sholat lebih dari dua rakaat sampai beliau dipanggil Allah" (Bukhari Muslim).
Dalil lain dari pendapat ini adalah riwayat Ibnu Abbas r.a. juga pernah berkata:"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan sholat melalui lisan Nabi kalian s.a.w. bahwa untuk orang bepergian dua rakaat, untuk orang yang menetap empat rakaat dan dalam keadaan ketakutan satu rakaat."(H.R. Muslim).
[2]. Pendapat kedua mengatakan bahwa melakukan sholat dengan cara qashar saat bepergian hukumnya sunnah. Pendapat ini diikuti oleh mazhab Syafii dan Hanbali dan mayoritas ulama berbagai mazhab.
Dalil pendapat ini adalah ayat al-Qur'an:
"وإذا ضربتم في الأرض فليس عليكم جناح أن تقصروا من الصلاة إن خفتم أن يفتنكم الذين كفروا"
(Annisa:101).
"Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu." Ayat ini dengan jelas menyatakan "tidak mengapa" yang berarti tidak keharusan.
Dalil tersebut juga diperkuat oleh riwayat dari beberapa orang sahabat yang melakukan sholat sempurna pada saat bepergian. Sekiranya qashar wajib, tentu tidak akan ada seorang sahabat yang meninggakannya. Beberapa sahabat yang diriwayatkan tidak melakukan qashar saat bepergian adalah Usman, Aisyah dan Saad bin Abi Waqqas r.a..
Dalil lain adalah bahwa tatkala seorang musafir bermakmum dengan orang yang mukim, maka wajib baginya menyempurnakan sholat mengikuti tata cara shalat imam yang mukim. Imam Syafii mengatakan telah terjadi konsensus (Ijma') ulama mengenai hal tersebut. Seandainya sholat musafir wajib qashar dan dua rakaat maka tentu sholatnya musafir tadi tidak sah karena melebihi dua rakaat. Ini menunjukan bahwa qashar bukan keharusan, tetapi anjuran atau sunnah.
[3]. Pendapat ketiga mengatakan bahwa makruh hukumnya menyempurnakan sholat saat bepergian dan sangat disunnahkan untuk melakukan qashar. Alasannya, bahwa qashar merupakan kebiasaan Rasulullah s.a.w. dan merupakan sunnah, meninggakan sunnah merupakan perkara makruh. Rasulullah s.a.w. juga mengatakan dalam sebuah hadist yang sangat masyhur:" Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku melakukannya sholat".


