Free Widgets

Selasa, 12 Januari 2010

MANAJEMEN DAKWAH

1.1. Pengertian Manajemen Secara etimologis, kata manajemen berasal dari bahasa inggris, management, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan pengelolaan. Artinya, manajemen adalah sebagai proses yang diterapkan oleh individu atau kelompok dalam dalam upaya-upaya koordinasi untuk mencapai suatu tujuan. Dalam bahasa arab, istlilah manajemen diartikan sebagai an-nizam atau at-tanzim, yang merupakan suatu tempat untuk menyimpan segala sesuatu dan penempatan segala sesuatu pada tempatnya. Sedangkan secara termonologis terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, di antaranya adalah: “the process of planing, organizing, leading, and controlling the work organization members and of ussing all availabel organizational resoerces to reach stated organizational goals” “sebuah proses perencanaan, perorganisasian, pengaturan terhadap para anggota organisasi serta penggunaan seluruh sumber-sumber yang ada secar tepat untuk meraih tujuan organisasi yang telah di tetapkan”. Disamping itu, terdapat pengertian lain dari kata manajemen,yaitu “kekuatan yang menggerakkan suatu usaha yang bertanggung jawab atas sukses dan kegagalannya suatu kegiatan atau usaha untuk mencapai tujuan tertentu melalui kerja sama dengan orang lain. Dengan demikian, secara keseluruhan definisi manajemen tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Ketatalaksanaan proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran tertentu; 2. Kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain; 3. Seluruh perbuatan menggerakkan sekelompok orang dan menggerakkan fasilitas dalam suatu usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Orang yang menggerakkan roda sebuah organisasi disebut manajer. Manajer diartikan sebagai “people responsible for directing the offorts aimed and helping organizations achieve their goal” orang yang bertanggung jawab dalam preses pelaksanaan pekerjaan dalam pengerahan seluruh usaha untuk membantu sebuah perusahaan dengan meraih tujuan. Dengan demikian manajer adalah yang yang senantiasa memikirkan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Dalam islam konsep dan prinsip manajer ini dapat dikaitkan dengan tugas yang diembannya, yaitu bertanggung jawab terhadap semua aktifitas dan keputusan dalam organisasi. Berkaitan dengan tanggung jawab, diilustrasikan dalam Al-Qur’an, yakni dalam surat az-Zalzalah: 1-7
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (5) يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ (6) فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)
Artinya: “Apabila bumi diguncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya, dan manusia bertanya: "Mengapa bumi (jadi begini)?", pada hari itu bumi menceritakan beritanya,karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nyaDan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” 1.2. Pengertian Dakwah Secara Etimologis, dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu da’a, yad’u, da’watan, du’a yang diartikan sebagai mengajak, menyeru, memanggil, seruan, permohonan, dan permintaan. Istilah ini sering diberi arti yang sama dengan istilah tabligh, amr ma’ruf, dan nahi mungkar, mau’idzoh hasanah, tabsyir, indzar, washiyah, tarbiyah, ta’lim, dan khotbah. Pada tataran dakwah harus mengandung dan melibatkan tiga unsur, yaitu: penyampai pesan, informasi yang disampaikan, dan penerima pesan. Namun dakwah mengandung pengertian yang lebih luas dari istilah-istilah tersebut, karena istilah dakwah mengandung makna sebagai aktifitas menyampaikan ajaran islam, menyuruh berbuat baik dan mencegah perbuatan yang mungkar, serta memberi kabar gembira dan peringatan bagi