CARA SHOLAT QASHAR
Pelaksanaan sholat qashar sama seperti sholat biasa, hanya saja, sholat yang semestinya empat roka'at yaitu dhuhur, ashar, dan isya', di ringkas menjadi dua roka'at dengan niat qashar pada waktu takbirotul ihram.
Contoh lafadz niat qashar : Usholli fardlod-dhuhri rok'ataini qoshron lillahi ta'ala.
Artinya : saya niat sholat dhuhur dengan diqashar dua roka'at karena Allah.
SYARAT-SYARAT QASHAR
Orang yang sedang bepergian (musafir), diperbolehkan melakukan sholat dengan qashar, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Bukan bepergian maksiat, seperti bepergian dengan tujuan mencuri, dan lain-lain.
2. Jarak yang akan ditempuh, sedikitnya berjarak kurang lebih 80,64 km. Muslim sahaat Anas bin Malik r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. ketika bepergian sejauh tiga mil atau tiga farsakh, beliau melakukan shalat dua rakaat.
Hadist lain meriwayatkan Rasulullah s.a.w bersabda:"Wahai penduduk Makkah, janganlah kalian melakkan qashar pada perjalanan kurang dari empat bard, yaitu dari Makkah ke Usfan". (H.r. Dar Quthni dari Ibnu Abbas. Hadist ini juga diriwayatkan sebagai statemen Ibu Abbas).
Para ulama pada zaman dahulu memperkirakan jarak tersebut dengan durasi perjalanan selama dua hari menggunakan kuda atau onta. Dan para ulama sekarang memperkirakan sejauh 80,64 km atau dibulatkan 80 km. perbedaan kurang atau lebih sedikit tidak masalah karena al-Qur'an tidak secara jelas memberikan batasan jarak dan hadist-hadist dan perhitungan jarak mil dan farsakh versi lama masih mengalami perbedaan. Imam Syafii sangat ketat memberlakukan hitungan tersebut, yakni harus melebih minimal 80,6 km tidak boleh kurang.
3. Mengetahui hukum diperbolehkannya qashar.
4. Sholat yang di qashar berupa sholat empat roka'at. Yakni Dhuhur, Ashar dan Isya'
5. Niat qashar pada saat takbirotul ihram.
6. Tidak bermakmum/berjama'ah kepada orang yang tidak sedang melakukan qashar sholat.
7. Tidak berniat mukim untuk jangka waktu lebih dari tiga hari tiga malam di satu tempat.
Para ulama berbeda pendapat mengenai berapa lama seorang musafir masih diperbolehkan melakukan qashar ketika transit di satu tempat. Mayoritas ulama dan mazhab empat kecuali Hanafi mengatakan maksimum transit yang diperbolehkan melakukan qashar adalah tiga hari. Kalau seorang musafir menetap di satu tempat telah melebihi tiga hari maka ia tidak boleh lagi melakukan qashar dan harus menyempurnakan sholat. Pendapat kedua diikuti imam Hanafi dan Sofyan al-Tsauri mengatakan maksimum waktu transit yang dipernolehkan jama' adalah 15 hari. Pendapat ketiga diikuti sebagian ulama Hanbali dan Dawud mengatakan maksimum 4 hari.
JAMA' SHOLAT (MENGGABUNG DUA SHOLAT)
Menjama' sholat adalah melakukan sholat Dhuhur dan Ashar dalam salah satu waktu kedua sholat tersebut secara berturut-turut, atau melaksanakan sholat Maghrib dan Isya' dalam salah satu waktu kedua sholat tersebut secara berturut-turut. Maka sholat dengan cara jama' ada dua macam:
1. Jama' taqdim. Yaitu mengumpulkan sholat dhuhur dan sholat ashar dalam waktu dhuhur, atau sholat maghrib dan sholat isya' dalam waktu maghrib.
2. Jama' ta'khir. Yaitu mengumpulkan sholat dhuhur dan sholat ashar dalam waktu ashar, atau sholat maghrib dan sholat isya' dalam waktu isya'.
HUKUM JAMA'
Banyak yang beranggapan bahwa jama' merupakan ketentuan yang tidak terkait dengan qashar. Sejatinya kedua cara sholat ini tidak ada kaitannya dan mempunyai ketentuan sendiri-sendiri, hanya saja sering keduanya dilaksanakan secara bersamaan. Jadi melakukan qashar sholat dan sekaligus melakukan jama'. Sholat seperti itu disebut jama' qashar.
Para ulama melihat bahwa ketentuan jama' lebih longgar dibandingkan dengan qashar. Qashar boleh dilakukan pada kondisi tertentu dan sesuai aturan dan syarat di atas, tetapi jama' mempunyai ketentuan yang tidak seketat ketentuan di atas.
Para ulama juga berbeda pendapat mengenai diperbolehkannya jama' sholat. Mayoritas ulama mengatakan jama' sholat hukumnya boleh dan merupakan hak musafir. Karena hukumnya boleh maka seorang musafir boleh malakukan jama' dan boleh tidak melakukannya. Melakukannya dengan keyakinan mengikuti Rasululah s.a.w. adalah kesunahan.
Dalil-dalil yang menunjukkan dipebolehkannya jama' adalah antara lain:
[1]. Hadist riwayat Bukhari dari Anas bin Malik r.a. belaiau berkata bahwa Rasulullah s.a.w menggabung sholat Maghrib dan Isya' pada saat bepergian.
[2]. Hadist riwayat Muslim dari Muadz beliau berkata: kami bepergian bersama Rasulullah s.a.w. untuk perang Tabuk, beliau melakukan sholat Dhuhur dan Ashar secara digabung dan begitu juga dengan sholat Maghrib dan Isya'.
[1] hadist Anas bin Malik r.a.: Rasulullah s.a.w. ketika bepergian sebelum matahari condong ke barar, beliau mengakhirkan sholat dhuhur di waktu ashar, lalu beliau berhenti dan sholat keduanya. Apabila beliau berangkat setelah masuk waktu sholat maka beliau sholat dulu lalu memulai perjalanan". (h.r. Bukhari Muslim).
[2] Hadist Ibnu Umar r.a. berkata: suatu hari aku dimintai pertolongan oleh salah satu keluarganya yang tinggal jauh sehingga beliau melakukan perjalanan, beliau mengakhirkan maghrib hingga waktu isya' kemudian berhenti dan melakukan kedua sholat secara jama', kemudian beliau menceritakan bahwa itu yang dilakukan Rasulullah s.a.w. ketika menghadapi perjalanan panjang.
Kedua hadist di atas juga dijadikan landasan diperbolehkannya jama' taqdim, yaitu melakukan kedua pasangan sholat di atas dalam waktu pertama.
[3]. Hadist Muadz r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. pada waktu perang Tabuk, manakala beliau meulai perjalanan setelah Maghrib, beliau memajukan Isya' dan melaksanakannya di waktu sholat maghrib. (h.r. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi dan beliau menghasankan hadist ini).
Sebagian ulama dari kelompok ini mengatakan bahwa yang utama bagi musafir yang sedang dalam perjalanan adalah melakukan jama'. Sedangkan musafir yang melakukan transit atau stop over lebih utama melakukan sempurna. Yang jelas dengan semangat mengikti sunnah Rasulullah s.a.w. maka kita mengikuti yang paling mudah dan meringankan sejauh itu tidak dosa. Rasulullah s.a.w. tidak pernah disodori dua pilihan kecuali mengambil yang paling mudah selama itu tidak dosa, kalau itu dosa maka beliau yang paling gigih menjauhinya (h.r. Bukhari dan Muslim).
Pendapat kedua adalah yang diikuti imam Ibu Hanifah atau mazhab Hanafi mengatakan bahwa sholat jama hanya boleh dilakukan pada hari Arafah untuk para jamaah haji, yaitu jama' taqdim, dan jama' ta'kir pada malam Muzdalifah. Alasan pendapat ini bahwa riwayat-riwayat yang menceritakan waktu-waktu sholat adalah hadist mutawaatir (diriwayatkan banyak orang), sedangkan hadist yang meriwayatkan jama' selain di waktu haji adalah hadist Ahad (personal), hadist yang mutawatir tidak bisa ditinggalkan dengan hadist ahad. Pendapat ini juga melandaskan pada riwayat Ibnu Mas'ud r.a. beliau berkata: "Demi Dzat yang tidak ada tuhan lain yang menyekutuinya, Rasulullah s.a.w. tidak pernah melakukan sholat kecuali pada waktunya kecuali dua sholat, yaitu beliau melakukan jama' (taqdim) dhuhur dan ashar di Arafah dan jama' (ta'khir) maghrib dan isya di Muzdalifah" (h.r. Bukhari Muslim).
CARA JAMA' TAQDIM
Yang dimaksud dengan sholat jama' taqdim adalah, melakukan sholat ashar dalam waktunya sholat dhuhur, atau melakukan sholat isya' dalam waktunya sholat maghrib. Sholat shubuh tidak dapat dijama' dengan sholat isya'. Pelaksanaan sholat dengan jama' taqdim antara sholat dhuhur dengan ashar, dilakukan dengan cara, setelah masuk waktu dhuhur, terlebih dahulu melakukan sholat dhuhur, dan ketika takbirotul ihram, berniat menjama' sholat dhuhur dengan ashar.
Contoh :
Usholli fardlod-dhuhri jam'an bil 'ashri taqdiman lillahi ta'ala.
Artinya : "Saya berniat sholat dhuhur dengan dijama' taqdim dengan ashar karena Allah"
Niat jama' taqdim, dapat juga dilakukan di tengah-tengah sholat dhuhur sebelum salam, dengan cara berniat didalam hati tanpa diucapkan, menjama' taqdim antara ashar dengan dhuhur.
Kemudian setelah salam dari sholat dhuhur, cepat-cepat melakukan sholat ashar. Demikian juga cara sholat jama' taqdim antara sholat maghrib dengan sholat isya', sama dengan cara jama' taqdim antara sholat dhuhur dengan ashar, dan lafadz dhuhur diganti dengan maghrib, lafadz ashar diganti dengan isya'.
Jika sholat jama' taqdim dilakukan dengan qashar, maka sholat yang empat raka'at, yaitu dhuhur, ashar, dan isya', diringkas menjadi dua rokaat. Contoh niat jama' taqdim serta qashar:
Usholli fardlod-dhuhri rok'ataini jam'an bil 'ashri taqdiman wa qoshron
lillahi ta'ala
Artinya : "Saya berniat sholat dhuhur dua roka'at dengan dijama' taqdim dengan ashar dan diqashar karena Allah "
SYARAT-SYARAT JAMA' TAQDIM
Orang yang sedang bepergian, diperbolehkan melakukan sholat jama' taqdim, dengan syarat sebagai berikut :
1. Bukan berpergian maksiat .
2. Jarak yang akan ditempuh, sedikitnya berjarak 80,64 km. (mazhab Syafii)
3. Berniat jama' taqdim dalam sholat yang pertama ( Dhuhur / Maghrib).
4. Tartib, yakni mendahulukan sholat dhuhur sebelum sholat ashar dan mendahulukan sholat maghrib sebelum sholat isya'.
5. Wila, yakni setelah salam dari sholat pertama, segera cepat-cepat melakukan sholat kedua, tenggang waktu anatara sholat pertama dengan sholat kedua, selambat-lambatnya, kira-kira tidak cukup untuk mengerjakan dua roka'at singkat.
CARA JAMA' TA'KHIR
Yang dimaksud dengan jama' ta'khir adalah, melakukan sholat dhuhur dalam waktunya sholat ashar, atau melakukan sholat maghrib dalam waktunya sholat, isya'. Sholat shubuh tidak dapat dijama' dengan sholat dhuhur. Pelaksanaan sholat jama' ta'khir antara sholat dhuhur dan ashar, dilakukan dengan cara, apabila telah masuk waktu dhuhur, maka dalam hati niat mengakhirkan sholat dhuhur untuk dijama' dengan sholat ashar dalam waktu sholat ashar. Kemudian setelah masuk waktu ashar, melakukan sholat dhuhur dan sholat ashar seperti biasa tanpa harus mengulangi niat jama' ta'khir. Demikian juga cara melakukan jama' ta'khir sholat magrib dengan sholat isya'. Ketika masuk waktu maghrib berniat dalam hati mengakhirkan sholat maghrib untuk di jama' pada waktu sholat isya'.
SYARAT-SYARAT JAMA' TA'KHIR
Orang yang sedang bepergian, diperbolehkan melakukan jama' ta'khir apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Bukan bepergian maksiat.
2. Jarak yang ditempuh, sedikitnya berjarak 80,64 km. (mazhab Syafii)
3. Berniat jama' ta'khir didalam waktu dhuhur atau waktu maghrib.
KONDISI DIPERBOLEHKAN MELAKUKAN JAMA'
Ketentuan jama' dan atas adalah mengacu kepada pendapat mazhab Syafii. Berikut ini adalah kondisi-kondisi yang diperbolehkan melakukan sholat dengan jama' dari berbagai mazhab:
1. Perjalanan panjang lebih dari 80,64km (Syafii dan Hanbali).
2. Perjalanan mutlak meskipun kurang 80km (Maliki).
3. Hujan lebat sehingga menyulitkan melakukan sholat berjamaah khusus untuk sholat maghrib dan isya' (Maliki, Hanbali). Termasuk kategori ini adalah jalan yang becek, banjir dan salju yang lebat. Mazhab Syafii untuk kondisi seperti ini hanya memperbolehkan jama' taqdim. Dalil dari pendapat ini adalah hadist Ibnu Abbas bahwa Rasulullah s.a.w. sholat bersama kita di Madina dhuhur dan ashar digabung dan maghrib dan isya' digabung, bukan karena takut dan bepergian" (h.r. Bukhari Muslim).
4. Sakit (menurut Maliki hanya boleh jama' simbolis, yaitu melakukan solat awal di akhir waktunya dan melakukan sholar kedua di awal waktunya. Menurut Hanbali sakit diperbolehkan menjama' sholat).
5. Saat haji yaitu di Arafah dan Muzdalifah.
6. Menyusui, karena sulit menjaga suci, bagi ibu-ibu yang  anaknya masih kecil dan tidak memakai pampers (Hanbali).
7. Saat kesulitan mendapatkan air bersih (Hanbali).
8. Saat kesulitan mengetahu waktu sholat (Hanbali).