manusia. Istilah dakwah dalam Al-Qur’an diungkapkan dalam bentuk fi’il atau masdar sebanyak lebih dari seratus kata. Al-Qur’an menggunakan kata dakwah untuk mengajak kepada kebaikan yang disertai dengan resiko masing-masing pilihan. Dalam Al-Qur’an, dakwah dalam arti mengajak ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada islam dan kebaikan, dan 7 kali mengajak ke neraka atau kejahatan. Di samping itu, banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan istilah dakwah dalam konteks yang berbeda. Secara termonologis pengertian dakwah dimaknai dari aspek positif ajakan tersebut, yaitu ajakan kepada kebaikan dan keselamatan dunia akhirat. Sementara itu, para ulama memberikan definisi yang berfariasi, antara lain: 1. Ali Makhfud dalam kitabnya “Hidayatul Mursyidin” mengatakan, dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan mengikuti petujuk (agama), menyeru mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan agar memperoleh kebahagian dunia dan akhirat. 2. Muahamamad Kahair Husain dalam bukunya. “ad-Dakwah ila islah” mengatakan, dakwah adalah upaya untuk memotivasi orang agar berbuat baik dan mengikuti jalan petunjuk, dan melakukan amr ma’uf nahi mungkar dengan tujuan mendapatkan kesuksesan dan kebahagian di dunia dan di akhirat. 3. Quraish Shihab mendefinisikan sebagai seruan atau ajakan kepada keinsyafan, atau usaha mengubah situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik dan sempurna baik terhadap pribadi maupun masyarakat. 1.3. Potret Manajemen Dakwah Pada Masa Rasulullah Banyak teladan (uswah) dalam manajemen yang dapat di ambil dari kehidupan dakwah Rasulullah SAW. Karena pada dasarnya beliau diutus di muka bumi ini untuk mengatur tatanan umat islam supaya selaras dengan aturan-aturan Allah SWT. Karakter tersebut terpancar dari kepribadian Rasulullah yang mulia dan direfleksikan secara nyata dalam aktivitas dakwahnya serta dalam kehidupan bermasyarakat-bernegara pada masanya. Melalui petunjuk dan hidayah dari Allah SWT, Rasulullah mulai menata dan mengatur aktifitas dakwahnya. Secara hierarkis, tugas utama beliau adalah sebagai Nabi, kemudian sebagai pengingat keluarga dekatnya, pengingat kaumnya, pengingat bangsa Arab, dan yang terakhir beliau adalah pengingat seluruh manusia untuk kerja dakwah beliau sampai akhir zaman. Secara keseluruhan aktivitas dakwah Rasulullah dalam konsep manajerial dapat dirumuskan sebagai berikut: Star awal dakwah Rasulullah dimulai pasca turunya surat Al-Muddzatstsir ayat pertama, yang mengandung seruan agar beliau tegak melakukan Andzir (peringatan). Pada kondisi semacam itu objek dakwah nabi tidak pada masyarakat secara umum maelainkan melakukan pendekatan-pendekatan secara persuasive pada orang-orang yang terdekat secara sembunyi-sembunyi. Betapa tidak, bila dakwah dilaksanakan secara terbuka, maka langsung mereka akan menolaknya dan bahkahn bereaksi keras. Secara sistematis urutan dakwah yang dilakukan Rasulullah SAW. Adalah sebagi berikut: a. Dakwah pertama ditujukan kepada orang-orang yang serumah dengan beliau. b. Berdakwah kepada orang-orang yang bersahabat dengan beliau. c. Berdakwah kepda orang-orang yang dekat dengan beliau. Setelah itu barulah secara terbuak Nabi Muhammad berdakwah kepada masyarkat kuat luas, yaitu aum Quraisy dan masyarakat Mekkah pada Umumnya. Pada periode madinah ini islam tampil menjadi dua kekuatan, yaitu kekuatan dunia dan kekuatan spiritual. Dalam periode madinah ini banyak terobosan dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammmad SAW. Yang diperuntukkan untuk memperkokoh kekuatan masyarakat baru sekaligus merupakan instrument diletakkan dasar-dasar masyarakat., yaitu: 1. Mendirikan Masjid untuk kaum muslimin serta melakukan shalat jum’at. Dalam khotbah jumat yang kemudian oleh para ahli politik di nyatakan sebagai proklamasi lahirnya negara islam. Masjid ini bukan hanya sebagai tempat ibadah saja melainkan sebagai central aktivitas umat islam. Masjid ini selain sebagai tempat ibadah, juga memilki fungsi sosial, yakni mempererat hubungan dan ikatan para jamaah, karena mereka disini bisa saling berkumpul untuk berdiskusi dan bermusyarawarah. 