9. Saat perempuan mengalami istihadlah, yaitu darah yang keluar di luar siklus haid. (Hanbali). Pendapat ini didukung hadist Hamnah ketika meminta fatwa kepada Rasulullah s.a.w. saat menderita istihadlah, Rasulullah s.a.w. bersabda:"Kalau kamu mampu mengakhirkan dhuhur dan menyegerakan ashar, lalu kamu mandi dan melakukan jama' kedua sholat tersebut maka lakukanlah itu" (h.r. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi.
10. Karena kebutuhan yang sangat mendesak, seperti khawatir keselamatan diri sendiri atau hartanya atau darurat mencari nafkah dan seperti para pekerja yang tidak bisa ditinggal kerjaannya. (Hanbali).
Para pekerja di kota-kota besar yang pulang dengan tansportasi umum setelah sholat ashar sering menghadapi kondisi sulit untuk melaksanakan sholat maghrib secara tepat waktu karena kendaraan belum sampai di tujuan kecuali setelah masuk waktu isya', sementara untuk turun dan melakukan sholat maghrib juga tidak mudah. Pada kondisi ini dapat mengikuti mazhab Hanbali yang relatif fleksibel memperbolehkan pelaksanaan sholat jama'. Menurut mazhab Hanbali asas diperbolehkannya qashar sholat adalah karena bepergian jauh, sedangkan asas diperbolehkannya jama' adalah karena hajah atau kebutuhan. Maka ketentuan jama' lebih fleksibel dibandingkan dengan ketentuan qashar.
SHOLAT DI ATAS KENDARAAN
Pelaksanaan sholat di atas kendaraan pesawat, sama seperti sholat ditempat lainnya. Jika dimungkinkan berdiri, maka harus dilakukan dengan berdiri, ruku' dan sujud dilakukan seperti biasa dengan menghadap qiblat. Namun jika tidak bisa dilakukan dengan berdiri, maka boleh sholat dengan duduk dan isyarat untuk sholat sunnah. Sedangkan untuk sholat fardlu maka ruku-rukun sholat seperti ruku' dan sujud, mutlak tidak boleh ditinggalkan. Sholat fardlu yang dilaksanakan di atas kendaraan sah manakala memungkinkan melakukan sujud dan ruku' serta rukun-rukun lainnya. Itu dapat dilakukan di atas pesawat atau kapal api yang mempunyai ruangan atau tempat yang memungkinkan melakukan sholatg secara sempurna. Apabila tidak memungkinkan melakukan itu, maka sholat fardlu sambil duduk dan isyarat bagi orang yang sehat tidak sah dan harus diulang. Demikian pendapat mayoritas ulama.
Pendapat ini dilandaskan kepada hadist-hadist berikut:
[1]. Dalam hadist riwayat Bukhari dari Ibnu Umar r.a. berkata:"Rasulullah s.a.w. melakukan sholat malam dalam bepergian di atas kendaraan dengan menghadap sesuai arah kendaraan, beliau berisayarat (ketika ruku' dan sujud), kecuali sholat-sholat fardlu. Beliau juga melakukan sholat witir di atas kendaraan.
[2].Hadist Bukhari yang lain dari Salim bin Abdullah bin Umar r.a. berkata:"Abdullah bin Umar pernah sholat malam di atas kendaraannya dalam bepergian, beliau tidak peduli dengan arah kemana menghadap. Ibnu Umar berkata:"Rasulullah s.a.w. juga melakukan sholat di atas kendaraan dan menghadap kemana kendaraan berjalan, beliau juga melakukan sholat witir, hanya saja itu tidak pernah dilakukannya untuk sholat fardlu".
Bagaimana melaksanakan sholat fardlu di atas kendaraan yang tidak memungkinkan memenuhi rukun-rukun sholat?  Terdapat dua cara, yaitu:
[1] Melakukan sholat untuk menghormati waktu (lihurmatil wakti) dengan sebisanya, misalnya sambil duduk dan isyarat. Sholat seperti ini wajib diulang (I'adah), setelah menemukan sarana dan prasarana melaksanakan sholat fardlu secara sempurna
Cara melakukan sholat lihurmatil waqti, sama seperti melakukan sholat biasa, hanya saja, bagi yang sedang berhadats besar, seperti junub, dicukupkan dengan hanya membaca bacaan yang wajib-wajib saja, tidak boleh membaca surat-suratan setelah bacaan fatihah.
ANTARA WUDLU DAN TAYAMMUM
Saat bepergian atau di atas kendaraan, untuk melaksanakan sholat terkadang mengalami kendala sulitnya mencari air. Maka pada saat tidak menemukan air untuk berwudlu, atau ada air, namun oleh pemilik air tidak diperbolehkan digunakan berwudlu', seperti ketika berada didalam pesawat, oleh petugas tidak diperbolehkan menggunakan air untuk berwudlu', karena dikhawatirkan dapat mengganggu sistem pesawat, sehingga dikhawatirkan membahayakan keselamatan para penumpang. Maka dalam kondisi ini diperbolehkan tayammum, yaitu bersuci dengan debu.
Pada saat dimana juga tidak terdapat sarana untuk bertayamum, seperti debu, maka sholatnya dapat dilakukan dengan cara di atas.
QADLA SHOLAT YANG TERTINGGAL SAAT BEPERGIAN
Apabila kita bepergian dan karena satu dan lain hal kita terpaksa meninggalkan sholat atau tidak mungkin melakukan sholat, maka kita wajib melakukan qadla atas sholat yang kita tinggalkan tersebut. Qadla artinya melakukan sholat di luar waktu seharusnya.
Untuk sholat yang ditinggalkan saat bepergian jauh, qadla juga dapat dilaksanakan dengan qashar sesuai ketentuan qashar di atas, asalkan masih dalam kondisi bepergian dan belum sampai di tempat tujuan atau tempat bermukim, atau telah kembali di rumah. Maka apabila kita ingin melakukan qadla shalat yang tertinggal dalam bepergian, hendaknya melakukannya pada saat masih dalam perjalanan dan sebelum sampai di rumah, sehingga kita masih mendapatkan dispensasi melakukan qashar.
Apabila kita melakukan qadla shalat yang tertinggal di perjalanan tadi telah sampai di tempat tujuan untuk bermukim lebih dari tiga hari, atau setelah kita sampai di rumah, maka kita tidak lagi mendapatkan dispensasi qashar dan harus melaksanakannya dengan sempurna. Alasannya adalah karena keringanan qashar diberikan saat bepergian dan saat itu kita bukan lagi musafir maka wajib melaksanakan sholat secara sempurna.
BATAS MULAI DIPERBOLEHKAN MENGAMBIL KERINGANAN
Batas mulai diperbolehan jamak dan qashar adalah pada saat musafir telah melewati batas desanya. Begitu juga batas akhir mulai tidak diperbolehkan melakukan qashar atau jamak bagi seorang musafir adalah pada saat mulai memasuki batas desa dimana dia akan tinggal atau bermukim. Kalau anda melakukan qashar dan jamak takhir saat  perjalanan pulang, hendaknya melakukannya sebelum masuk batas desa anda. Kalau anda terlanjur masuk desa tersebut, maka anda tidak lagi berhak atas keringanan seperti jamak atau qashar.
Semoga bermanfaat. Artikel ini disarikan dari berbagai sumber kitab kuning.
Disusun Oleh Ustadz Muhammad Niam