2. Ukhuwah Islamiah, persaudaraan sesama muslim, yaitu mempersatukan antara muhajirin dengan muhajirin, antara anshar dengan anshar, dan antara muhajirin dan anshar. Dalam langkah ini selain untuk menghapuskan perbedaan antara mereka baik dari faktor perbedaan suku, status sosial, atau spun kejayaan juga merupakan satu langkah guna mengatasi. Ajaran islam mengisyaratkan bahwa kedudukan mereka adalah sama, oleh karena itu mereka harus saling mengasihi bertolong-menolong dan secara bersama-sama melancarkan dakwah di tengah-tengah masyarakat. 3. Mengadakan hubungan toleransi antara islam dan pihak non islam. Ini merupakan salah satu perhatian khusus Nabi Muhammad SAW kepada orang-orang yang belum masuk islam, tetapi mereka mereka hidup bersama masyarakat islam di madinah. Salah satu wujud dari toleransi ini adalah dengan melakukan perjanjian antara orang-orang muslim dengan masyarakat non muslim dipihak lain. Isi dari perjanjian tersebut adalah tentang persamaan hak dalam bidang politik dan beragama, menjamin kemerdekaan beragama, kewajiban mempertahankan keamanan dari pihak luar. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk menciptakan suatu tatanan masyarakat yang harmonis, damai dan sejahtera. 4. Penaklukan kota Makkah. Dari kota Makkah inilah kemudian islam disiarkan ke daerah-daerah lain. Di Makkah inilah direncanakan beberapa program dakwah. Kota Makkah adalah kota pusat keagamaan yang disucikan oleh bangsa Arab, melalui konsolidasi dengan kabilah bangsa Arab, maka islam dapat tersebar secara luas. 1.4. Manajemen Dakwah Pertama: penataan Dakwah Islam adalah agama dakwah, artinya agama ynag selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Kemajuan dan kemunduran umat islam sangat tergantung erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya. Oleh arena itu, Al-Qur’an menyebut kegiatan dakwah dengan ahsanul qaula, ucapan dan perbuatan yang paling baik.
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?" (Fhushilat: 33) Mengingat peran dan fungsi dakwah yang penting dan menentukan, maka pengertian dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya harus dipahami secara tepat dan dan benar sejalan dengan ketentuan Al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan sirah Nabawiyah yang berisikan petunjuk bagaimana dakwah itu dilakukan sehingga menghasilkan pribadi-pribadi istiqamah dan tangguh dan melahirkan tatanan kehidupan masyarakat yang islami. Sudah bukan waktunya lagi dakwah dilakukan asal jalan tanpa sebuah perencanaan dan manajemen yang matang, baik yang menyangkut materinya, tenaga pelaksananya maupun metode yang dipergunakan. Memang benar sudah menjadi sunatullah bahwa yang hak akan mengalahkan yang bahtil sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surah al-Israa’:81, tetapi sunatullah ini berkaitan pula dengan sunatullah yang lain, yaitu bahwasannya Allah sangat mencintai dan meridhoi kebenaran yang diperjuangkan dalam sebuah barisan yang rapi dan teratur. Pertanyaannya, mengapa ada orang yang sudah melakukan dakwah, tetapi hasilnya kurang maksimal? Apa ada yang salah dari apa yang dia lakukan? Memang pada hakikatnya semua aktifitas dakwah yang kita lakukan akan dicatat Allah sebagai pahala amal kebaikan, asal niatnya ikhlas lillahi ta’ala. Namun, jika