Panduan Sholat Witir


Sholat witir hukumnya sunnah muakkadah. Salat Witir disunnahkan setiap hari dan tidak hanya pada bulan Ramadhan. Witir artinya ganjil. Maka jumlah rakaatnya minimum satu rakaat dan maksimum 11 rakaat. Yang paling sempurna adalah 3 rakaat. Bila melaksanakan witir lebih tiga rakaat, maka dilakukan setiap dua rakaat salam dan ditutup dengan satu rakaat. Bila melaksanakan tiga rakaat boleh dilakukan langsung rikaat seperti sholat maghrib. Tetapi sebagian ulama melihat bahwa dipisah lebih utama, yaitu dua rakaat salam lalu satu rakaat, karena ada hadist yang mengatakan "Janganlah menyamakan witirmu dengan Maghrib".
Hadist tersebut diriwayatkan oleh Baihaqi dan beliau berkata rawinya bisa dipercaya. Akan tetapi tiga rakaat berturu-turut lebih utama dibandingkan hanya satu rakaat. Qadli Abu Tayyib mengatakan bahwa witir satu rakaat hukumnya makruh. Tentu ini bertentangan dengan hadist sahih riwayat Abu Dawud yang mengatakan "Barangsiapa ingin witir 5 rakaat silahkan, barangsiapa ingin witir 3 rakaat silahkan dan barangsiapa ingin witir 1 rakaat silahkan".

Waktunya adalah mulai setelah salat Isya' sampai dengan salat Subuh. Kalau seseorang merasa khawatir akan tidak melaksanakan salat witir di tengah atau akhir malam, maka ia sebaiknya melaksanakannya setelah salat Isya', atau setelah salat Tarawih pada bulan Ramadhan. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa mengira tidak akan bangun malam, maka hendaknya ia berwitir pada awal malam, barangsiapa merasa yakin bisa bangun malam, maka hendaknya ia berwitir di akhir malam karena salat akhir malam dihadiri malaikat" (H.R. Muslim, Ahmad, Tirmizi).

Sholat witir tidak disunnahkan berjamaah, kecuali bersama dengan sholat tarawih. Surat yang disunnahkan dibaca dalam witir 3 rakaat adalah "Sabbih-isma Rabiika", Al-Kafiruun dan rakaat ketiga al-Ikhlas dan Muawwidzatain.

Dalam witir juga disunnahkan melakukan qunut seperti qunut sholat Subuh bagi yang melakukannya. Para ulama berbeda pendapat mengenai waktu dan tata cara qunut dalam witir. Madzhab Syafii mengatakan qunut dalam witir hanya dilakukan pada pertengahan kedua bulan Ramadhan, tempatnya setelah saat I'tidal sebelum sujud pada rakaat terakhir, sesuai yang dilakukan Ubay bib Ka'b. Madzhab Hanafi melakukan qunut pada setiap sholat witir sebelum ruku' setelah membaca surah pada rakaat terakhir. Hanbali melakukan qunut setiap witir bulan ramadhan dengan tatacara seperti madzhab Syafi'i.

Setelah sholat witir disunnahkan membaca do'a sesuai hadist sahih riwayat Abu  Dawud:
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ (3 kali)
اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِرِضَاك مِنْ سَخَطِك وَبِمُعَافَاتِك مِنْ عُقُوبَتِك وَأَعُوذُ بِك مِنْك لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْك أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْت عَلَى نَفْسِك .

Para ulama berbeda pendapat mengenai seseorang yang yang berwitir pada awal malam lalu tidur dan bangun di akhir malam dan melakukan sholat. Sebagian ulama berpendapat bahwa batal witir yang telah dilakukannya pada awal malam dan di akhir malam ia menambahkan satu rakaat pada sholat witirnya, karena ada hadist yang mengatakan "tidak ada witir dua kali dalam semalam". Witir artinya ganjil, kalau ganjil dilakukan dua kali menjadi genap dan tidak witir lagi, maka ditambah satu rakaat agar tetap witir. Pendapat in diikuti imam Ishaq dll.
Redaksi hadist tersebut sbb:

Dari Qais bin Thalk berkata suatu hari aku kedatangan ayahnya Thalq bin Ali di hari Ramadhan, lalu beliau bersama kita hingga malam dan sholat (tarawih) bersama kita dan berwitir juga. Lalu beliau pulang ke kampungnya dan mengimam sholat lagi dengan penduduk kampung hingga sampailah sholat witir, lalu beliau meminta seseorang untuk mengimami sholat witir "berwitirlah bersama makmum" aku mendengar Rauslullah s.a.w. bersabda "Tidak ada witir dua kali dalam semalam" H.R. Tirmidzi, Abu Dawud, Nasai, Ahmad dll.