tanpa perencanaan, manajemen dan cara-cara yang benar hasilnya kurang memuaskan, bisa jadi malah yang didakwahi berbalik. Yang tadi ingin mendapatkan pencerahan agama, karena apriori dengan dakwah seseorang, dia kembali melakukan kemaksiatan. Padahal Allah dan Rasul-Nya menyuruh kita berdakwah termasuk pula membekali kita dengan cara-cara yang benar. Secara ringkas berdakwah mesti mengikuti cara-cara yang telah Allah ajarkan di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Lakukan dakwah dengan hikmah, yaitu kata-kata yang benar dan tegas yang dapat membedakan yang hak dan bathil. Selain hikmah, Allah juga mengajarkan cara mauizhah hasanah atau memberikan dakwah dengan pelajaran yang baik. Memberikan contoh dan suri tauladan yang baik serta mengambil pelajaran yang ada dalam setiap peristiwa. Terakhir adalah memberikan nasihat yang menyentuh hati dengan argumentasi dari dalil-dalil yang sharih ”jelas”. Ketiga cara tersebut termajtub dalam Al-Qur’an,
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِي
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (an-Nahl: 125) 2. Lakukan dakwah dengan materi yang sesuai dengan kemampuan masyarakat sasaran dakwah. Materi untuk kalangan cendikiawan beda dengan materi orang awam. Materi dikampung dengan kompleks perumahan juga beda. Dakwah untuk orang kantoran dan kaum pesantren beda. Semuanya disesuaikan dengan kondisi dan kadar penalaran audiens “khalayak”. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Aku diperintahkan untuk berdakwah kepada manusia sesuai dengan kemampuan akal mereka” 3. Lakukan dakwah secara bertahap dan berkesinambungan sampai terjadi perubahan prilaku dari sasaran dakwah. Jika ingin mengubah suatu kaum yang mempunyai kebiasan buruk agar berubah janganlah terburu-buru. Tanpa strategi yang matang ditambah kesabaran bisa jadi hasilnya tambah kacau.maka pemberi dakwah kepada kaum seperti ini harus dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Pamahaman diberikan sedikit demi sedikit dan berusahalah meminimalisi adanya perbedaan. Dalam hal ini, Allah berfirman,
الر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
Artinya: “Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.(ibrahim:1) 4. Dakwah hendaknya tidak sekedar dengan lisan, tetapi juga dengan tulisan bahkan dengan perbuatan yang merupakan contoh dan suri tauladan. Rasulullah saw, mengajarkan kita untuk dakwah selain bil lisan juga dengan bil hal (perbuatan). Kalau kita bicara masalah kedermawanan tentu harus memberikan contoh memulai dengan berinfak. Jangan sampai kita ceramah tentang sifat dermawan, kemudian datang kotak amal kita diam saja meskipun ada uang, Alah berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Al-Ahzaab:21) Kedua: Pengorganisasian Dakwah (Thanzim) Pengorganisasian atau al-Tanzhim dalam pandangan islam bukan semata-mata merupakan wadah, akan tetapi lebih menekan bagaimana pekerjaan dapat dilakukan secara rapi, teratur, dan sistematis. Hal ini sebagaimana diilustrasikan dalam surah ash-Shaff: 4,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
Artinya:” Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (As-Shaff: 4) Dan dari hadist Nabi Muhammad saw: ”Allah sangat menyukai jika seseorang melakukan perbuatan terutama dilakukan dengan itqam (kesungguhan dan keseriusan). (HR Thabrani) Pada proses pengorganisasian ini akan menghasilkan sebuah rumusan sruktural organisasi dan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab. Jadi, yang di tonjolkan adalah wewenang yang mengikuti tanggung jawab, bukan tanggung jawab yang mengikuti wewenang. Islam sendiri sangat perhatian dalam memandang tanggung jawab dan wewenang sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah saw. Yang mengajak para sahabat untuk berpartisipasi melalui pendekatan empati yang sangat persuasip dan musyawarah. Sebagaimana terkandung dalam surat Ali Imran: 159,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya:”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.(ali-Imran: 159) Tugas da’i adalah merancang sebuah struktur organisasi yang memungkinkan mereka untuk mengerjakan program dakwah secara efektif dan efesien untuk mencapai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan organisasi. Ada dua yang harus diperhatikan dalam perngorganisasian, yaitu: 1. Organizational Design (desain organisasi) 2. Organizational Structure (struktur organisasi) Struktur organisasi (Organizational Structure) adalah kerangka kerja formal organisasi yang dengan kerangka itu tugas-tugas jabatan dibagi-bagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan. Dalam sebuah organisasi dakwah diperlukan kerja sama tim yang benar-benar kuat dan mengakar. Inilah yang disebut dengan dakwah jama’i. sehingga tujuan dakwah akan tercapai. Ketiga: Pergerakan Dakwah (taujih) Pergerakan dakwah merupakan inti dari manajemen dakwah, karena dalam proses ini semua aktifitas dakwah dilaksanakan. Dalam pergerakan dakwah ini, pimpinan mengerakkan semua elemen organisasi untuk melakukan aktivitas-aktivitas dakwah yang direncanakan, dan dari sinilah aksi dari semua dakwah akan terealisir, di mana fungsi manajemen akan bersentuhan secara langsung dengan pelaku dakwah. Selanjutnya dari sini juga proses perencanaan, pengorganisasian, dan pengessndalian, atau penilaian akan berfungsi secara efektif. Adapun pengertian pergerakan adalah seluruh proses pemberian motivasi kepada bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mampu bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisian dan okonomis. Agar fungsi dari pergerakan dakwah ini dapat berjalan secara oftimal,maka harus menggunakan teknik-teknik tetentu meliputi: 1. Memberikan penjelasan secara komprehensif kepada seluruh elemen dakwah yang ada dalam organisasi dakwah. 2. Usahakan agar setiap pelaku dakwah menyadari, memahami, dan menerima baik tujuan yang telah diterapkan. 3. setiap pelaku dakwah mengerti struktur organisasi yang dibentuk. Untuk itu peranan pemimpin dakwah akan sangat menentukan warna dari kegiatan-kegiatan tersebut. Karena pemimpin dakwah harus mampu memberikan motivasi, bimbingan,mengoordinasi serta menciptakan sebuah iklim yang membentuk sebuah kepercayaan diri yang pada akhirnya dapat mengoptimalkan semua sasaran dakwahnya. Keempat: Pengendalian dan Evaluasi Dakwah (Riqabah) Pada masa sekarang ini, pengendalian operasi dakwah dilakukan terintegrasi dari suatu organisasi dakwah sudah menjadi suatu kebutuhan, dan dalam pengendalian ini selalu disertakan unsur perbaikan yang berkelanjutan.sifat perbaikan yang berlangsung berkesinambungan. Hal ini sebagaimana diterangkan Al-Qur’an dalan surah al-Mujadillah:7
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(al-Mujadillah:7) Dan dalam Hadist Nabi: “Tidak ada seorang pun diberi kepercayaan oleh Allah untuk memimpin kemudian ia memelihara dengan baik, melainkan Allah tidak akan merasakan kepadanya bau surga” Pengendalian dakwah pada sisi lain juga membantu seorang pendakwah untuk memonitor keefektifan aktvitas perencanaan, pengorganisasian, serta kepemimpinan mereka. Bagi suatu dakwah, dalam melakukan pengendalian perlu adanya sebuah acuan normatif yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam konteks ini, islam melakukan koreksi terhadap kekeliruan berdasarkan atas: 1. Tawa shau bil haqqi (saling menasehati atas dasar kebenaran dan norma yang jelas). Tidak mungkin sebuah pengendalian berlangsung dengan baik tanpa norma yang baik. Norma itu tidak bersifat individual, melainkan harus disepakati bersama dengan aturan-aturan yang jelas. 