Pendapat kedua mengatakan tidak perlu witir lagi karena sudah witir di awal malam. Ia cukup sholat malam tanpa witir. Alasannya banyak sekali riwayat dari Rasulullah s.a.w. mengatakan bahwa beliau melakukan sholat sunnah setelah witir. Pendapat ini diikuti Malik, Syafii, Ahmad, Sufyan al-Tsuari dan Hanafi. Sumber

Manfaat Oksigen Dalam Hidup Kita

Salah satu kunci agar kita bisa semakin bertakwa kepada Allah SWT adalah dengan cara merenungkan dan memikir-mikir nikmat-nikmat Allah SWT, khususnya nikmat-nikmat yang sering terlupakan. Memang kita tidak akan mampu menghitung nikmat-nikmat Allah, sebagaimana ditegaskan Allah dalah surah Ibrahim ayat 34:
...و إن تعدوا نعمة الله لا تحصوها..... (إبراهيم: 34)
Jika kalian menghitung nikmat Allah maka niscaya kalian tidak akan bisa menghitungnya.

Namun begitu kita tetap diperintah untuk merenungkan nikmat-nikmat Allah, sebab ini akan membawa faedah yang besar bagi diri kita sendiri sebagai hamba-NYA. Setidaknya ada 2 faedah yang akan kita peroleh:
  1. Kita bisa membedakan antara nikmat yang betul-betul bermanfaat bagi hidup kita dan nikmat-nikmat semu yang cenderung merusak kualitas hidup kita.
  2. Mata hati dan pikiran kita menjadi tajam, tidak hanya melihat nikmat-nikmat yang besar yang kasat mata, tapi bisa dengan mudah melihat nikmat-nikmat yang sering tidak nampak, tersembunyi, dan terlupakan.
Jika ini bisa kita lakukan maka kita akan menjadi hamba-hamba yang syakuur (pandai bersyukur). Rasa syukur kita akan mendorong dan memperkuat ketulusan  kita dalam beribadah, dan akhirnya hidup kita akan penuh dengan ketakwaan yang berkualitas terhadap Allah SWT.
***

Dalam kesempatan ini saya ingin mengajak merenungkan sebuah nikmat yang sangat penting tapi sering kali terlupakan. Tentu ini tidak satu-satunya tapi hanya salah satunya saja. Nikmat yang saya maksud ini menjadi syarat mutlak bagi berlangsungnya kehidupan di bumi. Sebuah zat berupa gas yang tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak bisa dirasa oleh lidah. Dalam ilmu Kimia ia diwakili dengan simbol huruf O (o besar). Ditemukan pada tahun 1774 oleh Joseph Priestley ahli Kimia asal Inggris dan Carl Scheel ahli Kimia asal Swedia. Ia adalah oksigen.

Kita tahu bahwa tidak ada satupun makhluk hidup di bumi ini yang tidak butuh oksigen. Tanaman akan tumbuh baik jika tanahnya mengandung oksigen yang cukup. Semua hewan dan manusia menghirup oksigen agar mereka bisa tetap hidup. Ikan dan semua makhluk hidup di laut juga hidup karena oksigen. Cacing, rayap, dan segala serangga yang di dalam tanah juga butuh oksigen.

Sebuah penemuan yang menarik menyebutkan bahwa 60% dari tubuh manusia adalah oksigen. Oksigen terdapat dalam darah, daging, tulang, otot-otot, dan semua komponen tubuh kita. Bahkan makanan dan minuman yang kita konsumsi tidak luput dari oksigen. Singkatnya, semua bagian tubuh kita tanpa kecuali butuh oksigen agar tetap tumbuh sehat. Sehingga bisa dipastikan, anggota tubuh manapun yang kekurangan oksigen akan menderita sakit. Pasien rumah sakit yang sistem pernafasannya (respiratory system) lemah akan dibantu dengan selang oksigen. Itulah kiranya mengapa orang-orang sufi selalu menganjurkan agar kita senantiasa mengingat atau berdzikir pada Allah dalam setiap tarikan nafas. Bahkan sebenarnya tidak hanya makhluk hidup saja yang perlu oksigen. Berbagai industri yang berbahan dasar logam atau baja membutuhkan banyak oksigen dalam proses pembakarannya.
***

Oksigen yang menjadi kebutuhan pokok itu ternyata diciptakan Allah hanya untuk menopang kehidupan di Bumi kita ini. Tidak di planet atau bintang lain. Namun mengapa yang dipilih  bumi? Sungguh Allah Maha Bijaksana dan Maha Tahu atas semua yang diciptakan-Nya ....
Bumi yang menjadi rumah kita ini benar-benar tak ubahnya sebutir pasir di antara pasir-pasir yang terhampar sepanjang pantai (seluruh pantai) di bumi ini. Sebab bumi merupakan salah satu planet dari 9 planet yang mengorbit/mengelilingi matahari (satu-satunya bintang yang berada dalam Sistem Tata Surya). Sedangkan matahari hanyalah salah satu bintang dari sekelompok yang sangat besar yang berisi setidaknya 400 milyar bintang. Kelompok bintang ini biasa disebut galaksi. Dan galaksi kita, di mana bumi dan segenap Sistem Tata Surya berada, dikenal dengan galaksi Milky Way. Bintang-bintang yang nampak oleh mata telanjang kita (tanpa bantuan teleskop) di malam hari, semuanya masih tergolong ke dalam galaksi Milky Way. Galaksi Milky Way tidak sendirian di alam raya ini. Menurut para ilmuwan, setidaknya ada sekitar 125 milyar galaksi yang menghuni alam raya ini. Galaksi yang terdekat dari Milky Way bernama Andromeda, yang berjarak 2,5 juta tahun cahaya dari bumi. Ia merupakan satu-satunya galaksi lain yang bisa dilihat dengan mata telanjang dari bumi. Jadi dengan kata lain, bisa dibilang bahwa kita ini adalah penghuni bumi, penghuni Sistem Tata Surya, penghuni galaksi Milky Way, dan akhirnya penghuni alam raya. Itulah alam raya yang dalam bahasa Inggris disebut universe dan dalam bahasa Arab ālamīn (عالمين). Sebagaimana kita tahu kata ālamīn ini terdapat dalam ayat pertama surat al-Fatihah. Kita mengulang-ulangnya dalam sehari semalam setidaknya 17 x sejumlah reka’at salat yang kita lakukan dalam 5 waktu.