2. Tawa shau bis shabri (saling menasehati atas dasar kesabaran). Pada umumnya, seorang manusia saling mengulangi kesalaan ynag pernah dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan Tawa shau bis shabri, atau berwasiat dalam kesabaran. Koreksi tidak cukup sekali, namun harus dilakukan secara berulang-ulang. Dalam konteks inilah pentingnya sebuah kesabaran. 3. Tawa shau bil marhamah (saling menasehati atas dasar kasih sayang). Tujuan dilakukan pengendalian dan koreksi adalah untuk mencegah seseorang jatuh terjerumus pada sesuatu yang salah. Hal ini sesuai dengan yang terkandung dengan surah al-Balad:17
ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ
Artinya: “Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih saying”. (Al-Balaad:17) Setelah dilakukan pengendalian semua aktifitas dakwah, maka aspek penting lain yang harus diperhatikan dalam mengelola sebuah organisasi dakwah adalah dengan melakukan langkah eveluasi. Evaluasi ini dirancang untuk memberikan penilaian kepada orang yang menilai atau pimpinan dakwah tentang hasil dakwah. Dalam pengertian lain, evaluasi dakwah adalah meningkatkan pengertian manajerial dakwah dalam sebuah program formal yang mendorong para manajer atau pemimpin dakwah untuk mengamati perilaku anggotanya atau mad’unya, lewat pengamatan yang lebih mendalam yang dapat dihasilkan melalui saling pengertian di antara kedua belah pihak. Evaluasi menjadi sangat penting karena dapat menjamin keselamatan pelaksanaan dan perjalanan dakwah. Kelima: Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Dakwah Faktor pertama yang harus diperhatikan dalam sebuah dakwah adalah sumber daya manusia. Ia merupakan aset termahal dan terpenting. Ibarat manusia merupakan urat nadi kehidupan dari sebuah dakwah, karena eksistensi sebuah dakwah ditentukan oleh factor sumber daya manusia yang mendukungnya. Dalam prespektip islam, pengembangan sumber daya manusia merupakan suatu keharusan. Artinya, islam sangat peduli terhadap peningkatan harkat dan martabat manusia, karena dalam islam berada pada posisi yang terhormat. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat al-Isra: 70,
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آَدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”(al-Isra: 70) Dalam prespektif islam pula, bahwa pengembangan sumber daya manusia sangat memerhatikan keseimbangan antara penguasa berbagai cabang ilmu dengan kekuatan iman yang bersumber pada Al-Qur’a. dan As-sunnah. Posisi khalifah atau pemimpin sebagai salah satu fungsi yang melekat dalam hidup manusia meniscayakan empat sisi yang saling berkaitan, yaitu: 1. Allah Swt sebagai pemberi tugas dan wewenang; 2. Manusia sebagai penerima tugas, baik secara perorangan maupun kelompok; 3. Tempat atau lingkungan sebagai posisi manusia berada; 4. Materi-materi penugasan yang mereka laksanakan. Secara umum pengembangan sumber daya manusia harus beroreantasi pada pendekatan diri kepada Allah SWT. Di mana ada beberapa parameter yang harus diperhatikan sebagai sebuah rumusan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang produktif, yaitu: pertama, peningkatan kualitas iman dan takwa;kedua, peningkatan kualitas hidup;ketiga, peningkatan kualitas kerja;keempat, peningkatan kualitas karya;kelima, peningkatan kualitas pikir. Dalam dunia dakwah, pengembangan sumber daya da’i lebih ditekankan kepada pengembangn aspek mental, spiritual, dan emosi serta psysico mothoric manusia untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain, cita ideal sumber daya muslim adalah kemampuan dalam penguasaan ilmu dan teknologi yang diimbangi dengan kekuatan keimanan, dengan identivikasi sebagai berikut: 1. ciri keagamaan Seorang da’i sebagai sumber kekuatan sumber daya manusia yang ideal harus memiliki keimanan dan keyakinan yang kuat dan konsisten, sehingga mampu mempengaruhi perilaku dan culture hidupnya sebagaimana rumusan difinisi iman, yaitu dengan “menyakinkan dengan hati, mengikrarkan dengan perkataan, dan mengamalkan dengan perbuatan”. Dengan ciri kualitas keagamaan dan moral dari seorang da’i diharapkan dapat mengajak seluruh komunitas untuk mewujudkan citra umat terbaiksebagaimana dicita-citakan dalam Al-Qur’an. Untuk mewujudkan citra ideal ini tidak cukup dengan kekuatan aqidah, ibadah dan akhlak semata, namun para da’i harus memiliki kekuatan keilmuan, keterampilan, dan manajemen yang baik. 2. ciri keilmuan Ciri keilmuan seorang da’I ditandai dengan kemampuan skill yang bagus, disamping keahlian dan keterampilan. Keterampilan ini dikonotasikan dalam pelaksanaan program. Hal ini akan berkaitan langsung dengan jenjang pendidikan yang ditempuh. Jika jenjang pendidikan ini belum bisa diperoleh oleh para da’i, tetapi mereka telah memilki peran propesional, maka bisa diimbangi dengan mengikuti pendidikan dan latihan secara regular yang dilaksanakan oleh instansi dakwah. Oleh karenanya, setiap lembaga dakwah harus menyediakan balai pendidikan dan latihan untuk memberikan peluang kepada para da’I dalam meningkatkan keterampilannya, karena ia telah memberikan kontribusinya pada instansi tersebut. Untuk mewujudkan seorang da’i yang ideal dalam lembaga dakwah, maka harus diadakan pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya da’i secara maksimal. Makin baik tingkat keahlian dan keterampilan seseorang, maka akan semakin tinggi pula produktivitasnya dan semakin baik pula peran profesionalismenya. Realitas tersebut dapat kita lihat di al-Qu’ran dalam surat al-Mujadillah: 11.
وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: “Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (al-Mujadillah: 11) 3. Ciri Motivasi Untuk menjadi bagian dari sumber daya manusia yang potensial, maka seorang da’i harus memilki motivasi untuk maju dan produktif, sehingga skillnya itu bermanfaat bagi organisasi dakwah maupun bagi dirinya sendiri karena motivasi itu merupakan aspek motorik yang mampu meningkatkan kemampuan produktivitas dan kualitas. Motivasi merupakan keadaan internal individu yang dapat melahirkan kekuatan, kegairahan dan dinamika, serta pengarahan tingkah laku pada tujuan. Dengan demikian motivasi unsur intrinsic yang dapat membangkitakan dorongan individu untuk mencapai sesuatu sesuai dengan tujuannya. Sementara itu, Allah SWT Menegaskan bahwa tingkat produktivitas seseorang sangat dipengaruhi oleh intensitas dan keterampilan mereka dalam bekerja. Ini bisa dilihat dalam surat al-Anbiya: 105
. وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ
Artinya: “Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lohmahfuz, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh”. (Al-Anbiya: 105) Pada ayat di atas, Allah swt. Menegaskan, bahwa alam ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Nya yang shaleh, yaitu mereka yang memilki keterampilan dan keahlian untuk mengolah alam semesta ini, serta memilki intensitas yang tinggi. DAFTAR PUSTAKA • Hafidhuddin, Didin, Agar Layar Tetap Terkembang, Gema Insani Press, Jakarta: 2006 • Hefni, Harjani dkk, Metode Dakwah, Prenada Media, Jakarta: 2003 • Wahyu Ilahi Dan M, Munir, Manajemen Dakwah, Prenada Media, Jakarta: 2006 • Shaleh, Rosyhad, Manajemen Dakwah Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1997.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan bubuhkan komentar anda