Kembali ke bumi... mengapa di antara sekian milyar galaksi, dan bertrilyun-trilyun bintang tersebut Allah memilih bumi untuk menjadi satu-satunya tempat tinggal bagi seluruh makhluk hidupNYA termasuk manusia? Tentu hanya Allahlah yang tahu rahasia di balik semua itu. Wallaahu a’lam.
Dalam hal ini, yang perlu kita ketahui dan lalu kita syukuri adalah, bahwa jika Allah menciptakan sesuatu, maka diciptakannya sesuatu itu dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana firman-NYA:
الذي أحسن كلَّ شيءٍ خلقه .....
(Allah) Yang menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya... (as-Sajdah:7)

Allah telah menghendaki bumi menjadi tempat tinggal bagi segenap makhluk hidupnya, maka lantas Dia melengkapinya dengan lapisan Atmosfer setebal 9.600 km yang menyelimuti bumi. Dengan adanya Atmosfer ini Allah menjamin proses kehidupan di bumi berlangsung secara normal dan aman. Sebab di dalam Atmosfer inilah terkandung oksigen (sebanyak 21 %) yang menjadi syarat mutlak bagi berlangsungya kehidupan. Sisanya adalah nitrogen (78 %) dan argon (1 %). Di dalam argon terdapat gas yang bernama ozon yang terdapat di ketinggian antara 19 – 40 km. Lapiran ozon ini berfungsi melindungi bumi dari sinar ultraviolet matahari, yang jika seandainya sinar tersebut tidak difilter oleh ozon lalu tembus mencapai bumi maka akan banyak terjadi kerusakan di bumi.

Dan telah menjadi kebijaksanaan Allah, bahwa oksigen disediakan secara melimpah ruah di lapisan Atmosfer paling bawah, dari permukaan bumi sampai ketinggian 3,9 km. Hal ini dikarenakan semua makhluk hidup di bumi rata-rata berada di bawah ketinggian 3,9 km tersebut. Di atas itu, semakin tinggi sebuah ketinggian semakin berkurang oxigennya. Karena itulah para pendaki gunung setelah berada di ketinggian lebih dari 4000 m banyak yang mulai menderita hypoxia (gejala sakit karena kekurangan oksigen). Siapapun yang mengadakan perjalanan udara di atas ketinggian tsb harus membawa bekal oksigen yang cukup. Pesawat-pesawat transportasi udara yang rata-rata terbang di ketinggian antara 6 – 11 km, pesawat-pesawat militer yang mampu terbang sampai ketinggian 16 km, para astronomy yang bekerja di Stasiun Antariksa Internasional di ketinggian sekitar 360 km, dan astronot-astronot yang melakukan perjalanan ke bulan, semuanya harus berbekal oksigen yang memadai.
***

Namun walaupun oksigen telah disediakan Allah secara berlimpah-ruah di muka bumi, ternyata di banyak tempat khususnya di kota-kota besar oksigennya telah tercemari oleh gas-gas polutant yang membuat udara menjadi tidak sehat dan berpotensi menimbulkan berbagai penyakit. Kita telah tahu di zaman sekarang ini bermunculan beberapa jenis penyakit berbahaya (yang dulunya jarang terjadi atau belum pernah ada) terutama jenis-jenis kanker yang disebabkan buruknya kualitas oksigen. Semua itu tentu akibat ulah manusia sendiri. Aktifitas industri, perusakan hutan (illegal logging), asap-asap kendaraan, semua itu merupakan faktor-faktor utama yang membuat buruknya kualitas oksigen.
ظهر الفساد في البر والبحر بما كسبت أيدي الناس ليذيقهم بعض الذي عملوا لعلهم يرجعون (الروم: 41)
Telah nyata kerusakan di darat dan laut karena ulah tangan manusia sehingga Allah menimpakan siksa pada mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Maka marilah kita selalu berupaya menjaga dan memperbaiki kualitas oksigen bumi. Bagaimana kita bisa melakukan hal itu? Salah satunya dan yang utama adalah melakukan penghijauan lingkungan. Kita tahu bahwa salah satu manfaat utama tanaman atau pepohonan adalah untuk membersihkan udara. Karbondioksida yang mengotori udara diserap oleh tanaman dan pepohonan di saat melakukan fotosintesis di siang hari, dan di saat itu pula tanaman dan pepohonan melepaskan oksigen murni ke udara. Dalam hal ini bisa dikatakan tanaman dan pohon berfungsi seperti paru-paru. Hanya saja sebaliknya paru-paru manusia menyerap udara yang berupa oksigen lantas mengeluarkannya berupa karbondioksida. Dengan demikian terjadi hubungan symbiosis mutualism, hubungan yang saling membutuhkan: kita memberi karbondioksida pada pepohonan dan tanam-tanaman untuk proses fotosintesis, dan mereka memberi kita oksigen murni yang baik sekali untuk kesehatan.

Dulu, 15 abad yang lampau Rasulullah saw mengatakan bahwa menanam tanaman itu bernilai sadaqah, khususnya tanaman atau pepohonan yang menghasilkan buah atau apa saja yang bisa dimakan dan dimanfaatkan oleh makhluk hidup lainnya.
ما من مسلم يغرس غرسا أو يزرع زرعا فيأكل منه طير أو إنسان أو بـهيمة إلا كان له به صدقة (رواه البخاري)
Tiada satu pun orang Islam yang menanam tanaman, lalu bagian dari tanaman itu dimakan oleh burung, manusia, atau hewan (lainnya), kecuali dia telah mendapat pahala sadaqah.

Dari hadis ini kita mendapat setidaknya tiga pelajaran penting:
  1. Tanaman yang ditanam tidak dibatasi jenisnya. Baik yang bisa berbuah dan enak dimakan, atau  hanya dimanfaatkan kayunya, atau daunnya, atau bahkan  hanya kerindangannya saja untuk berteduh, atau keindahannya saja untuk menyejukkan mata, atau bahkan yang sebagian orang belum tahu apa manfaat dari tanaman itu.... semuanya tetap bisa bernilai sadaqah. Sebab, hakekatnya tidak ada tanaman yang tidak bisa dimanfaatkan, karena semua tanaman mengeluarkan oksigen, dan setelah matipun lalu membusuk bisa dimanfaatkan cacing atau organisme lainnya... setelah itu bisa menyuburkan tanaman... atau sebelum mati mungkin dimakan ternak lebih dulu, lalu jadi kotoran, kotoran bisa jadi pupuk... dst.. dst..  dan ujung-ujungnya kembali bermanfaat untuk kehidupan umat manusia. Itulah kiranya seperti yang telah ditegaskan Allah dalam ayatnya:ألم تروا أن الله سخر لكم ما في السماوات وما في الأرض وأسبغ عليكم نعمه ظاهرة وباطنة، ومن الناس من يجادل في الله بغير علم ولا هدى ولا كتاب منيرTidakkah kalian perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) kalian apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untuk kalian nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. (Luqman: 20)Dengan ayat ini Allah memberi peringatan yang sangat tegas seakan-akan berkata: "Sudah demikian gamblangnya nikmat-nikmat itu terpaparkan... kok masih ada yang membantahnya.. membantah keesaanKU?"
  2. Walaupun Rasulullah dalam hadis itu menggunakan kata أكل – يأكل (makan), tidak lain karena menyesuaikan masa atau zaman, yakni untuk mempermudah pemahaman masyarakat arab ketika itu yang hanya memiliki pengertian bahwa tanaman atau pohon hanya bisa dimanfaatkan dari buahnya. Andaikata Rasulullah hidup pada zaman seperti sekarang ini, di mana warga bumi telah berkesadaran bahwa tanaman dan pepohonan juga punya banyak manfaat lain selain untuk dimakan, seperti menjaga kebersihan udara, menahan erosi, menyimpan air dalam tanah, untuk obat, dll, pasti Rasulullah akan menggunakan bahasa yang lebih dari sekedar “makan”.
  3. Bahwa nilai sadaqah itu tidak hanya karena kita memberi manfaat pada sesama manusia saja, tapi seluruh makhluk hidup tanpa kecuali.
***

Sidang pembaca yang budiman,
Terlebih lagi kita harus lebih bersyukur karena hidup Indonesia, sebuah negeri katulistiwa yang subur bak permadani hijau, di mana ibarat sebuah kayu bisa tumbuh jadi tanaman. Dan benar.. kita dikaruniai kekayaan hutan tropis lebih dari 120 juta hektar (menteri kehutanan mengklaim 138 juta ha) dan merupakan terluas ketiga setelah hutan tropis Brazil dan Zaire di Afrika. Ini ibaratnya kita mempunyai paru-paru alam seluas hutan tsb, yang selalu menyediakan oksigen-oksigen murni yang sangat baik bagi kesehatan kita. Ini selain lahan-lahan milik warga  yang relatif masih banyak melestarikan pepohonan. Hanya memang sangat disayangkan, laju kerusakan hutan di Indonesia juga sangat tinggi bahkan tertinggi, dan tercacat dalam buku rekor dunia Guinness 2008 sebagai negara yang hutannya paling cepat mengalami kerusakan (deforestasi).
Bandingkan dengan bangsa-bangsa yang hidup di tandusnya padang pasir. Seperti bangsa Israel, (dan harus saya katakan, dalam hal ini kita harus belajar banyak dari mereka) misalnya, karena tingginya hasrat memiliki hutan, mereka harus dengan susah payah menghijaukan padang pasir. Harus hati-hati memilih jenis tanaman yang paling sedikit butuh air. Kini kerja keras mereka telah menunjukkan hasil, menghutankan ratusan bahkan ribuan  hektar padang pasir yang kering-kerontang.
***

Maka marilah kita bersama-sama memulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang terkecil yang kita mampu, dan mulai dari sekarang… melakukan langkah-langkah perbaikan. Seperti mengurangi penggunaan plastik, tidak membuang sampah sembarangan, menanam pohon, dan ikut melestarikan hutan. Semoga kita semua terpanggil untuk andil melestarikannya demi kebaikan kita semua dan lingkungan... sampai ke anak cucu-kita. Kita lakukan semua itu sehingga kita bisa menepati apa yang difirmankan Allah dalam surah al-A’raf: 56.
ولا تفسدوا في الأرض بعد إصلاحها، وادعوه خوفا وطمعا، إن رحمت الله قريب من المحسنين.
Dan janganlah kalian membuat kerusakan di bumi setelah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah pada Allah dengan perasaan takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah dekat dari orang-orang yang berbuat baik.
نفعني الله وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم واستغفروه، إنه هو الغفور الرحيم.


Salam jabat-erat dari saya